tiga puluh

12.1K 386 20
                                    

- Author - 

Semua berakhir disini, didalam koridor rumah sakit yang beraroma obat dan dingin. Semua sunyi, sunyi dalam tangisan dan kekhawatiran masing-masing. Memikirkan kondisi gadis yang sedang diberikan penanganan, dan tak henti-hentinya mereka mengucapkan kalimat doa untuk menolong gadis itu. Agam sedang mengutuki dirinya sendiri, dia menangis dalam diam. Menangisi seseorang yang baru ia sadari bahwa ia mencintainya, sambil memperhatikan pintu putih berkaca buram didepannya. 

Anin kemudian melirik Agam, dia mengamati dari sikap Agam sejak mereka bertemu. Dia merasa asing dengannya, apalagi disaat Agam mengaku sebagai suami-nya Jora. Sungguh ini semua membuat Anin bingung, dan tanpa ia sadari ternyata Agam menyadari bahwa wanita ini melihatnya terus.

"Kenapa anda melihat ku seperti itu?" Tanya Agam sambil menaruh kedua tangannya didalam kantong celana.

"Ah tidak, saya hanya ingin mengkla.."

"Anda tidak percaya kalau saya adalah suaminya? begitu?" 

Anin menggeleng, tapi tentu saja ia tetap tidak percaya dengan pria ini. Kalau dia suaminya kenapa baru muncul disaat kondisi Jora kritis, fikir Anin.

"Lalu kenapa anda melihati saya terus?" Agam sama sekali tidak suka dengan tatapan yang Anin berikan padanya, itu sama saja seperti sedang mengintimidasi diam-diam.

"Saya mungkin berburuk sangka pada anda sampai saat ini, tapi bisakah anda memberikan alasan kenapa anda baru datang untuk menemuinya padahal dia sudah lama tinggal bersama saya. Jawab pertanyaan saya agar semuanya jelas, dan tidak ada salah pahaman lagi." tutur Anin dan membuat Agam mati kutu. Diam seribu bahasa itulah peribahasa yang tepat untuk menggambarkan Agam saat ini.

"Apa anda hanya menga..."

"Baiklah akan aku jawab, tapi kumohon kendalikan emosi anda jika saya menjelaskan semuanya!" Anin pun mengangguk.

1...

2...

3...

"Saya mengusirnya..."

"APA?"teriak Anin yang membuat Agam geram dan memasang wajah cemberut, sudah diduga.

"Tenanglah Bu, kalau anda histeris juga tambah membuat saya tidak tenang." bisik Agam dan Anin seperti terbius dengan bisikan itu, pasalnya Anin langsung bungkam dan menatap Agam.

"Saya mengusirnya karena waktu itu ada kesalah pahaman, sekarang saya baru menemuinya. Dia sudah hilang entah kemana, tapi Allah ternyata mengizinkan saya untuk bertemu dengannya kembali. Mumpung disini ada Ibu, saya mau berterima kasih karena telah menjaganya dan merawatnya. Saya seperti memiliki utang budi besar pada Ibu." tutur Agam dengan perasaan yang begitu sedih, entahlah kini rasa sakit didada itu datang kembali.

"Tapi Jora sudah saya anggap sebagai anak saya sendiri.." 

"Ya saya tahu, tapi saya memang harus bersamanya. Jadi setelah dia sembuh maka saya akan membawanya bersama saya." kata-kata itu membuat Anin sedih, dia sama sekali tidak mau melepaskan Jora namun Allah memiliki rencana yang lain. Mungkin Anin akan mengikhlaskan Jora, tapi tetap saja ada rasa yang mengganjel didalam hatinya.

"Tapi mau kah anda tetap memperbolehkan kami untuk bertemu dengannya?" tanya Anin hati-hati.

"Tentu, saya juga tidak akan melarang hal ini. Bukankah kita harus menjaga silahturahmi?" 

Pertemuan mereka diakhiri dengan saling mengucapkan terima kasih, dan Anin memutuskan untuk pulang dan memberitahu kejadian ini pada Burhan. Dia akan tetap mengenang semuanya, Anin sayang Jora. Anin menganggap Jora adalah anaknya, tapi Anin harus tegar dan menerima semuanya. Anin bersyukur karena bisa dipertemukan oleh gadis ceria seperti Jora.

Kejora B. [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang