Now You Know | Banginho

1.15 PM

I like the dimples on the corners of the smile that you wear.

──

Hembusan angin membawa serpihan kelopak berwarna merah muda itu beterbangan tak terarah. Di halaman belakang sekolah itu, Chan tertidur seorang diri. Suasana seperti inilah yang disukainya, sepi dan tenang─tanpa keramaian yang membuat diri seolah terbenam. Padahal, di keramaian apapun, kehadiran Chan bisa membuat perhatian khalayak terarah ke sosoknya. Tapi itu semua tak berarti, lantaran pribadi Chan yang lebih menyukai ketenangan itu.

"Bang Chan~! Yuhuuuu! Dimana? Bang Christopher Chan~!"

Err, sepertinya pengecualian untuk makhluk berisik satu itu.

"Berisik! Diem gak, lo!" ujar Chan tanpa mengubah posisinya.

Sosok itu─Minho, langsung merebahkan dirinya di samping Bang Chan. Memiringkan tubuhnya dan memulai pekerjaan hariannya, memandangi wajah Chan dan mencari-cari lesung pipi milik pemuda disampingnya itu–kebahagiaan sederhananya. Jari-jemarinya menusuk-nusuk wajah rupawan itu; mencari perhatiannya.

"Chan, tau gak? Kemarin ayam gue netes, aaaak! Seneng banget ajsjsjsj!" Minho berujar dengan kaki menendang ke udara dan tangan yang sibuk memukul makhluk disampingnya.

Chan menolehkan kepalanya, dan langsung memeluk tubuh yang lebih kecil darinya itu erat, "Udah gue bilang, diem! Gak bisa diem banget ya, bocil!" sahutnya dengan tangan mengusak surai milik sosok didekapannya.

Minho terdiam, membeku, tak tau harus bagaimana, error 404 not found. Dirinya baru saja dipeluk! DIPELUK! Oleh kulkas berjalan ini? Yang benar saja! Wah, hari ini harus ditulis di kalendernya, jangan lupakan stiker-stiker lucu. Pokoknya harus bagus, ini benar-benar hari yang bersejarah baginya! Aww, Minho benar-benar suka, xixixi.

Satu menit setelahnya, Minho tersadar dari lamunan absurdnya, "Dih, lepasin gak! Panas Chan!" berontak Minho kemudian terduduk. Wajahnya terasa panas, pipi dan telinganya benar-benar memerah, aaaaak Minho malu.

Minho menghentak-hentakan kakinya kecil dan berjalan ke pohon di dekat mereka. Naik pohon aja, biar gak keliatan merah, begitu pikir Minho polos.

"Gue gak tanggung jawab ya, kalau misal lo gak bisa turun," ujar Chan seraya membangkitkan tubuhnya.  Chan berdiri dan meregangkan otot-ototnya yang sedikit kaku. Apalagi setelah kekerasan yang diberi oknum Lee yang sedang bersamanya.

"Aaah, enak nih kayanya makan es krim, gue duluan ya, Min! Hati-hati di atas pohon, nanti kalau ada yang ngajak ngobrol jangan di diemin."

Chan mengucap kalimat panjang tersebut sambil menyunggingkan senyum kecil lalu berbalik dan berjalan pelan meninggalkan halaman belakang sekolah itu.

Lagi-lagi Minho terpaku, akhirnya lesung pipi kesukaannya terlihat lagi. Dan Minho baru tersadar, DIA MASIH DI ATAS POHON! Bagaimana caranya turun pun, ia telah lupa.

"Chan, gue gak bisa turun huwee! Tolongin gue, Bang Chan! Balik sini lo, bantuin gue!" teriak Minho histeris.

Bagaimana tidak? Dia sedang berada di atas pohon, di halaman belakang sekolahnya yang sepi, dan Bang Chan pun hendak meninggalkannya. Bagaimana jikalau ada makhluk tak kasat mata yang benar-benar mengajaknya mengobrol? Membayangkannya saja Minho sudah ingin menangis. Channie tolong Minho, huhu ....

"Gak mau, wleee! Tadi kan gue udah bilang gak bakalan tanggung jawab kalau lo gak bisa turun," sahut Chan dengan tertawa terbahak-bahak dan menunjuk-nunjuk Minho yang masih seperti anak kucing yang tersangkut di atas pohon. Matanya terbenam, lesung pipinya begitu dalam, dan lengkungan lebar terpatri dalam tawa renyahnya.

Brukk ....

"Huweee ... Chan, lucu banget dimplenya ish! Aduh, sakit kan, hiks."

Iya, Minho terjatuh. Otaknya baru saja mengalami malfungsi, mungkin ia berpikir jika ia bisa terbang dan malah berakhir mencium tanah karena melihat tawa Bang Chan.

Hai!
Selamat melewati bagian kedua.
Maaf atas banyaknya ke ooc-an. Karena cerita ini sebelumnya dibuat dengan karakter lain, dan susah buat nyesuain lagi. Terima kasih.

- Lif