9- Berlian Faradilla

52 14 61
                                    


Jam dinding kamar Lia masih menunjukkan pukul sembilan malam. Lia masih diam duduk di kursi menatap kedepan kearah jendela kamarnya, terlihat indah sekali dari sana seluruh gedung-gedung dan jalanan, pula cahaya lampu dimana mana.

Lia masih diam melamun sambil memegang gelang waktu itu pemberian dari Raymond pada saat di pantai. Pikiran Lia masih memikirkan lelaki itu. Entahlah, akhir-akhir ini Lia terasa kepikiran terus dengan Raymond. Pula saat kejadian tadi.

"Ray, Lo orang pertama saat gue masuk sekolah Smaja yang sangat akrab selain Lovyta." ucap Lia masih menatap kosong ke depan.

"Lucu ya, pas waktu itu gue nyasar, pulang dari toilet gak tahu jalan keluar. Untungnya ada lo. Gue suka sifat Lo. Gak lebay ataupun apa-apa, pada saat waktu kita kenal juga sifat Lo ke gue kek udah kenal lama aja, padahal waktu itu gue baru kenal sama Lo."

"Lo tahu gak? Akhir-akhir ini gue selalu mikirin Lo terus. Tapi gue juga bingung, padahal gue juga masih cinta banget sama Arsel. Gue padahal belum sempet kenal dekat sama Arsel. Arsel ke gue kaya orang gak kenal aja, dia menurut gue kayak selalu mentingin Cherry terus. Gue juga gak tahu Arsel itu suka sama Cherry atau enggak."

"Ray. Lo yang selalu bantuin gue. Mau gue Arsel bukan Lo, tapi terima kasih Lo udah mau terus bantuin gue. Meski kadang Lo hanya kasihan sama gue karna Arsel selalu saja dengan Cherry."

Merasa ada yang janggal Lia pun mengubah posisi duduknya menjadi tegak. Ia diam, lalu menoleh kebelakang dan ternyata baru ia sadari mungkin mamanya dari tadi mendengar curhatannya.

"Mama dari tadi disitu?!"

••••

Ismi baru saja membereskan meja makan bekas makan malamnya bersama Lia. Meski hanya berdua tetapi menurutnya sangat hangat. Ismi juga semakin sini berpikir, apa Lia enak hidup tanpa seorang ayah? Hm, Ismi jadi merindukan sosok suaminya dulu.

Suaminya adalah seorang Polisi, lalu setelah Lia baru berusia 10 tahun ia meninggal karna mempunyai penyakit jantung. Sudah agak tua, hanya beda 5 tahun dengan Ismi.

Selang beberapa menit kemudian Ismi sudah beres membereskannya. Hari ini ia tak menyuruh Lia untuk membereskannya, Ismi hanya menyuruh Lia untuk langsung istirahat saja.

Setelah itu Ismi duduk di kursi ruang tengah lalu menyalakan tv nya. Tiba saja dirinya teringat Lia. Biasanya jika Lia belum tidur jam segini pasti Lia kebawah menghampirinya yang sedang asik menonton tv.

Ismi pun kembali mematikan tv-nya dan berjalan ke lantai atas menuju kamar Lia.

Ismi membuka pintu kamar Lia pelan, tiba saja matanya tertuju kearah Lia yang sedang berbicara sendiri menatap kosong kedepan. Ismi masih diam disana dan mendengarkan ucapan yang keluar dari mulut Lia.

Ismi tertegun kala Lia mengucapkan nama diantara Arsel dan Raymond. Ismi tidak tahu mereka berdua siapa. Ismi berpikir mungkin mereka berdua teman baru Lia di SMA Smaja.

Ismi membulatkan matanya ketika melihat Lia menyadari kehadirannya sedari tadi. Ismi pun melangkahkan kakinya kearah Lia.

"Ma? Sejak kapan Mama berdiri disitu?"

"Dari tadi."

"Hah? Dengerin Lia ngomong dong."

"Iya."

Lia membulatkan matanya. Lia sungguh malu, bahkan Mamanya menyaksikan kelemahan dirinya terhadap laki-laki yang Lia cintai. Sungguh malu, karena Ismi tak pernah tahu kalau Lia pernah galau karna seseorang.

Lia memalingkan wajahnya, Ismi tersenyum, ia juga tahu pasti Lia sedang malu olehnya. "Lia, Arsel sama Raymond itu siapa?" tanya Ismi tiba-tiba.

"Mama, gak usah kepo." jawab Lia masih memasang wajah cemberut.

Antara Dua Hati [Slow Update]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang