BAB 38

1.7K 157 4
                                    

"Kenapa kamu selalu mengikuti Mamma?" tanya Juan saat mereka duduk di ruang tamu. Mata polos Juan terlihat sangat ingin tahu. "Karena kamu temannya Mamma?"

Erren menatap wajah putranya dan sekali lagi menyadari kalau Juan sangat mirip dengannya. Ia tersenyum, ternyata ia benar-benar mewariskan gennya kepada Juan.

"Karena aku ingin bertemu Mamma dan kamu," jawab Erren.

Kening Juan berkerut tanda ia tidak mengerti. Ia menatap Erren dari atas ke bawah, seolah menilai apakah Erren adalah orang jahat atau tidak.

"Mamma pernah punya teman seperti kamu, namanya Uncle Peter tapi Uncle Peter tidak pernah bertemu Mamma malam-malam. Kamu teman yang seperti apa? Karena aku juga tidak pernah ke rumah Joanna malam-malam," kata Juan.

Kini giliran kening Erren yang berkerut tanda tidak mengerti. Siapa Peter dan Joanna?

"Peter adalah teman aku dan Joanna adalah temannya Juan, mereka berada di New York," jelas Veronica yang mengerti kebingungan Erren. Ia duduk di sebelah Juan setelah mengganti pakaiannya.

"Aku bukan teman seperti Peter dan Joanna," kata Erren setelah ia mengerti.

Ia berpikir mungkin inilah saatnya ia mengatakan siapa dirinya yang sebenarnya kepada Juan karena ia tidak tahu kapan lagi ia memiliki waktu seperti ini. Ia tahu kalau Juan tidak menyukainya dan mungkin akan semakin tidak menyukainya ketika ia mengatakan yang sebenarnya namun ia tidak ingin lagi menunggu, ia ingin segera memberitahu Juan, jagoan kecilnya.

"Juan, apa kamu sangat membenci aku?" tanya Erren.

"I can't hate you, karena aku tidak pernah membenci orang yang tidak aku kenal. Aku tidak suka karena setelah melihat kamu, Mamma membawaku pulang. Padahal waktu itu aku sedang video call dengan aunty Ajeea."

"Kalau aku mengatakan sesuatu, apa kamu akan marah?" tanya Erren lagi.

"Erren," panggil Veronica karena tahu apa yang akan Erren katakan setelah ini.

Ia takut sekarang bukan waktu yang tepat bagi Erren untuk mengatakannya, ia takut kalau Juan belum bisa menerima Erren padahal seharusnya, ia tidak perlu khawatir seperti ini. Justru jika Juan makin membenci Erren, kemungkinan Erren akan mengambil hak asuh Juan akan semakin kecil. Namun, ternyata hatinya sama sekali tidak menginginkan hal itu. Hatinya ingin Juan menerima Erren sebagai ayahnya.

Erren menatap wajah Veronica dan tersenyum. Ia harus mengatakannya sekarang karena ia tidak ingin menjadi ayah yang tidak disadari oleh putranya sendiri. Ia ingin terlihat oleh putranya dan ia ingin berusaha mengambil hati putranya, agar mereka bertiga bisa memulai kehidupan yang bahagia.

"Kamu sebenarnya siapa?" tanya Juan karena dua orang dewasa di hadapannya ini hanya saling pandang tanpa berkata apa pun.

"..."

"..."

"Aku adalah Papa kamu, Juan."

Mata almond Juan membelalak dan mulutnya ternganga mendengar perkataan Erren. Ia tidak menjawab apa pun, ia justru menatap wajah Veronica dengan tatapan bertanya. "Ma, Uncle ini bilang kalau dia adalah Papa Juan?"

Tangan Veronica mengelus rambut Juan yang sudah hampir menutupi matanya dan mengangguk. "Ya, sayang. Ini Papa kamu."

Kemudian Juan mengalihkan pandangannya dari ibunya kembali ke Erren. Ia menggigit bibirnya dan berdiri, membuat dua orang dewasa itu bingung.

"That's why kamu sangat mirip dengan aku," gumam Juan.

"Kamu adalah anak aku, Juan," kata Erren lagi, seolah ingin kembali memastikan kalau Juan benar-benar mendengarnya.

"Kalau begitu, kamu boleh datang lagi besok."
Kemudian, juan melangkah dan naik ke lantai atas tanpa menoleh lagi ke belakang. Erren menatap kepergian Juan, tidak tahu apakah anaknya senang dengan kabar ini atau tidak.

"Juan butuh waktu, tapi dia jelas enggak membenci kamu karena dia mau kamu datang lagi ke sini besok."

Erren tersenyum. Ya, setidaknya anaknya tidak marah.
Setidaknya, Juan masih menginginkannya untuk datang.

Veronica berdiri, bersiap untuk mengantar Erren ke pintu. Diam-diam ia juga tersenyum, memahami kalau sifat Juan itu adalah sifat yang ia wariskan. Juan tidak marah atau tidak menolak Erren, ia hanya sedang bersikap jual mahal sekarang. Sementara Erren berdiri dan Veronica mengikuti langkah Erren yang berjalan ke arah pintu.

"Aku akan datang lagi besok," kata Erren setelah mereka tiba di teras rumah dan pada saat itu, angin berhembus kencang dan kilat menyambar-nyambar di kejauhan, tanda hujan yang sedari tadi menunggu akan segera turun dengan sangat deras.

Erren berbalik dan Veronica menarik kemeja Erren, membuat lelaki itu menoleh.

"Jangan pergi. Sebentar lagi hujan," kata Veronica.

"Aku naik mobil, Nic."

Veronica menggelengkan kepalanya dengan sangat kencang, membuat Erren benar-benar membalikkan tubuhnya untuk menatap wajah Veronica yang mulai memerah. Ia tidak tahu kalau Veronica akan sangat sedih dan tidak menginginkan dirinya untuk pulang.

"Besok aku akan ke sini lagi."

"Tapi sebentar lagi hujan deras," jawab Veronica keras kepala dengan wajah yang memerah karena terlalu khawatir, membuat Erren tersenyum gemas.

Ia suka Veronica yang keras kepala dan menggemaskan seperti ini.

"Memangnya kenapa, Nic, kalau hujan deras? Aku tidak akan basah."

Veronica tidak ingin Erren pulang sekarang karena ia memiliki kenangan buruk dengan hujan lebat di malam hari seperti ini dan Erren pasti tidak mengerti dengan kenangan buruk yang ia miliki.

Lengan kemeja Erren kembali ditarik oleh Veronica karena wanita itu membawanya ke depan pintu. Ia hanya diam sambil melihat Veronica membuka kembali pintu rumah dan kemudian menatapnya.

"Kamu bisa tinggal di sini sampai hujan reda, aku membuka pintu untuk kamu. Jadi, tidak ada alasan untuk kamu tidak mengikuti keinginan aku."

÷÷÷

"Su, apa kamu tahu? Uncle yang di bawah itu adalah Papaku," kata Juan setelah ia kembali ke kamarnya dan Su yang sedang menarik selimut untuk Juan terdiam beberapa saat lalu tersenyum.

"Berarti Den Juan harusnya bahagia."

"Apa harus seperti itu?" tanya Juan. "Aku tidak tahu apa aku bahagia atau bukan. Tapi aku tidak bisa menahan senyuman karena dada aku terasa sangat menyenangkan."

Su kembali tersenyum karena pertanyaan anak asuhannya ini. Sejak awal bekerja dengan Veronica, Su tahu kalau Juan adalah anak yang sangat cerdas dan bahkan kecerdasannya melebihi anak-anak pada umumnya.

"Kan selama ini Den Juan mau tahu siapa papanya."

Kening Juan mengerut. "Tapi kenapa dia tidak seperti Papa-nya Joanna yang tinggal dengan Mamma-nya Joanna? Kenapa Uncle itu tidak pernah tinggal dengan kita, Su? Apa Mamma dan Uncle sedang marah?"

Su terlihat berpikir, ia tidak bisa memberikan sembarang jawaban kepada Juan karena ia tahu kalau sejak kecil, anak-anak harus dibiasakan mendapatkan jawaban yang realistis dan bisa mereka pahami. Namun, ia juga tidak tahu masalah apa yang terjadi antara orangtua Juan. Jadi, ia mencoba untuk mendapatkan jawaban sebaik mungkin.

"Den Juan, dua orang dewasa itu bisa memiliki banyak masalah. Dan orangtuanya Joanna bisa tinggal bersama karena mereka sudah menikah."

"Menikah? Jadi Uncle dan Mamma belum menikah? Jadi mereka tidak bisa tinggal sama-sama?"

Su menganggukkan kepalanya dan membetulkan letak selang oksigen Juan. Ia memastikan persediaan oksigen Juan masih cukup dan kembali menatap anak kecil yang sangat pintar ini.

"Kenapa mereka belum menikah?"

"Karena mungkin mereka berdua masih memiliki masalah yang belum terselesaikan," jawab Su. Juan menganggukkan kepalanya, tanda ia mengerti.

"Besok kalau aku ingat, aku akan bertanya dengan Mamma dan Uncle. Mereka harus menyelesaikan masalahnya dan segera menikah, Su."

÷÷÷

EVERLASTINGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang