dua

15.1K 820 16
                                    

Taman ini sudah sering aku pijaki setelah aku menikah dengan Agam. Sifatnya yang dingin dan tak mau sekalipun beribacara dengan ku, membuat ku harus lebih tegar dan tidak sama sekali bergantung dengannya. Aku tahu, kalau aku adalah perebut kebahagiannya. Memang tak seharusnya aku memilih jalan pernikahan ini. Tapi disaat itu hanya ego ku lah yang menjadi prioritas pertama, dan aku akui kalau aku jatuh cinta pada Agam.

Agam sudah memiliki kekasih bernama Sacha [dibaca : Saca]. Mereka telah menjalin hubungan selama 1 tahun lebih, sampai pada akhirnya Agam harus menikah dengan ku. Awalnya iblis yang ada di otak ku senang dan tertawa riang didalam sana, tapi pada akhirnya sisi baik dari jiwa ku naik. Aku merasa menyesal telah merusak kebagiaan Agam yang sudah kuyakini kalau aku bukanlah salah satu alasannya untuk bahagia.

Biasanya disiang ini aku tak hanya menghabiskan waktu ku di taman ini, setelah memberikan ketenangan barulah aku bertempur kembali. Memasuki dapur yang rapih dari rumah Agam, dengan perlatan masak yang sangat komplit. Aku memulai memasak makanan siang untuk bekal yang akan aku beri langsung ke Agam.

"Non..." sahut seseorang dari belakang ku.

"Ya ampun, Bik! Aku fikir siapa." Balas ku yang kaget akibat kelakukan Bik Sofan.

Bibi masih saja tertawa melihat tingkah dari kelakuan yang disebabkan oleh dia sendiri.

"Bibi sudah diam!" Ketus ku yang sedikit kesal.

Lalu dia berhenti tertawa dan mengelus lengan ku dengan lembut.

"Non ingin masak buat Den Agam?"

Aku mengangguk.

"Mau Bibi bantu?"

Aku menggeleng dan menyuruhnya istirahat dan shalat.

Setelah selesai membuatkan bekal untuk Agam, saatnya aku pergi ke kantornya. Agam melarang keras untuk ku datang ke kantornya, karena itu hanya bisa membuatnya malu saja. Tapi selama ini aku tak pernah diketahui kalau aku adalah istrinya, palingan mereka hanya mengenal Sacha sebagai pacarnya. Huh.

Yang sering ku lakukan adalah menyelinap dan masuk ke ruang direktur, ini selalu ku lakukan tapi tak ada satupun yang melihat ku. Jadi bagi ku tak masalah, selagi Agam makan dengan enak. Ku letakkan renteng bekal dan langsung kutinggalkan ruang direktur, dan sebelum aku keluar menuju pintu aku melihat ada sebuah bingkai foto yang memperlihatkan kemesraan dari Agam dan Sacha. Lalu langsung kutinggalkan ruangan ini sambil menyeka tangisan yang selalu jatuh setiap melihat mereka berdua.

===

Malam harinya seperti biasa sambil menunggu kedatangan Agam, aku sambil mengaji. Ngaji sehabis shalat maghrib. Kata Ayah sekalipun kita sibuk, paling tidak menyempatkan untuk ngaji selembar.

Berselang 15 menit, bel mobil Agam sudah berbunyi. Tapi bukanlah sapaan melainkan sebuah gebrakan pintu yang sama sekali tidak aku suka, aku sendiri sudah meyakini kalau dia sedang dalam keadaan marah.

"Kejora..." teriak Agam diluar. Sedikit ku tegakan badan ku dan segera melepaskan mukena asal.

Disaat aku keluar suda ada Bibi yang berdiri gemetar disamping Agam yang sedang mengamuk.

Kulangkagkan kaki ku untuk mendekat Agam, dia sudah melirik ku dengan tatapan yang sangat tajam. Pasti aku baru melakukan kesalahan deh, tapi apa ya?

Kutunduk kan kepala ku, "Ada apa?" Tanya ku.

Dia berkacak pinggang dan mendekatkan mukanya dikupingku.

"Kamu masih nanya ada apa? Hah? Kamu ngerti nggak sih bahasa Indonesia? Dibilang nggak perlu kekantor, malah terus ke kantor. Apa aku harus pakai bahasa purba baru kamu ngerti dan berhenti ke kantor aku?" Bentak Agam. Aku diam tak bergeming dan masih menahan air mata yang ingin turun ini.

"Kamu ngerti nggak?" Teriak Agam sambil mengambil tangan ku dan menggenggam sangat erat sampai aku meringis kesakitan.

"Akh...aku, maaf Gam. Kumohon lepaskan, ini sakit." Ringis ku yang malah membuatnya tambah kencang mengeratkan pegangannya.

"Aku harus menghukum mu!" Aku langsung ditarik olehnya kearah kamar mandi.

Tubuh ku dibanting olehnya di lantai kamar mandi, dan dia menuangkan air dari bak menggunakan gayung ke seluruh tubuh ku. Aku menangis, dan tak bisa melakukan apa-apa lagi.

"Maaf Gam, maaf!"

"Siapa sih yang mau maafin kamu? Semua orang aja benci sama kamu. Walaupun kamu nggak pernah ketahuan masuk ke ruangan ku, tapi sewaktu-waktu kamu bisa ketangkap dan mempermalukan aku." Bentak Agam yang masih menuangkan air di seluruh tubuhnya yang sudah mendingin.

"Maaf, maaf...ma-ma-af" balas ku yang sudah gemetar.

Dia akhirnya memberhentikan aksinya dan pergi keluar dari kamar mandi dan meninggalkan ku yang masih bergetar dan menangis. Bibi Sofan datang membawakan handuk sambil memeluk ku penuh kehangatan, aku menangis di dipelukannya.

Agam memang sering melakukan hal ini pada ku, semacam kdrt. Tapi cinta yang sudah membutakan segalanya, aku sampai tak punya sama sekali dendam pada Agam. Aku mencintainya, sangat dan masing punya harapan untuk melihatnya mencintai ku.

____________________________

Haloooha~ edisi ke 2 sudah datanggg, ada yang nunggu? Iyaaaa *pede boleh* wkwkwkw :p (gila sendiri penulisnya)

Makasih lah yang udah mau ngelihat cerita ini, xie xie.

Bagi yang suka, vote.

Bagi yang kritikus, komen.

Bagi SILENT READERS, get well soon.

Ngeongfox!

Kejora B. [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang