Surrender

20 4 0
                                    

         Aku memejamkan mataku, berusaha mengatur nafasku yang sesak. Aku tersadarkan lagi... "ini.. tempat ini... orang orang itu... "batinku kecil sembari mengamati lingkungan ini. Aku tersentak tersadarkan bahwa aku telah berada di jalan besar. "Orang orang itu...jiwa jiwa itu mengikutiku..Kenapa kalian mengikutikuu!!" keluhku pasrah.
              Mereka berjalan layaknya menuntut sesuatu... mereka semua berjalan ke arahku dengan tangan menggapai. Banyak sekali nama-nama yang mereka sebutkan, "pergi kalian semua keparat!!! aku tidak mengenal siapapun dari kalian atau siapapun yang kalian maksud... jangan ganggu hidupku..!!"kataku lirih.
        Jiwa jiwa itu tetap berjalan seolah olah tak dapat mendengar apa yang ku katakan "dasar orang orang bodoh..!!!" ku berlari tanpa menghiraukan mereka. Namun..
        Aku dikejutkan lagi...tepat didepanku jiwa jiwa lain nampak sedang menunggu,7 orang banyaknya. Tak terlihat seperti pria ataupun wanita, wajah mereka tertutup dan gelap. Mereka semua berjubah hitam dengan tinggi mencapai 2 meter ,, berbaris sejajar dengan memegang lengan pria yang berada ditengah. Pria paruh baya yang berdiri ditengah layaknya narapidana, dengan luka di pergelangan tangannya "apakah ia menyayat nadinya?"










Ada 14 sayatan disana, di lengan itu,,, membentuk karya abstrak yang bernilai tinggi dengan Nampak yang orisinil. Darah dan daging...

Begitu dalam menembus jaring-jaring ketakutan, dengan pembuluh melintang yang terputus,,, terukir rasa putus asa yang kuat dan kesedihan yang mendalam. Karya itu...Tak dapat dinilai dengan apapun yang ada di dunia, karya terberani yang menentang pemilik alam,,, dia seharusnya mati. Dia pembunuh

Aku tersadarkan lagi bahwa aku masih ada di depan cermin, namun suasananya berbeda,,, tak ada pecahan kaca ataupun pria itu. Hanya ada diriku yang Nampak bingung sembari memegang pergelangan tanganku di cermin ...

Aku mengusap kembali wajahku yang berkeringat akibat kecemasanku, aku menepuk pelan pipiku dengan kedua tanganku sambil berbicara kecil " apa aku mulai lagi? Kau kenapa devan kenapa???... hey jangan khawatirkan apapun.. mari kita lupakan hari ini dan tertidur..." aku berbicara sendiri lewat cermin.

Terkadang aku berfikir bahwa aku harus meminum obat tidur dan juga butuh psikiater,aku butuh pertolongan namun nampaknya aku terlalu kuat untuk sebuah pertolongan. Keadaan pun tak pernah berpihak kepadaku bahkan jika aku berusaha mencobanya.

Semuanya terasa seperti aku tak layak hidup, bahkan jika aku hidup dalam ilusi sekalipun, aku terlalu menyedihkan untuk kehidupan,,, paras sempurna tak menjamin kesempurnaan hidup. Bahkan seorang perfeksionis sekalipun ditekan dan dikendalikan dengan instingnya sendiri. Berusaha sempurna dengan ketidaksempurnaan yang ia miliki. Kecacatan berfikir. 

  Kleidí Psychís  Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang