Hujan

8 3 0
                                    

Bila berkaitan dengan hujan, argumen-argumen yang selama ini mengisi kepalanya akan saling beradu, berdebat apakah hujan pantas untuk dikagumi atau lebih tepat tuk dibenci. Hujan memang bisa membuat insan bumi belahan manapun tenang dibuatnya. Suara rintiknya yang merdu, angin sejuk yang turut berhembus, serta harum tanah dan pepohonan khas hujan sukses membuat hati manapun tenang dibuatnya.

Tapi satu hal yang ia benci adalah, hujan selalu berhubungan dengan upacara menyambut air mata. Karena apa? Karena hujan identik dengan kenangan dan kesedihan. Ia memang membenci opini yang nampak sepele itu, namun nyatanya ia merasakan juga bagaimana hujan turut membawa serta pilu yang berusaha dipendamnya dalam-dalam.

Tentu Anya benci hujan, secara tidak langsung hujan yang membuatnya tak bisa menemui kekasihnya untuk terakhir kalinya dahulu. Tepatnya sudah hampir satu tahun berlalu semenjak kejadian itu. Sore hari, Anya berniat menemui Naren di rumah sakit. Naren sedang berjuang melawan penyakit kronis yang dideritanya.

Namun siapa sangka hujan turun dengan derasnya disertai petir yang bersuara menggelegar. Anya menunda untuk berangkat dan memilih menunggu di gedung fakultasnya. Namun, ditengah penantiannya terhadap hujan yang tak kunjung mereda, Anya justru mendapat kabar yang tak pernah ia duga sebelumnya. Perjuangan Naren selesai, Naren berpulang, nyawa Naren tak dapat lagi diselamatkan.

Anya tentu terpukul, Anya menangis hebat di bawah guyuran air hujan. Pasalnya tak ada lagi yang menjadi rumahnya untuk pulang setelah ini, tak ada lagi yang memberinya pundak saat ia lelah, tak ada lagi yang mendekapnya saat ia menangis. Selama ini Naren yang selalu ada untuk Anya, bahkan orang tua Anya telah memutuskan berpisah semenjak ia masih berusia belia.

Satu tahun berlalu, namun Anya tetap tak bisa melupakan Naren. Malam ini hujan lagi-lagi turun membasahi bumi. Anya rindu Naren, Anya rindu peluk Naren, Anya rindu kasih sayang Naren, Anya rindu semua tentang Naren.

Tepat pada saat ia meneteskan air matanya, ponselnya berdering tanda ada pesan masuk. Ternyata Dirga yang mengiriminya pesan, "Anya di luar hujan, jangan menangis ya? Hujan tidak selamanya tentang kesedihan Anya, aku hanya ingin memastikan kamu baik-baik saja, aku tidak menagih jawabanmu, bahkan aku tidak pernah berharap untuk itu." begitu katanya. Beberapa hari yang lalu Dirga memang mengungkapkan perasaannya pada Anya. Bukannya Anya tidak mau dengan Dirga, hanya saja ia butuh waktu tuk memastikan kembali, karena ia tak mau melukai Dirga hanya karena Anya belum sepenuhnya melupakan Naren, bersyukur Dirga paham itu. Dirga tidak pernah menuntut, dia juga akan selalu mengirimkan pesan bernada seperti itu setiap hujan mulai turun.

Ingin sekali Anya berkata pada Naren, "Hai Naren, aku rindu kamu. Tapi jangan khawatir ya? Sekarang ada Dirga yang juga sayang padaku. Terimakasih telah menyempatkan waktu untuk hadir di kehidupanku. Naren, ini sudah waktunya aku memulai lembaran baru. Jangan khawatir Ren, kamu akan selalu punya tempat istimewa di hatiku. Anya selalu sayang Naren, bahagia selalu ya Naren, tidur yang tenang..." begitu kira-kira pesan Anya. Iya, sekarang keputusannya sudah bulat untuk memulai kisah baru dengan Dirga, rasanya cukup tuk berlarut-larut dalam rasa sedih. Jika Anya senang, dirinya yakin Naren juga akan bahagia melihat itu.

Rampai Gubahan || Short StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang