[7] Menjemput Bulan

19 5 0
                                    

Siang itu, dua sahabat kecil sedang menikmati ice cream mereka sehabis bermain petak umpet, di taman bermain sebelah komplek rumah mereka. Keduanya datang ke taman dengan mengendarai sepeda pancal.

"Parviizz sangat suka ice cream, Liora juga?" Parviz berbicara dengan pelat akibat gigi depannya yang berlubang.

"Tentu saja Liora sukaaa! Sejak Liora umur 3 tahun, Liora tidak bisa hidup tanpa ice cream!" Jawab semangat Liora sambil menjilati ice cream nya. Dan mereka menikmati ice cream mereka tanpa perbincangan dengan mulut cemot sana-sini.

DUUKK!!

"AWWW... kepala parviz sakit..." lenguh Parviz dan Liora segera mencari siapa pemilik bola yang sudah mengenai kepala sahabatnya.

Melupakan ice cream mereka yang sudah tergeletak di rerumputan, Liora membawa bola tadi dan menggandeng tangan Parviz hendak memarahi anak-anak yang bermain bola dengan tidak berhati-hati.

"Hei kalian, berhenti bermain! Kalian tahu, bola kalian mengenai kepala Parviz! Cepat minta maaf!" Ucap tegas Liora, tak tahu menahu bila lawan bicara nya lebih tua darinya dan ada 8 anak di lapangan bermain.

Mereka semua yang ada di lapangan pun mendekati Liora.

"Astaga Liora, untuk apa kamu membela bocah idiot itu. Sudahlah, lebih baik kau bermain dengan kami dan biarkan Parviz idiot itu sendirian, dia bocah gila," ucap sarkatis salah satu dari mereka.

Ucapan barusan memancing emosi Liora. Parviz yang sadar suasana akan kacau hanya bisa menunduk takut-takut dan menggenggam tangan Liora kuat-kuat.

"Parviz tidak gila, dia temanku dan selamanya akan menjadi temanku! Sekarang, cepat kalian minta maaf!" Liora benar-benar marah kali ini. Dia tidak akan membiarkan teman terbaiknya terluka.

"Cih! Hati-hati Liora, kau bisa gila juga jika bergaul dengan nya, bisa kumaklumi sih karena kau kan berteman dengan si idiot itu sejak umurmu 3 tahun dan sampai kau berusia 6 tahun. Untuk ucapan maaf nya, haha... kurasa aku tidak perlu mengucapkan nya karena pantas untuk teman idiot mu itu!" Ucap anak itu tak tahu diri.
Liora akhirnya terpancing emosi dan tanpa babibu lagi, gadis itu melempar bola tadi ke muka anak menyebalkan itu.

"Jaga ucapanmu! anak menyebalkan! Ayo Parviz kita pergi." Liora segera membawa Parviz menjauh dari 8 anak tadi takut temannya di bully lagi. Dan semua anak-anak dilapangan kembali bermain tak mau tahu soal Parviz.

Mereka akhirnya memutuskan pulang karena cuaca semakin panas. Saat mengayuh sepeda menuju rumah mereka masing-masing, Parviz mulai membual tidak jelas dan membuat Liora tak tahu harus bagaimana.

Jujur Liora bingung dengan tingkah sahabat nya satu itu, dia tidak mau mengakui jika temanya adalah anak gila karena Parviz adalah teman satu-satunya yang paling setia.

"Parviz tidak gila, Parviz jenius, teman Parviz hanya Liora" setidaknya hal itulah yang Parviz ucapkan berulang kali di sepanjang jalan, hingga Parviz benar-benar tidak konsentrasi dengan sepeda pancalnya dan terus oleng.

"PARVIIIZZ!!! AWAAAAS!!!"

BRAK!

Terlambat sudah, Parviz menabrak stoller bayi hingga membuat sang bayi terjatuh di aspal dengan kepala bercucuran darah.

Ibu yang mendorong stoller itu segera tersadar dari keterkejutan nya dan membawa sang bayi kepelukannya dengan air mata yang terus mengalir.

Parviz sendiri hanya terjungakal dan ketakutan,bocah itu hanya bisa membekap telinganya dan menangis histeris.

"TOLOOONG!" teriak Liora cepat tanggap sambil menenangkan Parviz.

Tak menunggu lama warga sekitar membantu mereka semua.

Nouvelle [Kumpulan Cerpen]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang