dua puluh delapan

8.5K 355 3
                                    

- Author -

Dia merasa bahwa rencana yang telah ia susun sedemikian rupa hancur berkeping-keping, dari mulai sikap Agam yang berubah padanya dan tatapan-tatapan mengerikan dari para pekerja rumah Agam. Baginya ini sangat mengerikan.

Tapi dia merasa bahwa mereka bodoh, bodoh karena tidak mengusirnya. Kalau sejak awal mereka sudah tahu bahwa pelakunya dia, lalu kenapa mereka tidak mengusirnya? Dia hanya bisa tertawa licik sambil memandang jendela berlapiskan gorden putih transparan.

Sebelum semuanya terlambat aku memiliki waktu untuk kabur dan membebaskan anak buah ku, batinnya dalam hati.

Hari ini dia berencana untuk membebaskan kedua anak buahnya dan segera merancang pelarian diri.

Kini dengan pakaian serba hitam, mulai dari kacamata, baju hingga syal untuk menutupi setengah wajahnya. Kemudian dia mulai memasuki gerbang kepolisian dengan begitu tenang, menganggap bahwa tidak ada yang terjadi. Padahal jika ia salah melakukan tindakan, maka penjara ini lah yang akan menjadi ujung hidupnya.

===

- Bayu -

Ting...

WhatsApp 1 Message From Sondeng

Sondeng : 10 menit harus hadir, kasus terbaru.

Ugh! Ini bukanlah satu atau dua kalinya dia mengirimkan perintah seperti ini. Tapi ini lah tugas seorang intelligence, semua harus siap pada waktu yang ketua tim tentukan.

Tapi Sondeng bukanlah tim intelligence biasa, bahkan dia bisa diberikan predikat luar binasa. Dengan keahliannya mengatur waktu dan mengajar anggotanya patut di acungi jempol kaki.

Selain pekerjaan menjadi anak buah Agam, aku memang seorang intelijen.

Pagi ini aku harus segera ke kantor kepolisian untuk bertemu dengan Sondeng dan anggota yang lainnya sebelum bekerja untuk memata-matai orang.

Dengan setelan jas hitam dan sebuah alat komunikasi di telinga sudah bisa dikatakan bahwa aku ini bukanlah intelijen, melainkan seorang bodyguard. Itu lucu.

"Selamat pagi Pak Benazir." Sapa ku pada pekerja yang sedang berlalu lalang.

"Selamat pagi Salwa, selamat pagi Mila." Sapa ku lagi pada kedua staff diruangan intelijen.

"Pagi." Sambut mereka barengan dan selalu membuat senyum ku terpancarkan untuk mereka yang sedang sibuk menerima telefon.

"Bay, ditunggu diruang Pak Sondeng." Panggil Dito dari balik pintu yang ia buka setengahnya. Aku pun hanya mengangguk dan membenarkan dasi sebelum bertolak keruangan Sondeng.

"Selamat bertugas!" Ujar Mila sambil menunjukan eye smilenya pada ku. Selalu membuat ku terpesona.

"Sama-sama Mila, kamu juga!" Jawab ku sambil melambaikan tangan padanya dan berharap Salwa akan melihatnya juga, namun ia tetap sibuk dengan desktop dan telefonnya.

Di perjalana menuju ruangan ketua intelijen, aku berusaha untuk menghibur diri untuk bersiul pelan dan menaruh tangan di kedua kantung celana kerja ku.

Tepat di ruang pertemuan antara keluarga dan para tahanan, secara refleks kepala ku mengarah pada satu perempuan dan dua laki-laki yang sedang berbicara dan sesekali tertawa.

Entahlah, aku seperti curiga pada mereka. Apalagi kedua pria itu adalah pelaku perampokan dirumah Sacha tempo lalu. Apa kecurigaan ku mulai terbukti?

Sejak awal aku memang sudah mencurigai gelagat kedua pelaku itu, tapi aku harus lebih memperdalam siapa mereka. Tiba-tiba kaki ini bergerak untuk melangkah mendekati mereka, tapi dengan jarak sekitar 8 meter samar-samar suara wanita itu terdengar. Begitu familiar.

Kejora B. [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang