Membaca Puisi

7 0 0
                                    

"Bacakan puisi rindu!"
Lekas kuambil pena dan kertas.
"Tak usah itu. Lihat aku!"
Kutatap rupamu lekat-lekat.
Tepatnya, pada matamu yang dalam.
Tatapan itu membuat rinduku kepadanya merintik pelan lalu membadai.
Hatiku murmur.
Seketika waktu berhenti mendetik.
Didadaku rindu diam-diam semakin merayap.
Dikedua matanya yang tenang seperti telaga,
Aku ingin menetap,
Meski waktu akan fana.
Namun aku akan abadi disana.
Ia terus menatap.
Sedangkan aku kian tersedak.
Hampir kehilangan nafas.
"Cukup. Puisimu bagus."
Aku berkedip. "Apa?"
Ia justru menarik sabit di bibir.
Senyum itu.
Sangat kasturi.

Mojokerto, 2020
VenandaRA//(@selasar.imaji)

Memorabilia KataTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang