Malam pertama berlalu, pagi di desa itu sangat indah, kini Mark dan Jaemin sedang menyiapkan makanan untuk sarapan. Hidup di desa terpencil tidaklah semudah hidup di kota. Mereka harus memasak dan berusaha membiasakan diri hidup di desa.
Mark duduk berdua bersama Jaemin. Mereka saling tatap, sepertinya kerja sama tim mereka belum terbangun. Tentu saja, mereka baru satu hari saling kenal.
Bahkan Mark terlihat gugup ketika memandang Jaemin. Namun Jaemin seperti biasa ia tidak terlalu memperhatikan Mark.
Kemudian Mark pergi ke kamar Rendy untuk mengajaknya sarapan. Namun ketika berada di depan kamar Rendy, ia masih tertidur pulas. Hal itu membuat Mark tidak tega untuk membangunkannya.
“Rendy masih belum bangun?”
Tiba – tiba saja Jaemin datang dan berada di belakang Mark.
“Sssttt... Nanti dia bangun!” Mark membekap paksa mulut Jaemin dan menjauh sedikit dari kamar Rendy.
Kini posisi Jaemin bersandar di dinding dengan Mark membungkao mulut Jaemin. Hanya saja Mark secara tidak sadar melakukannya. Mereka saling menatap beberapa detik.
“M-maaf!”
Seketika Mark terkekeh dan memalingkan wajahnya karena malu.
“Iya tidak apa apa dokter magang, hmm... Hanya saja, apa kau tidak berpikir untuk menyelesaikannya dengan cepat?” tanya Jaemin dengan tatapannya yang mempesona itu.
“Huh! Kau masih tidak mengerti ya Min?” ucap Mark sembari mengejek.
Seketika tatapan Jaemin menjadi tersipu malu dengan sebutan barunya itu. Bukan hanya itu, bayangkan saja jika rekan Jaemin tahu hal ini. Bisa – bisa dirinya diperbincangkan.
“Kau masih memanggilku seperti itu?” tanya Jaemin kesal.
“Biarin, daripada aku memanggilmu Nana. Bisa bisa rekanmu akan menertawakanmu,” ejek Mark
Jaemin hanya bisa menerima hal itu. Ia mengerucutkan bibirnya karena kesal.
“Menjalankan misi berat, kita harus hati hati. Terlebih lagi trauma Rendy belum hilang. Kita harus pelan pelan,” jelas Mark.
“Jadi tahap pertama, apa yang akan kau lakukan sebagai dokter psikiater?” tanya Jaemin.
Mark sebenarnya belum berani untuk melakukan interogasi. Apalagi ia harus berhati – hati ketika berbicara dengan Rendy. Ia harus benar – benar mempelajari psikologis Rendy. Supaya nantinya, Mark tidak salah langkah.
“Aku akan mengajaknya bicara.”
•
Waktu terus berjalan. Tak disangka hari kedua ini sudah akan berlalu. Hari sudah menjelang sore.
Saat ini, Mark bersama Rendy di ruangan tengah sedang melakukan pendekatan. Mark sebisa mungkin untuk mengajak Rendy bicara. Hanya saja, Mark masih magang ia harus berhati – hati.
Kini Rendy duduk di kursi berhadapan dengan Mark. Setelah berbicara mengenai enak atau tidaknya masakan Mark, kini ia sudah siap untuk melakukan suatu pembicaraan mendalam mengenai tragedi itu.
“Rendy, apa makanan kesukaanmu?” tanya Mark dengan lembut.
Di sisi lain Jaemin mengawasi di ruangan itu. Namun ia menjaga jarak sekitar 10 meter dari tempat duduk Mark dan Rendy. Hal itu dilakukan agar ketika Rendy diwawancarai ia tidak tertekan ataupun merasa tercekang.
“N-nasi goreng.” Kata – kata mulai keluar dari mulut kecilnya yang sebelumnya tidak pernah muncul perkataan apapun.
“Hmmm... Nasi goreng buatan siapa yang kau sukai?” tanya Mark.
KAMU SEDANG MEMBACA
Deserted [HIATUS]
FanfictionCover Desain : @PeriMerah Pernahkah kalian berpikir, bagaimana jika ada seorang dokter dan detektif bekerja sama dalam mengungkap kasus rumit? Begitulah peristiwa yang dialami oleh seorang dokter psikologi magang bernama Seo Mark yang harus merawat...