DAUG | 1

23 1 0
                                    

• • •

Bel istirahat telah berbunyi beberapa menit yang lalu. Kini Aletta, Rahma, Ajeng, dan Saskia sedang berada di kantin. Mereka memilih duduk di bangku kosong yang ada di pojok kantin.

"Ki, gue perhatiin si Gavin itu kayaknya curi-curi pandang terus deh sama lo," ucap Rahma membuka suara.

"Ih apaan sih Ma, nggak kok Kia nggak ngerasa diperhatiin," telak Kia.

Aletta yang merasa tertarik dengan topik pembicaraan itu pun mulai angkat suara, "Lo kok tau kalo Gavin curi-curi pandang sama Kia?" tanya Aletta pada Rahma.

Rahma yang mendengar penuturan itu pun berdecak pelan, "Iya-iya lah gue tau kan si Gavin duduk bareng gue, gimana sih Ta?"

"Gue kira si Gavin curi-curi pandang sama Letta, eh ternyata sama Kia," ucap Ajeng.

Aletta yang mendengar namanya disebut pun mendongak, "Lah kok gue?" tanyanya bingung.

"Ya karena lo duduknya bareng sama Kia, jadinya gue salah ngira Ta," jawab Ajeng yang disetujui oleh Rahma dan Saskia.

Perhatian mereka tiba-tiba teralihkan saat mendengar suara riuh dari penjuru kantin. Dari arah pintu kantin, tampaklah empat laki-laki yang melangkah memasuki area kantin.

Netra cokelat teduh milik Aletta sama sekali tidak berkedip, netra cokelatnya sungguh terpaku oleh salah satu dari ke-empat lelaki itu. Gavin, iya dia.

"Lah, si Gavin kok bisa bareng sama mereka?" tanya Ajeng saat melihat Dimas, Rakri, dan Gino murid kelas sebelah, 12 IPA 2.

"Mungkin mereka temenan Je," jawab Saskia yang juga ikut melihat ke arah mereka.

Rahma hanya mengangguk menyetujui ucapan Saskia, namun sesekali ia melirik ke arah Aletta yang hanya melamun menatap ke arah dimana Gavin dan kawan-kawan tadi lewati.

"Di makan neng, keburu dingin tuh bakso!" ucap Rahma yang berhasil membuat Aletta tersadar dari lamunannya.

• • •

Aletta sama sekali tidak bersemangat untuk belajar hari ini dan sekarang lihatlah guru keseniannya itu malah menyuruh murid kelasnya untuk membuat kelompok bernyanyi.

"Satu kelompok isinya dua orang, perempuan dan laki-laki tidak ada penolakan. Untuk lagu silahkan kalian pilih sendiri dan untuk deadline sampai pertemuan berikutnya. Selamat sore," ucap guru itu lalu mulai melangkah meninggalkan kelas karena bel pulang sudah berbunyi.

Setelah kepergian guru itu kelas 12 IPA 1 mulai ramai berteriak memanggil nama seseorang untuk menjadi partner bernyanyi.

Aletta berdecak pelan, mau tidak mau Ia harus mencari partner bernyanyi untuk dirinya. Semuanya demi nilai.

"Aji, lo sama gue ya!" teriak Aletta pada Aji yang duduknya dekat dengan pintu masuk kelas.

Aji menoleh, "Yah sorry Ta, gue udah sama Lily!" balas teriak Aji yang dibalas acungan jempol Aletta.

"Rian, lo sama gue ya!" teriak Aletta lagi.

"Elah Ta telat, gue udah sama ayang beb!" balas Rian sambil melirik kekasihnya yang berdiri di sampingnya.

Aletta mendengus kesal, ini yang paling Ia tidak suka jika memilih kelompok sendiri-sendiri. Ia melirik ke arah teman-temannya yang sudah mendapat partner sendiri-sendiri.

Hingga suara berat itu berhasil membuat Aletta mengalihkan pandangannya.

"Sama gue gimana? Gue juga belum dapet partner nyanyi," ucap Gavin yang sedari tadi memperhatikkan Aletta yang kesusahan mencari partner.

"Hah? Sama lo ya?" tanya Aletta berusaha menutupi rasa gugupnya.

Gavin mengangguk, "Nggak mau? Oh, iya udah gue cari yang la—" ucap Gavin terpotong.

"Iya udah iya sama lo," potong Aletta cepat sebelum Gavin meneruskan kata-katanya.

Gavin mengangguk lalu mengeluarkan ponsel dari saku celana abu-abunya dan menyodorkan ponselnya pada Aletta.

Aletta hanya diam melihat ponsel itu, apa maksud dari Gavin?

"Nggak usah Gav, gue udah punya handphone kok," ucap Aletta dengan mendorong tangan Gavin pelan.

Gavin yang melihat respon Aletta pun hanya terkekeh, "Siapa yang mau kasih lo handphone?"

"Lah, itu tadi lo nyodorin handphone lo?" tanya Aletta dengan menunjuk ponsel Gavin yang masih berada di genggaman lelaki itu.

Gavin terkekeh lalu menggeleng pelan, "Gue minta nomor handphone lo, bukannya mau kasih handphone gue buat lo," ucap Gavin yang berhasil membuat Aletta jadi salah tingkah sendiri.

Malu lo Ta, dasar nggak peka, batin Aletta menggerutu.

"Eh sorry-sorry, gue nggak tau." Aletta segera mengambil ponsel itu dan mulai mengetikkan nomornya di ponsel itu.

Setelah selesai Aletta pun mengembalikkan ponsel itu pada Gavin. Malu sudah dirinya, bisa-bisanya Aletta tidak peka dengan gerak-gerik lelaki itu yang ingin meminta nomor ponselnya.

"Nama lo siapa?" tanya Gavin saat ingin menyimpan nomor Aletta.

"Aletta."

Gavin mengangguk lalu kembali memasukkan ponselnya ke dalam saku celananya, "Iya udah, nanti malam gue chat," ucap Gavin memberitahu Aletta.

Setelah itu Gavin mengambil ransel hitamnya dan mulai melangkah meninggalkan kelas yang mulai terlihat sepi.

Aletta yang melihat kepergian Gavin pun menghela nafas lega. Sudah cukup Ia menahan rasa malunya. Setelahnya, Aletta mulai melangkahkan kakinya meninggalkan kelas menuju gerbang utama sekolah. Sebelum itu Ia sempat mencari keberadaan ketiga sahabatnya, namun tidak ada mungkin mereka sudah pulang duluan. Tidak apa-apa, Aletta sudah terbiasa pulang sendiri.

Kini Aletta sudah berada di gerbang utama sekolahnya lalu perlahan Ia mulai berjalan menuju halte bus yang berada dekat dengan sekolahnya.

Sudah menjadi rutinitasnya semenjak menduduki bangku SMA, Aletta selalu menggunakan transportasi umum baik berangkat sekolah maupun pulang sekolah. Aletta terlalu malas membawa transportasi miliknya sendiri.

Aletta melirik ke arah jam tangannya, jam masih menunjukkan pukul tiga sore jadi jam operasional bus di daerah sekolahnya masih berjalan. Perlahan Aletta mulai beranjak saat netra cokelat teduhnya melihat bus tujuannya datang.

"Neng Aletta tumben sendiri?" tanya sang kenek yang sudah mengenal Aletta sejak lama.

Aletta terkekeh, "Mang Ojo ngeledek aja yah, kan Aletta memang biasanya sendiri," ucap Aletta dengan langkah kaki yang perlahan menaiki tangga bus itu.

Mendengar penuturan Aletta, Mang Ojo pun ikut tertawa, "Bercanda ya neng."

Aletta hanya terkekeh dan duduk di bangku kosong yang dekat dengan jendela. Tempat favoritenya dan bus pun mulai melaju meninggalkan perkarangan sekolah.

Tbc.

Hai! Gimana sama part ini?
Jika ada salah kata atau apapun mohon beri saran dan kritiknya ya🤗

Don't forget to vote and comment!

Dari Aletta Untuk Gavin Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang