DAUG | 5

7 2 0
                                    

• • •

Aletta perlahan turun dari jok belakang motor ninja merah itu. Langit sudah mulai berubah menjadi gelap lengkap dengan sinar rembulan yang menemani gelapnya malam.

"Makasih ya, Gav!"

Gavin membuka helm fullfacenya dan mengangguk, "Gih sana masuk!" perintahnya.

"Hati-hati!" Aletta berbalik membuka pintu gerbangnya dan mulai berjalan menuju rumahnya.

Setelah melihat Aletta yang sudah hilang di balik pintu berwarna cokelat itu, akhirnya Gavin mulai memakai kembali helmnya dan mulai menjalankan motornya dengan kecepatan sedang.

Jarak rumah Aletta dengan dirinya tidak terlalu jauh, hanya berbeda perumahan saja. Kurang lebih lima belas menit, akhirnya Gavin sampai di rumah bernuansa putih miliknya.

Perlahan Gavin melangkahkan kakinya setelah memastikan bahwa Ia telah benar memarkirkan motornya. Pandangan pertama yang Ia lihat adalah sosok Mamahnya yang sedang di rangkul oleh Papahnya.

"Inget umur Pah, udah tua nggak usah deket-deket sama Mamah deh."

Sontak keduanya menoleh saat mendengar suara anak lelaki satu-satunya. Rudi, sang Papah mendelik tidak suka pada Gavin.

"Iri bilang bos!" balas Rudi tidak mau kalah.

Gavin berjalan mendekat ke arah orang tuanya dan ikut mendudukkan dirinya di samping Lina, "Mamah tuh cuma punya Gavin seorang!" Dengan cepat Gavin ikut merangkul pundak sang Mamah.

Lina yang mendengar perdebatan itu pun hanya menggeleng heran, jika sudah di satukan seperti ini pasti selalu berdebat dan sudah di pastikan yang di debatkan itu hal yang tidak penting.

"Enak aja! Mamah itu istrinya Papah, jadi Mamah cuma punya Papah seorang!" telak Rudi yang masih tidak ingin kalah.

Gavin yang baru saja ingin membalas ucapan Rudi terhenti kala Lina langsung menutup mulutnya.

"Diem deh, kalian ini kalo udah di satuin begini pasti ngeributin nggak jelas," ucap Lina dengan menatap kedua lelaki di hadapannya. "kalo mau ribut, sana di lapangan ganggu Mamah aja!" lanjutnya.

"Gavin tuh Mah, ngajakin Papah ribut mulu tuh!"

"Kalo Papah ngalah, Gavin nggak mungkin ngajakin Papah ribut mulu."

"Bodo amat, Mamah cuma punya Papah seorang!"

"Persetan dengan Papah, pokoknya punya Gavin!"

"Ngomong ap—"

"BERISIK DEH! MAMAH TUH CUMA PUNYA AIRA!" teriak seorang gadis cilik yang berlari menuruni tangga dan langsung memeluk sang Mamah posesife.

Gavin dan Rudi yang mendengar teriakan nyaring gadis cilik itu hanya menutup kedua telinga mereka. Sedangkan Lina Ia tersenyum melihat kedatangan puteri kecilnya, Aira Idriana.

"Kamu tuh kebiasaan banget sih dek, teriak-teriak kayak begitu!" kesal Gavin sambil mengusap kedua telinganya yang terasa berdengung.

"Princess, kasian ini telinga Papah di kasih teriakan nyaring kamu terus." Rudi ikut mengusap kedua telinganya yang terasa berdengung.

Aira menyembulkan kepalanya, "Biarin aja! Aira sebel sama abang, Papah juga ngeselin!" semburnya pada kedua lelaki di hadapannya.

Gavin mengedikkan kedua bahunya saat menangkap isyarat bertanya Rudi.

Lina yang sedari tadi memperhatikkan tingkah kedua lelakinya itu hanya terkekeh, "Kalian lupa?" tanyanya yang dibalas kerutan dahi keduanya.

"Kemarin kamu janji apa sama Aira, Pah?"

Dari Aletta Untuk Gavin Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang