Chap 2

4.2K 513 108
                                    

Shizune menatap gadis yang sedang duduk sembari menundukkan wajah di hadapannya itu dengan tatapan ragu. Dalam hati ia ingin bertanya sekali lagi meski nyatanya pertanyaan itu sudah berulang kali ia tanyakan dan selalu mendapatkan jawaban yang sama pula.

"Aku tanya sekali lagi padamu. Apa kau yakin dengan semua ini? Maksudku, apa memang ini sudah menjadi keputusanmu?" tanyanya tegas.

"Kalau aku tidak yakin, sejak awal aku tidak akan berada disini dan duduk berhadapan denganmu, Shizune-nee." jawaban yang terdengar seperti gumaman itu membuat Shizune, wanita yang berpropesi sebagai dokter obgyn itu menghela napas kasar.

"Kau masih punya waktu untuk membatalkan semua." sergah Shizune masih mencoba untuk meyakinkan gadis di hadapannya untuk menarik keyakinannya.

"Shizune-nee? Kau serius masih bersikeras untuk menggoyahkan keyakinanku bahkan setelah aku menjalani inseminasi dan tinggal menunggu hasilnya saja?" tatapan tak percaya terpatri di wajah cantiknya.

Dalam hati ia masih bertanya-tanya. Bahkan setelah sampai sejauh ini, apa wanita yang sudah dianggapnya sebagai kakak itu masih punya tenaga untuk membuatnya mundur padahal tinggal selangkah ia mendapat hasil dari apa yang dipilihnya.

"Hina—"

"Maaf karena aku sudah lancang." sanggah Hinata memotong ucapan Shizune yang sudah berada diujung lidahnya.

Ametshyt-nya bergulir menatap kearah lain, tak berani menatap sepasang iris arang yang balas menatapnya dalam diam.

"Seharusnya aku tidak melakukannya." sambungnya berupa gumaman.

Shizune menatap gadis yang duduk dihadapannya itu penuh arti.

Hinata Hyuuga namanya, gadis berparas cantik yang menjadi yatim piatu kala usinya baru menginjak 7 tahun. Seluruh keluarganya meninggal dalam insiden gempa yang mengguncang kota kelahirannya, tak ada yang selamat, bahkan adiknya yang pada saat itu masih berada di dalam kandungan sang Ibu juga turut pergi meninggalkannya sebelum sempat melihat seperti apa dunia.

Tak ada sanak saudara yang mau merawatnya. Mereka semua justru berlomba untuk menguasai harta peninggalan orang tuanya. Berkata jika mereka berduka namun nyatanya mereka justru bahagia.

Orang tuanya memiliki usaha kecil-kecilan yaitu sebuah toko kue yang terletak tidak jauh dari alun-alun kota. Hal itu menyebabkan toko milik orang tuanya selalu ramai di kunjungi pembeli dan membuat usaha orang tuanya maju hingga bisa membuka beberapa cabang di beberapa lokasi lain. Hal itu tentu saja juga karena campur tangan Ibu Hinata yang selalu menyumbang ide untuk membuat aneka kue baru yang selalu laris manis.

Almarhum Ibu Hinata merupakan pâtissier yang handal dibidangnya.

Bisa dibilang, kerabat mereka iri terhadap kehidupan orang tuanya yang bisa dibilang selalu sejahtera. Dan akibat insiden tersebut, mereka berlomba memakai topeng untuk memainkan peran sebagai sosok yang peduli pada Hinata.

Berkata akan merawat Hinata dan membesarkannya dengan penuh cinta namun nyatanya justru sebaliknya.

Mereka yang mengaku sebagai saudaranya justru menelantarkan Hinata. Tak ada satupun dari mereka yang benar-benar peduli terhadap Hinata, mereka lebih memilih untuk memikirkan cara agar bisa menguasai seluruh peninggalan kedua orang tuanya dan mendepaknya setelah berhasil.

Sungguh ironis.

Padahal Ayah dan Ibunya selalu bersikap baik pada mereka bahkan tak jarang membantu mereka yang selalu datang untuk meminjam uang atau sekedar meminta bantuan.

I LOVE ❤Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang