15. PERINTAH PAPA

28.4K 5.5K 555
                                    

Orang-orangnya cantik, suaranya cantik, bajunya cantik, background-nya cantik, harmonisasinya cantik. Nggak paham deh Red Velvet di Milky Way ini flaw-nya apa. Pusing aku melihat keparipurnaannya. Anyway, welcome back Wendy!!!

Maaf ya guys kalau nge-share produk-produk SM terus huhu. Kalau udah dikutuk jadi SM Stan ya gini. Kayaknya cuma Day6 deh talent dari agency lain yang aku dengerin setiap hari. Tapi semuanya bagus kok. Kembali ke selera masing-masing aja. Industri KPOP mah bagus karena mereka talent oriented, bukan gimmick oriented. Ya nggak? :)

Happy reading
*
*

*

"Dzaki, duduk kamu," suara papanya menghentikan langkah Dzaki yang siap naik ke lantai dua rumah, tempat di mana kamar tidurnya berada.

Waduh, ada apa nih? Kok muka Papa serius amat? pikir Dzaki dalam hati sambil berjalan ke ruang keluarga.

Kedua orang-tuanya duduk berdampingan di three seated sofa sementara dia mengambil tempat duduk di single sofa. Sebenarnya dia lelah sekali hari ini karena baru saja main futsal bareng alumni yang dulunya juga pengurus BEM kampus. 

"Kamu udah makan malam?" mamanya membuka pembicaraan.

Dzaki mengangguk.

"Dari mana aja kamu?" tanya papanya dengan nada tajam. 

Dzaki jadi was-was. Papanya jarang banget seperti ini. Yang mengemban tugas untuk mengomelinya adalah mama dan kakaknya, bukan sang papa. Kalau papanya sudah turun tangan seperti ini, sepertinya hal besar sudah, sedang, atau akan terjadi.

Otaknya jadi memutar hal-hal yang dia lakukan belakangan ini. Apakah ada yang salah? Perasaan dia masih berperilaku seperti biasa. Atau salah satu dosen memberitahu sesuatu pada papanya? Siapa? Bu Dian?

"Abis main futsal sama alumni, Pa," jawab Dzaki kemudian.

"Sampai malem?"

"Biasanya juga gitu. Kan mereka kerja ya sempatnya main kalau pulang ngantor."

Papanya berdecak. "Biasanya? Kalau kebiasaan baik ya nggak pa-pa dilanjutkan, tapi kalau kebiasaan buruk ya mesti diubah."

Apa-apaan ini? Dia melirik mamanya, meminta penjelasan dan pembelaan. Mamanya hanya menggelengkan kepala. 

"Hidup kamu kok kayaknya santai banget, ya? Dibiarin malah makin suka-suka kamu aja. Papa diam bukan berarti nggak merhatiin kamu."

Dzaki menghela nafas. 

"Papa sampai minta tolong ke Bu Dian buat ngasih kamu topik skripsi. Tapi bukannya kamu pelajari dan seriusin eh satu kali pun kamu nggak pernah menemui beliau buat ngomongin itu. Kamu ini mau begini-begini terus?"

Suara papanya meninggi, membuat Dzaki sedikit takut. Dia juga tidak berani mengeluarkan sepatah kata pun sekarang. 

"Kamu kira Papa nggak malu minta tolong kayak gitu ke dosen-dosen kamu? Kalau sayang sama orang-tua ya tolong dong lakukan sesuatu yang benar. Papa nggak ngelarang kamu berorganisasi karena Papa tahu itu juga berguna untuk pengembangan karakter kamu. Tapi bukan berarti karena itu kamu kesampingkan tujuan utama. Udah 22 tahun lebih tapi nggak bisa nentuin skala prioritas. Nggak kayak mahasiswa UI kamu."

Udah bawa-bawa nama besar kampus. Mampus gue.

"KP kamu gimana? Itu Papa sengaja set kamu sekelompok sama Haura supaya KP kamu bisa kelar. Mesti satu smester, ya. Awas aja kamu. Kamu emang nggak pengin cepat lulus kayak teman-teman kamu yang lain?"

"Ya mau, Pa."

"Kalau mau ya kamunya usaha dong. Bukannya main futsal malam-malam, rapat sana sini sampai tengah malam, ngurusin orang-orang yang dikroyok. Itu bukan tanggung jawab kamu. Ngerti yang Papa maksud?"

KERJA PRAKTIKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang