Bagian 10: Korban (2)

25.3K 2.1K 79
                                    

Warning: Bab ini ada adegan radak dewasa, ya. Jadi, yang belum cukup umur, silakan dilewati.😊

Jangan lupa tinggalkan jejak, ya. Koreksi kalau ada kesalahan.🤗

Binar keluar dari kamar mandi sambil mengusap-usap rambutnya yang basah dengan handuk. Tubuh rampingnya sudah terbungkus piama merah berbahan satin, bersiap-siap tidur. Dia melangkah menuju ranjang, mengempaskan diri ke atas kasur, selagi napas lega terembus dari hidung. Seharian mengurus pelatihan karyawan membuat seluruh tubuhnya remuk redam. Ini kesempatannya untuk memanjakan diri sendiri sebelum kembali beraktivitas keesokan hari.

Netra berpupil hitam itu melirik ranjang single yang bersisian dengan ranjangnya, mencari keberadaan Nadia yang belum juga kelihatan batang hidungnya setelah makan malam bersama tadi. Binar memang kebagian sekamar dengan Nadia, sedangkan Puput dengan Ayu, dan Baskara dengan Raymon. Mereka harus menginap selama dua hari satu malam untuk mempersiapkan pelatihan yang masih berlanjut esok hari.

Mengabaikan hal tersebut, Binar pun bersiap untuk tidur. Kelopak matanya terasa berat, minta untuk segera dipejamkan. Setelah menyetel alarm dan meletakkan ponsel di atas nakas samping ranjang, perempuan itu menarik selimut hingga sebatas perut. Namun, matanya yang hampir memejam langsung terbuka kembali saat mendengar derit pintu yang terbuka. Menampakkan seorang gadis berkerudung abu-abu yang masih mengenakan kemeja putih dan rok panjang hitam—setelan sejak pagi tadi.

"Nad, dari mana aja kamu?" tanyanya sembari mengubah posisi menjadi duduk.

"Nar, aku minta tolong, boleh?" Alih-alih menjawab pertanyaan Binar, perempuan berkerudung itu justru melemparkan pertanyaan kembali.

Raut wajah penuh kekhawatiran itu berhasil ditangkap oleh netra Binar. Tanpa sadar, kepalanya mengangguk, mengiakan permintaan Nadia. Mengabaikan rencana sebelumnya—tidur lebih awal. "Minta tolong apa, Nad?" tanyanya sambil menyibak selimut.

Nadia duduk di sisi ranjang Binar, lantas menyerahkan nampan yang di atasnya sudah ada semangkuk bubur ayam, segelas air mineral, dua tablet pil, dan termometer. "Tadi, Pak Kara minta aku buat beli bubur sama obat dan disuruh anter ke kamarnya. Aku ada urusan mendadak, Nar. Dia tadi nelepon dan kasih kabar kalau terlibat kecelakaan kecil waktu pulang."

Dahi Binar mengernyit. Tak paham 'dia' yang dimaksud rekan kerjanya itu. Kendatipun demikian, dia tetap menerima nampan tersebut sembari menunggu respons dari perempuan di depannya.

Mengerti dengan kebingungan Binar, Nadia pun langsung menyahut lirih, "Karyawan baru."

"Oh." Binar ber-oh ria sambil menganggut-anggut.

"Aku minta tolong, ya, Nar." Nadia menggenggam tangan kanan Binar sambil menatap perempuan itu penuh harap agar rekan kerjanya itu luluh dan mau membantu. Pasalnya, dia tidak bisa mengabaikan permintaan atasannya. Namun, di sisi lain, ada seseorang yang membutuhkan bantuannya juga, bahkan keadaan orang itu lebih mendesak.

"Hm. Kamu tenang aja. Biar aku yang urus ini."

"Makasih, ya, Nar." Perempuan berwajah bulat itu tersenyum semringah, kemudian menghambur ke dalam pelukan Binar. "Aku pergi dulu, ya," pungkasnya, kemudian beranjak pergi setelah mengambil tas selempang di atas nakas.

Sepeninggalan Nadia, Binar masih terdiam di atas ranjang. Keraguan tiba-tiba menyergap, menjalar ke seluruh hatinya. Setelah menimbang-nimbang beberapa jenak, perempuan itu akhirnya beranjak dari ranjang. Menyisir rambut yang masih basah, mengambil key card, kemudian keluar kamar seraya membawa nampan tadi dan berjalan menuju kamar Baskara yang kebetulan letaknya berhadapan-hadapan dengan kamarnya.

Kembali [Selesai] 👉 INNOVELTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang