5. Satu misi berhasil

34 2 3
                                    

Hari ini, tepat di mana pak Hadi kembali ke sekolah setelah bepergian jauh ke luar kota. Aku akan memburu tandatangannya, dan menyiapkan jawaban ketika ditanya mengenai kegiatan.

Sayangnya, aku tak mungkin bisa bareng Zidan ke sana. Pak Hadi sangat membenci jika yang datang padanya adalah lelaki dan perempuan. Kalau lelaki ya sama lelaki, dan perempuan ya sama perempuan. Maka dari itu, aku akan pergi bersama Sasa.

Istirahat pertama datang.

Aku bersiap-siap dan saat melewati meja Zidan,

"Good luck, Zara.." sahut Zidan sambil tersenyum.

Aduhai, hatiku meleleh, Dan.

Aku hanya tersenyum tipis, dan tak berniat menyambut senyuman semanis Zidan. Baju OSIS yang kukenakan juga sudah rapi kusetrika, beserta jilbab putihnya. Maklumlah, orang yang akan kutemui bukan sembarang orang. Dia kepala sekolah.

"Yakin Ra bakalan di ACC hari ini?" Sasa mulai ragu sembari melangkah.

Aku yang dengan hati-hati memegang proposal hanya bisa meyakinkan.

"Yakin dong, jangan ada firasat buruk Sa, nanti bisa terjadi loh. Kebanyakan semua berawal dari firasat buruk," luapku mengingatkan.

"Ya deh, aku positif thinking nih kalo acaranya bakalan lancar. Kan sebulan lagi, harus gercep nih," sambut Sasa sudah berbalik untuk berputar pikiran. Aku lega mendengarnya.

Kami masih di lorong menuju ke kantor kepala sekolah yang cukup jauh dari kelas kami. Sebenarnya aku lelah, belum makan pagi pula tadi pagi saking gugupnya. Dan sekarang harus berhadapan dengan sesuatu yang menguras tenaga pula.

Sesampainya,

"Assalamualaikum.."

"Waalaikumsalam. Masuk!"

Dengan hati-hati kami melangkah.

Pak Hadi sudah maksud kedatangan kami ke sini mau minta tandatangan, soalnya kemarin pembina OSIS memberi kabar perkara program kerja kami.

"Sini proposalnya!" Kata Pak Hadi yang membuat hatiku sebenarnya dag Dig dug.

Kuberikan proposal itu dengan sopan, dan diam menjadi jurus andalanku sebelum ditanya dan dikomentari.

"Sebenarnya bapak sangat setuju program ini, dan bapak nanti insyaallah jika tidak ada halangan akan hadir. Bapak sangat mengapresiasi sekali, program kerja tahun ini berani mengambil resiko yang cukup berat dan mengabdi langsung ke masyarakat. Mengajar TPQ, lomba-lomba, dan pengajian, serta bakti sosial–" ucapannya memuji detail susunan acara yang terpampang di proposal sekaligus menggantung begitu saja membuatku semakin penasaran kala beliau menatap intens bagian rundown acara.

Duh, aku semakin takut jika ada kesalahan penulisan atau apa.

"Sungguh mulia. Apalagi banyak masyarakat yang kurang mampu di sekitar desa Marditani! Dan inilah ajang kalian bersilaturahmi, bersosialisasi, dan belajar bermasyarakat, meskipun hanya 3 hari," beliau menceramahi kami.

"Pesan bapak, untuk bagian dokumentasi nanti bisa membuat video dokumenter tentang kegiatan kalian," sambungnya.

Aku bernafas lega. Tutur kata yang beliau ungkapkan sama sekali tak ada unsur penolakan.

"Terimakasih banyak, Pak," balasku sumringah.

"Sama-sama. Untuk dana anggaran bisa menghubungi Bu Eli ya" imbuhnya lagi.

"Baik, Pak. Terimakasih," balasku tak henti-hentinya menyunggingkan bibir.

Kuambil kembali proposal dengan sopan sambil bersyukur dalam hati. Beliau baik sekali, selalu menjadi tokoh idolaku pokoknya di sekolah ini. Kegiatan sekolah pun dipermudah, itulah salah satu alasan kenapa aku percaya dan yakin bahwa acara ini akan berlangsung. Jurus kunci itu juga yang selalu kupakai buat menguatkan hati Zidan yang kadang cengeng.

Sebelas OktoberTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang