Chapter 3

168 15 64
                                    

WARNING
1. Lime
2. Un-Betaed
3. DONT LIKE DONT READ

Lets Enjoy~~~

CHAPTER 3
.
.
.
.
.
.

Dua hari sejak kepergian Yizhou, tak satupun telepon atau pesan untuknya. Tak ada kabar. Yizhou seperti hilang di telan bumi. 

Liu Haikuan duduk di balkon apartemennya. Semilir angin menerpa wajahnya lembut. Untaian rambutnya pun bergerak lambat. Dia menatap cakrawala yang telah menjingga. Menunggu seseorang yang entah kapan akan kembali.

Ponselnya bergetar. Sejak kemarin beberapa panggilan masuk dia biarkan tak terjawab. Belasan pesan tak dia buka. Dia ingin Yizhou-nya yang melakukan itu semua. Tapi, sesering apapun dia menoleh ke arah ponselnya yang berada di sampingnya, nama dr. Cao lah yang tertera di sana.

'Mengapa justru orang lain yang sering menelponnya? Mengapa Yizhou-nya tak sekalipun memberinya kabar? Apakah dia telah dilupakan? Apakah 10 tahun telah membuat Yizhou-nya bosan? Apakah alasan Yizhou-nya menduakannya karena dirinya? Lalu, kalau memang seperti itu---dimana letak kesalahannya? Dimana letak kekurangannya?' pikirnya.

Ponselnya kembali berdering. Nama yang sama terpampang pada layar ponselnya. Merasa tidak enak hati, mau tak mau dia pun menekan tombol ikon telepon berwarna hijau.

"Halo dr. Cao." sapanya

"Aku pernah bilang, panggil saja Yuchen. Kalau kau merasa canggung, aku tidak keberatan dipanggil Chen-Ge," ujar Cao Yuchen.

Seulas senyum menghiasi wajahnya. "Baiklah kalau memang begitu. Jadi, Chen-Ge ada apa menelponku?"

"Apa kau sudah makan? Lalu, apa kau sudah menulis kegiatanmu hari ini dan bermain teka teki silang?" tanyanya berentetan.

Haah?! Dia melupakan lagi jadwal makannya. Masalah dengan Yizhou membuatnya melupakan segalanya. Sungguh kontra, ketika saat ini mungkin Yizhou-nya tak peduli padanya.

"Belum, sebentar lagi aku pasti makan. Chen-Ge tidak perlu khawatir," ujarnya.

"Baiklah kalau begitu. Lalu, kenapa tidak menjawab teleponku atau sekedar membalas pesan yang kukirim?"

"Maafkan aku Ge," ujarnya merasa tidak enak hati.

"Kau tidak perlu meminta maaf. Aku hanya khawatir saja," ujar dr. Cao. Kelembutan yang terdengar dari suaranya membuatnya sedih. Bahkan dia bisa merasakan nada kekhawatiran di sana. Mengapa Yizhou-nya tidak seperti itu? Jauh di lubuk hatinya, pertanyaan yang sama juga berlaku untuk dr. Cao, mengapa dr. Cao begitu perhatian padanya?.

"Hei, apa kau tak apa?" tanya suara penuh khawatir itu.

"Hmm," jawabnya seraya mengangguk seolah-olah, dr. Cao bisa melihatnya. 

"Baguslah. Ku hubungi lagi nanti. Jangan lupa makan dan lakukan terapi seperti yang aku katakan padamu, oke?" ujar dr. Cao

"Oke Ge," jawabnya

Sambungan telepon berakhir. Dia beranjak dari duduknya menuju dapur. Membuka kulkas. Berniat akan memasak telur dadar. Namun, setelah sekian lama berdiri di depan kulkas---dia tidak tahu bagaimana cara membuatnya. Dia tidak tahu harus berbuat apa dengan telur yang tertata rapi di rak bagian atas kulkas. Dia tertegun setelah mengetahui dia lupa bagaimana membuat telur dadar. Dia juga tidak tahu harus merasakan apa. Dia telah kehilangan kemampuannya menjahit luka pasca operasi. Sekarang, menggoreng telur dadar saja---dia juga tidak bisa.

Satu-satunya yang terpikirkan olehnya adalah menghubungi Yizhou. Selama dua hari tak ada kabar, dia berusaha menghubunginya. Namun tak ada yang berhasil. Dia berharap hari ini adalah hari keberuntungannya. Dia men-dial nomor Yizhou. Terdengar bunyi tut sebanyak 3 kali. Lalu, suara Yizhou mengatakan, "Halo."

The VowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang