Ilusi

8 3 0
                                    

Anindya telah berada di depan rumah Alina sekarang. Tiba-tiba temannya itu menarik dirinya keluar untuk berbicara bersama kakaknya, Rawindra. Ingin rasanya Indy mengutuk Alin yang berada di hadapannya tengah tertawa terbahak-bahak ini. Indy kira ada suatu hal penting yang ingin ia bicarakan, namun nyatanya ia hanyalah menertawakan cerita “cinta monyet” antara Indy dan Rawindra dahulu. Tidak hanya Indy saja yang sudah kesal setengah mati pada Alin, namun Rawindra pun sudah menunjukkan raut wajahnya yang masam.

“Enggak usah malu deh kalian, kalian pernah suka kan? Atau masih suka?” Celetuk Alin.
“Ya enggaklah, gila lo Dek?” Bantah Rawindra.
“Yang udah lama tuh lupain aja sih, gue udah enggak suka juga sama Indra.” Jawab Indy final.

Tanpa mereka sadari ada lelaki yang tengah berdiri di depan pagar rumah Indy. Ia tanpa sengaja mendengar hampir semua pembicaraan yang tengah mereka bertiga bicarakan. Tentu lelaki itu terkejut, pasalnya ia tak pernah tahu hal ini sebelumnya. Bahkan Indy tak pernah cerita padanya perihal ini.

“Permisi..” Ucap Handaru.
“Eh Dar, udah dateng lo?” Tanya Indy sedikit terkejut.
“Gue denger semuanya dari awal, kalian saling suka kan? Indy, makasih ya buat waktunya kemarin-kemarin.” Handaru putus asa.
“Dar, apaan sih lo? Gue enggak suka ya sama Indy.” Bantah Rawindra.
“Tapi kata Alin tadi gitu, Win.” Ucap Handaru dengan tawa renyahnya.
“Handaru! Dengerin penjelasan gue dulu, please..” Mohon Indy.
“Gue udah mau pergi Indy, enggak ada waktu.” Putus Handaru.

Tentu Alin merasa tidak enak hati pada Indy. Mulanya ia hanya punya niatan bersenda gurau saja, tapi tak tahu bila Handaru ikut mendengar hal ini. Sedangkan Rawindra juga tidak tahu cara menjelaskan kepada Handaru. Sekarang hanyalah Indy yang masih berusaha sebisa mungkin membujuk Handaru agar mau mendengar penjelasannya.

“Lo bahkan enggak bilang ke gue kan mau pergi kemana? Segitu doang ya gue di mata lo? Lo jahat Dar!” Tangis Indy tertahan.
“5 menit enggak lebih.” Handaru memberi kesempatan pada Indy.
“Gue sama Indra enggak ada apa-apa. Gue juga sayangnya sama lo bukan sama Indra. Paham Dar?” Jelas Indy singkat, berharap Handaru mengerti.
“Udah kan? Gue pergi.” Ucap Handaru sembari berlalu pergi.
“Lo mau kemana? Kenapa enggak pernah bilang?” Tanya Indy dengan suara terbata-bata menahan tangis.
“Mendadak.” Jawabnya singkat diiringi bayangan tubuhnya yang semakin menghilang.
“Lo jahat Dar! Lo bukan Handaru yang gue kenal! Gue benci sama lo!” tangis Indy pecah saat itu juga.

Setelahnya Indy tersadar dari bunga tidurnya yang buruk karena sebuah teriakan dari suara yang tidak asing pada pendengarannya. Iya, itu suara Handaru. Handaru tidak benar-benar pergi seperti yang ia mimpikan. Indy segera melompat dari kasurnya dan berlari menghampiri Handaru di balik pintu kamar tidurnya.

“Handaru? Ini lo kan Dar?” Tanya Indy sembari memegang pipi Handaru.
“Ya iyalah siapa lagi, lo kenapa sih? Lo nangis?” Tanya Handaru heran.
“Jangan, jangan pergi! Gue nangis karena lo pergi, Dar!” Jelas Indy.
“Pasti lo mimpi buruk deh, udah mandi sana!” Perintah Handaru.

Setelah perdebatan Panjang Indy dengan Handaru, akhirnya Indy mau beranjak mandi. Indy terlalu takut jika mimpinya jadi kenyataan. Indy juga tidak mau ditinggalkan oleh Handaru. Handaru hanya mampu berbicara dalam hatinya, “Sepeka itu ya dia, sampai kebawa mimpi juga,”. Setelahnya Handaru mengajak Indy pergi ke taman dekat rumah Handaru. Ada yang perlu ia bicarakan berdua dengan Indy.

“Ada yang mau gue omongin ke lo…” Ucap Handaru ragu.
“Apa? Cerita aja” Jawab Indy santai.
“Gu-gue harus pergi ke USA,” Ucap Handaru terbata-bata.
“Apa? Coba ulang Dar..” Tanya Indy butuh penjelasan.
“Maaf, maaf banget gue harus ninggalin lo..” Ucap Handaru dengan rasa bersalahnya.
“Terus gimana sama gue?” Tanya Indy lirih.
“Rawindra? Alina?” Handaru menjawab sekenanya.
“Mimpi gue enggak cuma bunga tidur ya Dar, lo bener-bener pergi ternyata.” Ucap Indy diiringi tawa hambarnya.
“Ndy, gue.. gue juga mau seriusin hubungan sama perempuan pilihan gue.” Tambah Handaru.
“Oh, kalau gitu makasih ya Dar buat waktunya selama ini, gue pergi duluan.” Indy pergi berlalu.

Indy berdiri dari kursi taman dan melangkah tak tahu arah.  Karena realitanya memang begitu, ia sudah kehilangan semangatnya. Handaru pergi, pun hatinya yang ikut pergi berlabuh ke perempuan pilihannya. Ah, untuk membayangkannya saja Indy tak mampu. Sebelum melangkahkan kakinya lebih jauh, tangan Indy ditahan oleh seseorang yang diam-diam membuntutinya.

“Lo berangkat sama gue, harus pulang sama gue juga, ayo!” Handaru menarik tangan Indy.
“Enggak, gue bisa sendiri.” Indy berusaha melepaskan.
“Setidaknya buat terakhir kali, Indy” Handaru Kembali mengeratkan tangannya.

Mulutnya terbungkam rapat setelah kalimat yang amat menyesakkan keluar dari mulut Handaru. Tubuhnya mengikuti arah ke mana Handaru membawanya. Di perjalanan sama sekali tak ada percakapan yang tercipta diantara mereka. Hening, hanya suara deru kendaraan di jalan raya.

“Gue mau pulang, bukan mau ke rumah lo Dar.” Peringat Indy.
“Mampir bentar, ada yang mau gue kasih ke lo buat kenang-kenangan.” Jawab Handaru.
“Jangan kasih gue kenangan indah, kalau nantinya cuma bisa buat gue susah relain lo pergi.” Ucap Indy sembari tersenyum paksa.
“Itu yang gue harapin Indy.” Ucap Handaru meninggalkan seribu tanya.

Indy memasuki pekarangan rumah Handaru dan memutuskan menunggu di serambi rumah Handaru. Duduk di hadapan berbagai jenis tanaman yang ditanam dan dirawat dengan penuh kasih sayang oleh kakak Handaru, Kak Riani. Bagaimana jadinya rumah ini jika nanti ditinggal oleh pemiliknya ya?

“Ndy, gue bilang ke perempuan itu sekarang aja kali ya?” Tawar Handaru.
“Ya… udah, mana perempuannya?” Jawab Indy ragu.
“Yang ada di hadapan gue.” Ucap Handaru bersungguh-sungguh.
“Hah? Gimana?” Indy tak mengerti maksud Handaru.
“Maaf, maaf aku bikin kamu nangis daritadi, tapi serius aku daritadi tuh bohong. Kali ini aku serius, dengerin ya?” Harap Handaru pada Indy.

Air mata Indy sudah ingin menetes saja rasanya. Ia tak menyangka akhirnya akan begini. Lalu sedari tadi ia menangis itu tak ada gunanya? Handaru memang spesial, tidak ada yang bisa menggantikan.

“Aku bohong waktu bilang mau pergi ninggalin kamu, aku bahkan enggak bisa bayanginnya. Tapi aku serius waktu bilang aku mau seriusin kamu. Aku enggak bisa romantis, maaf ya?” Ucap Handaru penuh kesungguhan.
“Dar? Haha lucu banget ngomong aku-kamu.” Indy tertawa namun matanya berkaca-kaca.
“Aku serius Indy.. kamu mau enggak?” Tanya Handaru.
“Masa iya aku bisa nolak?” Jawab Indy.
“Jadi? Nona Handaru?” Goda Handaru.
“Kok Nona Handaru?” Bingung Indy.
“Kan belum sah, belum jadi Nyonya.” Jawab Handaru dengan candaannya.
“Dasar Handaru…” Indy sudah pasrah dengan segala tingkah-polah Handaru.

Begitulah akhir kisah Indy dan Handaru. Semua yang telah Indy lewati hanya sebatas ilusinya semata. Itu hanya mimpi buruk yang mungkin memang harus ia lewati sebelum menemui kebahagiaan yang selama ini tak pernah ia bayangkan sebelumya. Layaknya hujan deras yang mengguyur, setelahnya akan ada pelangi indah muncul diiringi bersinarnya sang mentari. Percaya akan ada kebahagiaan setelah kesedihan dan keterpurukanmu.

Rampai Gubahan || Short StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang