"Tidak sepenuhnya benar bahwa kita sendiri yang mempersulit kehidupan. Akan tetapi faktor keadaan juga turut serta dalam menyengsarakan."
Einstein
Disini lagi, di sebuah kelas paling ujung yang terletak pada lantai lima sekolah EHS. Sebuah kelas ber cat putih polos yang tidak ada menarik - menariknya sama sekali. Di belakang kelas hanya terdapat sebuah bola dunia dan lukisan para pahlawan yang berjejer rapi.
Shanz memasuki kelas tersebut yang tampaknya sudah sedikit ramai. Ini adalah hari kedua nya membiasakan diri di kelas baru dan teman - teman sekelas barunya. Akan tetapi Shanz belum mengenal mereka, mungkin hanya Evelin saja karena memang duduk sebangku dengan nya.
"Shit," umpatnya. Seseorang menghalangi jalanya dengan kaki, Shanz menoleh orang tersebut dan ternyata ia adalah laki - laki kemarin yang menantangnya.
"Ngapain lo halangin jalan gue?" Shanz menendang tulang keringnya hingga membuat laki - laki itu meringis kesakitan.
"Lo nendang tulang kering gue serius gak ngotak banget," teriaknya.
"Payah. Dasar banci."
Singkat, padat dan jelas. Ucapan Shanz barusan membuat lelaki itu menatap tajam ke arahnya. Ia tidak terima dikatakan seperti itu.
"Dasar lu anak tuyol pendek amat," ucapnya sambil mengacak rambut Shanz dan pergi mendahuluinya menuju bangku.
Shanz mempercepat langkahnya, ketika menghampiri bangku lelaki itu ia ingin hanya mengacak rambut lelaki menyebalkan itu, namun berhubung Xan itu botak, Shanz malah menarik dasi dan baju nya hingga berantakan.
"Woii" teriaknya yang tidak di pedulikan Shanz sama sekali. Gadis itu tetap berjalan menuju bangku nya dengan santai.
"Udah gue rapihkan nih baju malah di acak - acak. Dasar cewek gila!" gerutu nya.
Namun siapa perduli? Shanz memutar kedua bola matanya tanpa merasa iba sedikitpun. Apalagi merasa bersalah. Siapa suruh mencari urusan dengannya, Shanz tidak akan memulai terlebih dahulu jika bukan orang itu yang memulainya. Ibarat sebuah lebah jika disentuh maka akan menyengat, kira - kira seperti itulah Shanz.
Tak lama Evelin datang dengan nafas tidak beraturan, "Gue hampir telat."
"Nah ini satu lagi. Mau ngatain gue apaan lagi hah? Mau ngatain bencong sama gue?"
"Apaan sih lu gue baru datang udah di cerocosin. Btw mulut Lo bau lagi," ucap Evelin yang sontak membuat lelaki itu duduk kembali dan mengecek nafasnya.
"Bohong lu, nafas gue gak bau."
"Serah lu."
Evelin menyalakan saklar kipas angin di kelasnya karena ia cukup gerah setelah berlari menuju gerbang sekolah yang hampir saja akan ditutup. Untungnya satpam nya baik, ia mengizinkan Evelin masuk. Lagipula Evelin telat bersamaan dengan berdering nya bell sekolah, hingga telatnya hanya beberapa detik saja.
Tak lama suasana kelas semakin berisik ketika salah satu diantara mereka mengatakan seorang guru sedang berjalan ke arah kelas Pluto. Mereka sibuk merapikan pakainya dan berpenampilan se rapi mungkin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Einstein Student (On Going)
Подростковая литература[FOLLOW SEBELUM BACA] Bagaimana rasanya jika kalian sekolah di SMA ternama dunia? Persaingan yang sangat ketat dan memilki lawan dari seluruh penjuru dunia? Bahkan mereka adalah orang-orang genius. Lebih baik kau mundur saja sejak awal jika tidak b...