Day 1: A World Made From Chaos

392 46 23
                                    

Pair : Soukoku
Genre : Angst Dystopian
Prompt : World War AU
Warn : Smut, BL, Underage.

——————————————

A World Made From Chaos
Chapter 4

—0—

Kerusuhan di Istana

Suara air yang mengalir dan uap-uap panas berada di kaki-kaki Chuuya seperti kabut di laut pagi. Pikirannya berputar-putar dalam kenyataan bahwa inilah awal dari akhir perjalanan mereka. Ketika Osamu berkata dia akan menetap dan gundah melanda Chuuya.

Apa dia akan pergi? Atau akan menetap?

Bersama Osamu seperti keajaiban. Setiap langkah yang ditujukan bocah itu memberi harapan untuk Chuuya. Ujung dari rencananya adalah surga, selalu dan selalu sampai Chuuya berkali-kali takjub pada bakat dan berkah dalam tubuh penuh perban itu.

Mungkin, tinggal adalah hal yang tepat. Mungkin, Chuuya akan bisa menjalani hidup yang tenang di tempat ini. Mungkin, bersama Osamu semua akan lebih mudah dan menyenangkan.

"Chuuya, aku—"

Derak pintu bergeser mengiringi suara yang memanggil perhatian Chuuya. Ia menoleh dan mendapati Osamu berdiri di ambang pintu dengan sebuah lipatan handuk dan pakaian, membatu, dan menatapnya.

Tubuh Chuuya yang ringkih dengan otot-otot mungil, kulit putih yang memerah akibat panas dan iritasi, air mengalir dari helai-helai jingga serta menetes di bulu mata panjangnya seperti hujan di atas samudra, dan detik itu Osamu mengatakan pada dirinya sendiri bahwa ia jatuh hati.

"Oi," Suara teguran menghentak Osamu. Chuuya bersemu namun tidak berusaha menutup seluruh lekuk dan bagian-bagian yang terukir disana. "Osamu?"

Kini giliran si brunette yang merona. "Chuuya, aku— aku menemukan ini, handuk dan pakaian," jawabnya gugup, "Aku letakkan disini." Kemudian pintu tertutup meninggalkan hawa canggung.

Chuuya mematikan keran, mencoba melupakan kenyataan bahwa ini pertama kali ada yang melihatnya telanjang kemudian lari dengan rona malu. Chuuya hanya bisa tersenyum.

Handuk disapukan pada butir-butir air di tubuh, lalu sebuah celana pendek serta kaus tanpa lengan dipakai. Tidak terlalu besar, pas di badan. Ia keluar dari kamar mandi mencari-cari keberadaan sosok yang menjadi teman pertama di hidup penuh sunyi.

Beruntung sebuah perpustakaan raksasa, dengan begitu banyak rak buku, memiliki beberapa sofa serta kamar mandi di dalamnya. Entah darimana Osamu mendapatkan pakaian ini, namun Chuuya yakin hal baik sedang terjadi.

Osamu duduk di sebuah sofa berdebu, membaca sebuah buku yang ia ambil asal dari salah satu rak. Kemudian Chuuya bergabung dengannya dan mengundang kaget.

"Kau sudah simpan rubik itu?"

"Sudah," Osamu gugup, jujur saja. Padahal malam kemarin dia bisa dengan leluasa bersandar di bahu mungil Chuuya, namun sekarang, bahkan ketika Chuuya tidak melakukan apapun dan hanya bersandar pada punggung sofa sekian jengkal darinya, Osamu gugup. Aroma Chuuya yang segar dan kulit putih terekspos dari kaos tanpa lengan. Celama pendeknya menampakkan kaki penuh luka, namun lekuk daging sekal ingin sekali Osamu tatap lama-lama.

"Chuuya," ia bersuara. "Tempat ini rasanya lebih aman dari gedung itu."

Mata biru tertarik menatap Dazai yang bertopang dagu dan memainkan sebuah pistol. "Lalu?"

"Karena sistem air dan sanitasi sama seperti gedung, lalu ruangan bertanah subur itu, mungkin kehidupan akan kebih mudah disini." Osamu kemudian beralih, menemui lautan dalam yang sedari tadi menunggunya. "Kau tidak mau tinggal disini bersamaku?"

Aglio LatibuleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang