8. Secangkir Luka

104 15 0
                                    

"Mau pesan apa, Mbak?" tanya seorang pelayan kafe. Aku menoleh ke arahnya seraya tersenyum simpul.

"Hot chocolate," sahutku singkat.

Pelayan itu menghilang dari pandanganku. Kualihkan tatapan ke luar kafe. Pemandangan yang menarik. Beberapa orang berlalu lalang dengan berlarian ke sana-kemari mencari tempat berteduh. Ya, saat ini hujan deras.

Aku merapatkan jaket, menghindari suhu yang mulai membuatku beku. Tanganku bergetar dan menggigil. Seharusnya aku tidak mengenakan jaket setipis ini.

Pesananku datang. Kuamati cangkir yang menampung coklat panas kesukaanku. Jangan tanya bagaimana aku begitu menyukainya. Karena sebelumnya aku tak ingin mencobanya. Lebih jelasnya, aku tak menyukai coklat. Tetapi itu dulu. Kenapa? Yah, kenapa? Mungkin cerita masa laluku terseduh di dalam secangkir coklat panas.

Hari ini adalah hari di mana pertama kalinya aku mencicipi lagi coklat panas yang pernah kubenci. Sangat disayangkan saat itu lidahku mati rasa. Kurasa inilah saatnya aku menghabiskan kerinduanku pada coklat panas ini lagi.

Aku menyesap pelan coklat panasku dengan penuh kenikmatan. Lidahku serasa menari-nari karena bertemu dengan liquid hangat. Suasana juga sangat mendukung untuk menghangatkan tubuhku olehnya. Aku terkekeh. Setelah lama aku membencinya, kenapa minuman ini semakin memanjakan lidah?

Dua tahun aku membencinya. Lebih tepatnya membenci kenangan saat minuman ini menjadi saksi bisu bagaimana aku berjuang, mempertahankan, dan bahkan merelakan sesosok yang mampu menjungkir-balikkan duniaku. Sosok itu yang membuatku membenci minuman favoritku ini.

Aku tertawa pelan mengingat kebodohan dulu. Ya, dia membuatku bodoh dan jatuh. Jatuh terlalu dalam pada pesona dan luka yang ia bawa. Ia melarutkannya pada coklat panasku. Dia tidak membiarkanku menyesap sedikit pun kebahagiaan. Dia merenggutnya. Membuatku mau tak mau berada dalam cangkir kehidupannya.

Air mata ini kembali menetes. Setelah beberapa hari ini aku mencoba tersenyum. Cukup menyakitkan memang. Ingatan itu kembali lagi. Bagaikan rol film yang selalu berputar. Menekanku pada momen-momen terburuk di hidupku.

***

Seorang gadis dengan rambut yang terkucir menyesap minuman coklat. Tetapi pandangannya tak lepas dari sosok barista yang senang menyeduh kopi untuk pelanggannya. Gadis itu tersenyum. Di tangannya ada sebuah kotak bekal yang berisi sandwich buatannya. Ia berencana memberikannya pada sang barista.

Di hadapannya, ada seorang gadis lain yang menatap khawatir padanya.

"Lo yakin? Terakhir kali lo datang, dia maki-maki lo." Sang teman terlihat meragukan rencananya.

"Duh, Mil. Gue yakin 100% dia gak akan nolak. Lagian kejadian itu udah dari dua hari yang lalu. Sekarang gue gak akan sedih lagi," sahutnya lalu tanpa menunggu persetujuan temannya, langsung melesat ke tempat sang barista.

Ternyata ucapan sahabatnya benar. Tak lama dari ia melaksanakan niatnya, gadis itu sudah di tarik keluar kafe oleh sang barista dengan tatapan nyalang. Dan di sinilah ia berakhir dengan kemarahan sang pria.

"Gue udah bilang sama lo buat jauh dari hidup gue, kan? Gue gak suka sama cewek murahan yang taunya ngejar cowok yang gak suka sama lo! Lo itu Cuma penganggu! Sampah! Apa sih yang bikin lo gak bosen-bosennya ngejar gue? Mau lo apa? Cinta gue? Apa dengan gue kasih cinta gue ke lo bisa bikin gue bahagia? Semua orang cuma bikin gue susah dan nyakitin gue. Lo mau bikin gue gila sama kelakuan lo? Argh!! Seharusnya lo sadar kalau lo Cuma bikin gue susah. Gue baikin bukan berarti gue suka. Sekarang lo tau kan gue gimana? Berhenti ngejar gue, karena gue punya orang lain yang gue suka!" bentak sang barista dengan sangat kasar.

HALU MODE ON (Kumpulan cerpen) ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang