SEIS✒

22 5 5
                                    

Semua warga sudah berkumpul. Mereka memakai pakaian bebas rapih, tak lupa dengan bapak-bapak yang mengenakan pakaian batik.

Doyoung dengan anak karang taruna lain hanya mengenakan kemeja putih dengan celana hitam panjang. Sungguh berbeda, seperti kelompok pria yang ingin menawarkan barang jualannya.

"Halo Nak Doyoung" Bu Minah, ibunya Anggi. Biasanya beliau selalu membuat teh manis untuk minum warga setelah upacara.

"Ah, halo ibu" sapa semua anggota karang taruna, termasuk Doyoung.

"Kan ibu hanya menyapa Doyoung" Bu Minah bergurau soal itu, ia hanya ingin melihat reaksi dari semua anak karang taruna. Baginya, anak karang taruna sangatlah berwibawa.

"Ahahahaha... Lucu!" Tara tertawa dengan terpaksa, lalu mendapat jitakan dari Taeil.

"Gak sopan!" Ucap Taeil menjitak kepala Tara dengan keras.

"Mari kumpul semuanya, Warga Arum manis" Pak Rt sudah memberi arahan kepada semua warga.

"Heh kok gue baru tau ya nama komplek kita itu Arum Manis" bisik Yuta pada Winwin yang masih tersenyum manis ke semua warga, dan tentunya hanya untuk ibu-ibu.

"Gue sih gak, kan emang dari awal tinggal di sini bergaul sama anak Derim" jawab Winwin asal.

"Derim?" Tanya Yuta heran.

"Dream" jawab Winwin memperjelas, Yuta hanya ber-oh ria saat mendengarnya.
---
Upacara pun dimulai, dengan pembukaan dari Protokol Upacara. Lingkungan sekolah mulai tertib saat mendengar aba-aba dari petugas Upacara.

Lita berdiri di samping barisan Nara. Gadis itu berniat jahil pada sahabatnya ini, ia ingin sekali melihat wajah polos Nara menjadi kesal. Biasanya Nara tidak akan marah jika dijahili siapapun, termasuk Haechan yang jahilnya sangat tidak biasa.

Lita menendang sedikit lekukan lutut Nara. Namun, nihil Nara tidak tumbang saat ditendang. Ia malah tersenyum jahat kepada Lita. Gadis itu langsung menghadap kembali kedepan dan fokus melihat petugas upacara.

"Nara.. kamu fokus banget, di depan ada siapa sih?" Tanya Lita melihat semua petugas Upacara.

"Haha... liat Dejun tuh, lucu banget dia" Nara terkekeh sembari menunjuk petugas pembawa teks UUD 1945.

"Dejun? Kamu suka Dejun?" Tanya Lita, dan dijawab hanya dengan gelengan kepala.

"Gak suka, tapi lucu aja liat dia serius. Biasanya setiap rapat pasti diem mulu dan ngelamun gak jelas. Makanya waktu liat muka seriusnya selucu itu" Jelas Nara.

"Ohh gitu" Lita jadi ikut memperhatikan setiap gerak-gerik Dejun. jika dilihat dari pandangannya, laki-laki itu seperti memendam sesuatu untuk diungkapkan sekarang juga.

"Dejun anaknya begitu ya, Nara?"

Nara menggeleng tidak tahu, ia kembali fokus melihat kedepan. " Dejun berubah setiap saat, kadang dia suka banget galau, kadang kalo ceria mirip Yangyang-

"Kok gak mirip Echan?"

"Echan beda"

"Ohh gitu, berarti Dejun... sama seperti Johnny ya"

"Hahaha.. semua anggota karang taruna begitu kok, tapi yang beda cuma Jisung dan Chenle"

"Hahahahaha"

"Ssttt! Kalian harus diam, nanti saya seret ya dari lapangan ke barisan depan" sahut dari belakang Nara dan Lita, siapa lagi kalau bukan Injun.

"Njun jangan dong..." mohon Lita pada Renjun yang masih diposisinya.

Karang TarunaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang