Diary 4

17 2 0
                                    

Melambungkan harapan hingga titik tertinggi adalah salah satu sifat laki-laki.

🍬🍬🍬

“Lo udah chat tu cewek Lang?” tanya Kelvin pada sahabatnya itu yang tengah men driblee bola berwarna orange dipinggir lapangan.

Hanya anggukan kecil dari Gilang atas pertanyaan sahabatnya itu. Ketika hendak melangkah ke tengah lapangan, netra hitam Gilang menangkap sesosok gadis yang ia targetkan menjadi mangsa berikutnya.

Gadis itu, kini tengah berjalan bersama kedua sahabatnya menuju koperasi sekolah yang tidak jauh dari lapangan basket tempatnya berdiri.

“Terus gimana kemajuannya?” tanya Jevan penasaran.

Tanpa menjawab apapun, Gilang langsung pergi meninggalkan kedua sahabatnya itu dan menghampiri Alisya, gadis yang menjadi mangsanya kali ini.

Kelvin dan Jelvan pun memusatkan pandangan mereka pada kedua insan manusia itu. Dilihatnya sahabatnya itu tengah mengobrol dengan bahan Taruhan mereka.

“Gercep tuh manusia” kekeh Kelvin dengan senang. Namun tidak dengan Jevan, kali ini ia merasa apa yang mereka lakukan salah.

“Apa kita gak salah mangsa?” tanya Jevan sembari tetap menatap gerak-gerik sahabanya itu.

“Emang kenapa?” tanya Kelvin pada laki-laki disampingnya.

“Gue rasa dia cewek baik dan polos. Salah kalau kita mainin dia” ucap Jevan serius. Dia benar-benar serius akan ucapannya. Entah, tapi kali ini ia tidak mendukung apa yang dilakukan kedua sahabatnya itu.

“Yaelah, biasanya juga lo gak peduli siapa target kita. Santai ajalah bro. Dia pasti juga sama kayak cewek-cewek lain, liat harta doang” jawab Kelvin dengan nada enteng. Menyamaratakan setiap wanita adalah hal biasa yang ia lakukan.

Jevan yang mendengar hal itu, tidak berniat menjawab dengan bantahan apapun. Bukan maksud dirinya menyetujui hal itu, hanya saja mengubah persepsi sahabatnya itu tentang makhluk bernama ‘perempuan’ sangat sulit.

Sejak awal ia sering menentang permainan yang kedua sahabatnya lakukan. Tapi tetap saja, namanya laki-laki akan sulit dinasihati. Buktinya mereka berdua.

Disisi lain...

“Maaf Lang. Aku gak maksud buat gak bales chat kamu” ucap Alisya dengan nada menyesal. Yang membuat kedua sahabat dibelakangnya berdecih.

“Ya kalau emang Ica gak bales chat lo, apa urusannya sama lo?” sarkas Renata dengan tangan bersedekap dan menatap tajam laki-laki playboy itu.

“Gue gak ngomong sama lo” jawab Gilang dengan kesal.

“Udah udah jangan pada berantem” lerai Alisya ketika melihat tanda-tanda pertengkaran dari keduanya.

“Ca, ayo katanya mau beli pulpen. Keburu masuk kelas” ajak Victoria yang langsung menarik tangan Alisya tanpa izin. Ketiganya pun langsung berjalan meninggalkan Gilang sendirian.

Alisya yang merasa tidak enak pada Gilang pun menoleh dan mengucapkan maaf dengan sedikit berteriak. “Maaf”.

Setelah sampai dikoperasi, Alisya segera mengutarakan hal yang mengganjal sedari tadi. “Harusnya kalian gak narik aku kayak tadi” ucapnya sembari memilih pulpen.

“Kita kayak gitu, itu biar jauhin lo dari Buaya kayak Gilang” jawab Renata kesal.

“Aku paham. Tapi gak sopan kayak gitu Ta” ucap Alisya menjelaskan.

“Sorry ya Ca. Tapi gue muak liat muka dia” kali ini Victoria yang menjawab dengan raut sedikit menyesal.

Ia tahu bahwa sahabatnya yang satu ini paling tidak bisa menyakiti hati seseorang. Jangankan menyakiti, bertindak sedikit tidak sopan saja sahabatnya itu bisa merasa bersalah berhari-hari.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 05, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

My DiaryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang