[6] Pangeran Penyelamat

18 5 0
                                    

Aku terduduk lesu di atas ubin putih yang sebagian besar tertutup oleh sekumpulan debu. Dinding hitam yang menjadi penopang tubuhku juga nampak kusam. Ditempat yang sempit nan tak terurus ini, aku terkurung bersama Joy, gadis yang juga bernasib sama sepertiku.

"Raina! Apa kita akan terus diam sampai manusia iblis itu datang dan membunuh kita seperti yang mereka lakukan pada sandera-an terdahulu?"

Aku tertunduk mendengar ucapan Joy. Memang benar, saat pertama kali aku dibawa ke tempat yang berada ditengah hutan ini, ada banyak orang yang terkurung. Mungkin lebih dari sepuluh. Tapi satu persatu dari mereka dibawa pergi oleh penjahat penjahat yang sering Joy sebut sebagai 'manusia iblis' itu, hingga kini hanya tersisa aku dan Joy.

Tak ada yang tau kemana penjahat itu membawa sandraan-nya pergi, tapi yang pasti mereka tak pernah kembali lagi.

Joy, orang yang sok tahu itu menduga, jika mereka dibawa untuk dibunuh dan diambil organ tubuhnya agar dapat dijual. Tapi jika dipikir kembali, pendapat Joy ada benarnya juga.

Aku hanyalah seorang siswi SMA dari keluarga yang tergolong susah, bahkan aku bisa sekolah
saja berkat beasiswa, lalu untuk apa orang orang itu menculikku? Apa yang mereka inginkan dari
gadis miskin sepertiku? Dan mungkin pendapat Joy bisa menjawab pertanyaanku itu.

"Ya Joy! Kita tak perlu melakukan apapun, kita hanya perlu duduk dan menunggu giliran,"

Apa tadi aku bilang? Giliran? Ya Tuhan, kalau boleh jujur, aku belum siap bertemu denganmu.
Aku menyesal, andai waktu itu aku menginap saja di tokoh dan tidak nekat untuk pulang sendiri di gelap nya malam, pasti sekarang aku sudah berada di atas kasur dan berbaring dengan nyaman.

Memang, setiap sepulang sekolah aku langsung pergi bekerja di salah satu tokoh buku
sederhana untuk memenuhi kebutuhan sekolahku. Sudah kubilang bukan? Jika aku bukanlah dari golongan orang yang serba ada.

Waktu itu aku harus menata buku buku baru yang masih tersimpan di dalam dus, buku itu cukup banyak hingga tanpa aku sadari hari sudah larut malam. Namun dengan bodohnya aku menolak tawaran pemilik tokoh untuk menginap dan memilih untuk pulang, mengabaikan sejuta kejahatan yang selalu mengintai dikegelapan malam.

"Apa yang kamu ucapan Rai! Kita tidak boleh putus asa!"

Ya Benar Joy! tapi apa yang bisa kita perbuat? Tidak ada!

"Sudahlah Joy! Apapun yang kita lakukan akan sia-sia, kamu lihat luka di sekujur tubuhmu? Apa
itu tidak cukup untuk memberimu peringatan?

Joy memandang tubuhnya yang dipenuhi luka lebam bahkan sayatan ringan, bukan hanya Joy, aku juga memilikinya. Namun tak sebanyak Joy, karna aku tak memiliki nyali sebesar Joy yang
selalu berani menentang perkataan penjahat yang menyandera kami.

"Tidak Rai! Kita harus keluar, aku akan berusaha agar kita bisa selamat dan-" Ucapan Joy terhenti, saat kami mendengar suara seperti orang yang sedang membuka gembok
pintu.

"J-joy,"

Aku langsung berdiri dan berjalan mundur. Aku takut, sangat takut. Apakah orang jahat itu kembali? Dan jika iya, apakah ini giliran Joy? Atau aku? Tidak! Aku masih ingin hidup.

Lain dengan aku yang ketakutan, Joy tampak lebih waspada dengan sapu yang kini ada
ditangannya, jangan tanya darimana Joy mendapatkan sapu itu, karna akupun tak tau!
Benar dugaanku, saat pintu terbuka nampak dua orang pria dewasa dengan pakaian berwarna hitam sedangkan yang satu lagi memakai jaket coklat, mereka berdiri diambang pintu dengan seringai di wajahnya.

"Joy! Apa yang kamu lakukan!"
Aku sungguh tidak habis pikir, berani sekali Joy melemparkan sapu kearah pintu yang tentu saja mengenai dua penjahat itu.
Dua Penjahat itu mendekat, mereka menatap kami dengan penuh amarah. Ralat bukan kami, tapi sepertinya tatapan itu lebih ditujukan pada Joy.

Nouvelle [Kumpulan Cerpen]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang