32. Keputusan Besar

22.6K 5K 878
                                    

Jangan lupa cek MV Ten-Paint Me Naked hehehehe

Happy reading
*
*
*

Tidak tahu harus melakukan apa, Haura memberikan senyum tipis pada Dzaki. Gomgom dan Anneke melambaikan tangan dengan kaku. Haura sendiri juga tidak pernah menyangka akan menemukan Dzaki di rumah Prof. Emir dengan status Dzaki sebagai anak kandung.

Dzaki langsung memijit kepalanya. Dia menatap Haura, Gomgom dan Anneke nyalang. "Kalian kok bisa ada di sini? Kok tau rumah gue? Mau ngapain?"

"Mereka ke sini mau ketemu dosennya. Bukan ketemu senior," Prof. Emir menyahut. Prof. Emir lalu menyuruh cucu-cucunya mencium tangan Haura, Gomgom dan Anneke. "Itu murid-murid Eyang. Temen Om Jek juga. Salim dulu."

Setelahnya kedua cucu Prof. Emir meninggalkan ruang tamu, mungkin mencari keberadaan mama Dzaki.

Dzaki duduk di depan Haura setelah meletakkan dua tas bergambar Iron Man di sebelahnya. "Awas kalau lo pada cepu."

"Nggak—"

"Terutama elo, Gom. Awas aja ya. Gue ingetin sekali lagi," Dzaki mengancam Gomgom.

Haura menahan tawa geli. Semalu itu kah Dzaki jika ketahuan? Padahal Haura rasa anak-anak tidak akan berpikir aneh-aneh. Paling hanya kaget lalu kemudian biasa saja. Para mahasiswa punya banyak kepentingan lain selain cuma memikirkan fakta bahwa Dzaki adalah anak salah satu guru besar di kampus mereka.

ART Dzaki meletakkan tiga gelas jus jeruk dan air putih ke atas meja serta sepiring bronis kukus. Prof. Emir mengucapkan terima kasih. Dzaki ditanya ingin minum apa yang kemudian ditolaknya.

"Lo ngapain sih ke sini?" tanya Dzaki pada Haura. Ya. Pada Haura karena Dzaki menatap Haura.

"Oh. Ini. Ada anak S2 yang butuh tanda tangan Prof. Emir. Jadi—"

"Yang pasti bukan nyariin kamu," sela Prof. Emir. "Kakakmu mana? Nggak ikut?"

Dzaki menggeleng. "Mereka kondangan dulu. Entar dua bocah dijemput di sini." Dzaki lalu menatap Gomgom nyalang. "Lo kenapa ngeliatin gue mulu dari tadi?"

"Hah? Gue?" Gomgom menggaruk kepalanya. "Nggak pa-pa," diambilnya segelas jus jeruk yang tersedia. "Saya minum ya, Prof. Haus."

"Oh ya. Silakan. Bronisnya juga dimakan. Jangan malu-malu."

Setelahnya mereka lebih banyak mendengar cerita Prof. Emir saat dia sekolah dulu, dimulai dari saat Prof. Emir lulus dari SMA Negeri 8 Jakarta dan diterima di Teknik Sipil UI, lalu selalu menjadi tiga terbaik di angkatannya kemudian lulus dan bekerja di kontraktor milik negara. Prof. Emir juga menceritakan pengalamannya bekerja di perusahaan asing kemudian memutuskan untuk melanjutkan studi S2 di Amerika. Prof. Emir mengatakan pihak UI memintanya langsung menjadi salah satu pengajar karena kompetensi yang dimilikinya.

Seperti orang tua pada umumnya, Prof. Emir memberikan life lesson kepada mereka seperti terus belajar, tetap mendekatkan diri pada Tuhan, selalu menolong orang lain karena hal itu yang akan memudahkan langkah hidup, dan petuah-petuah lainnya.

"Papa ngomong gitu juga nggak bakal didengerin sama si Gomgom," ucap Dzaki asal.

"Kenapa jadi gue?" Gomgom berkata pelan.

Prof. Emir berdecak. "Jangan samain mereka sama kamu."

Haura menggigit bibir bawahnya untuk menahan tawa. Anneke membekap mulutnya dengan tangan kiri.

Setelah menghabiskan es jeruk dan bronis, Haura, Gomgom dan Anneke pamit pulang.

"Terima kasih, Prof. Hati-hati untuk perjalanannya besok," Haura menutup pertemuan. "Semoga sehat dan sukses mengisi kuliahnya di sana."

KERJA PRAKTIKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang