Bab. 11 "Amatir"

7 0 0
                                    

"Hanya ilusi"

-Geri Angkasa-

Geri dan Freedyan sedang berada di sebuah cafe, mereka berbincang sejenak mengenai orang yang telah memukul Geri.

"Aneh, kok, sampai sekarang gue masih kepikiran sama orang yang udah mukul gue bahkan gue juga berpikir kalau dia yang udah ngebunuh Arina. Gimana menurut lu Freed?" tutur Geri.

"Nggak tau, gue juga berpikir seperti itu tapi apa bener kalau itu pelakunya tapi bisa jadi sih, karena lu bilang dia kaya mencurigakan gitu," ujar Freedyan.

"Hm, pelakunya hebat yah. Apa jangan-jangan dia pelaku yang udah ngebunuh empat mahasiswa itu juga, soalnya kalau di pikir-pikir emang korbannya mahasiswa semua. Tapi, kalau dilihat-lihat kenapa haru mahasiswa? Gue pikir mereka emang pantas mati sih, karena mereka adalah orang yang bejat dan nggak pantes buat hidup," ucap Geri.

"Maksud lu?" Freedyan merasa kebingungan.

"Freed, lu itu nggak tau atau pura-pura bodoh. Asal lu tau keempat mahasiswa yang mati itu adalah temen-temen gue yang paling gue benci bahkan gue selalu berdoa supaya mereka cepat mati, karena mereka selalu ngebully gue di kampus lama gue. Selain mereka ada Arina dan Hailee yang udah jadi korban," jelas Geri.

"Geri, lu itu ngomong apa sih!" seru Freedyan.

"Kalau gue bilang gue adalah algojo si pembunuh gimana? Apa lu percaya?" Pertanyaan dari seorang Geri.

"Algojo apaan?" balas Freedyan.

"Gue adalah algojo dari si pembunuh dan gue yang udah ngebunuh keempat mahasiswa itu. 3 hari yang lalu pada saat Arina mati, orang yang mukul gue itu bukanlah siapa-siapa tapi itu adalah gue sendiri," tutur Geri.

"Apa! Ger, lu jangan mengada-ada deh gue nggak percaya sama omongan lu," balas Freedyan.

"Oh, gak percaya, kalau lu mau bukti tunggu aja bulan depan pasti bakalan ada yang mati, gue nggak bakal kasih tau itu siapa tapi yang jelas kita lihat aja nanti siapa yang bakalan mati," tandas Geri.

Freedyan hanya terdiam mendengar perkataan Geri, ia merasa bahwa Geri hanya bercanda. Kalau memang Geri adalah algojo si pembunuh, mengapa ia mau memberitahukan hal itu kepada Freedyan. Freedyan mulai mengkhawatirkan apa yang dikatakan oleh Geri bahwa bulan depan akan ada korban yang lain.

...

"Bagaimana perkembangan kasus mahasiswa yang mati dibunuh itu, apa kalian sudah menemukan petunjuk untuk menangkap pelaku?" tanya Tn. Ferdi.

"Maaf Pak, kami belum bisa menemukannya," balas seorang petugas.

"Mau sampai kapan kalian seperti ini, sudah banyak korban yang berjatuhan dan banyak  orang juga yang mengeluh tentang kasus ini," tandas Tn. Ferdi.

"Kami akan berusaha keras untuk menemukan pelakunya, kalau begitu kami permisi." Petugas itu berlalu sembari memberi hormat.

"Siapapun pelakunya, aku benar-benar sudah muak, berbulan-bulan aku menyelidiki kasus ini tapi hasilnya selalu nihil. Namun, aku tidak boleh menyerah." Gumam Tn. Ferdi.

Waktupun semakin larut, hujan lebat sedang menyelimuti kota Mulya. Geri menatap ke arah jendela kamarnya melihat rintihan hujan yang lebat disertai petir dan kilat.

"Rasanya aku ingin membuat semua ini menjadi lebih mudah, bagaimana jika korban selanjutnya adalah ..." ucap Geri sendirian sembari memegang sebuah pisau yang ia ayunkan layaknya sedang menari, pisau tajam itu ia goreskan kepada foto-foto korban yang telah mati.

"Kalian yang akan menjadi korban selanjutnya, tinggal beberapa lagi dan ini akan menjadi lebih mudah. Tidak ada seorang pun yang dapat menghentikanku." Gumam Geri.

Tiba-tiba saja seseorang mengetuk pintu kamar Geri.

TOK TOK TOK

CKLEK!

"Geri, kamu lagi ngapain?" Tanya Ny. Fernita.

"Eh Mama, kenapa Ma? Kok, jam segini belum tidur?" ucap Geri.

"Nggak, Mama mau bilang sesuatu sama kamu. Jadi, begini, karena belakangan ini banyak kasus pembunuhan. Mama minta kamu untuk berhati-hati yah sayang, ini juga demi kebaikan kamu," ucap Ny. Fernita.

"Iya Ma, tenang aja kok. Geri udah gede Ma, bisa jaga diri," ujar Geri.

"Iya sayang Mama tau, yaudah kamu tidur yah. Mama kembali ke kamar." Ny. Fernita berlalu meninggalkan kamar Geri.

"Iya Ma, good night." balas Geri.

Geri membaringkan tubuhnya sambil tersenyum dan menatap langit-langit kamarnya.

"Ring Ding Dong" ucap Geri perlahan.

...

Pagi telah tiba dengan cuaca yang sedikit mendung akibat hujan semalam, Freedyan tengah bersiap untuk ke kampus. Mamanya yang sudah pulang ke rumah Papanya menjadikan suasana rumah itu terasa lebih tenang tanpa ocehan yang membuat perasaan Freedyan tersinggung.

DRET DRET!

"Morning bro, udah bangun? Gimana semalam mimpiin gue gak? Tau gak sih semalam gue mimpiin kita lagi dinner, hahaha ..." candaan Hans di balik telpon.

"Hans, lu kesurupan yah, atau lagi galau?" Tanya Freedyan.

"Hehehe ... gak gue bercanda. Lagian kemarin lu sama Geri kemana sih? Pergi nggak ngajak-ngajak gue dasar temen durhaka lu berdua," ketjs Hans.

"Kita ngobrol bentarlah di cafe tempat biasa kita nongkrong, lagian kemarin lu 'kan sibuk jadi gak bisa ikut," tutur Freedyan.

"Yaudah deh, lain kali gue harus ikut yah sayang?" ucap Hans.

"Iya Hans ganteng dan burik," balas Freedyan.

"Yaudah, see you." Hans menutup telpon.

...

"Eh, tadi gue lupa mau bilang sesuatu yang diomongin Geri kemarin, apa gue harus cerita juga ke Hans kalau Geri itu ... Huh, Biarin aja deh, palingan Hans juga gak bakal percaya. Mudah-mudahan aja yang di bilang Geri itu gak bener." Gumam Freedyan.

Geri dan Freedyan kembali bertemu di kampus. Freedyan memandang Geri dengan wajah khawatir, bagaimana bisa seorang Geri adalah algojo dari si pembunuh. Hal yang tidak masuk akal mengingat Geri adalah sosok yang berkepribadian baik, perhatian dan polos sama seperti Freedyan.

Tbc.

**----**

Hallo Gess, i'm kambek.

Maap kalau ada typo aku sibuk banget jadi gak sempat koreksi dengan baik😪

Silakan dibaca and don't forget to voment!🙂

❤❤

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 19, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

HARDESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang