FOREWORD: Penulis amatir. Bacaan ini diperuntukan kepada pembaca berumur 18+. Tulisan ini mengandung sexual content, strong language, dan violence. Jika ada kesamaan nama, tempat, atau jalan cerita itu hanya kebetulan semata. Apologize in advance jika terdapat typo, kesalahan pemilihan diksi, ejaan yang salah dan penulisan yang tak rapi. Bacaan ini dibuat untuk menghibur. And please do not copy my story without my permission.
Backsound: Taylor Swift - Starlight, Sparks Fly.
Just read and enjoy~
CHAPTER FOUR
Henrietta tak pernah mendengar kata-kata sevulgar itu seumur hidupnya! Bahkan kakaknya yang mesum sekalipun tidak berani berkata-kata segamblang itu. Perasaannya diliputi rasa cemburu, marah, jengkel dan ingin mencekik orang. Henrietta berusaha berpikir tenang, mungkin Tuhan memang sedang mencobainya. Apakah Grisell alasan mengapa Justin memutuskannya? Sulit dipercaya Justin lebih memilih seorang pelacur dibanding Henrietta. Namun lagi-lagi Henrietta harus berpikir jernih dan tak meninggikan suaranya. Tidak, tidak mungkin Justin memilih pilihan murahan seperti itu. Mengapa Justin harus menjalin cinta dengan seorang pelacur yang pasti akan merusak reputasinya dibanding dapat menjalin cinta dengan Henrietta yang sudah jelas-jelas adalah anak dari Lord Clopton—pria yang berteman dengan Ayah Justin?
"Lord Moore tidak akan melakukan hal serendah itu, Miss Parnell. Aku mengenalnya lebih jauh daripada kau! Seharusnya aku sudah menduga kau akan mengatakan kebohongan demi merusak reputasi Lord Moore," ujar Henrietta berusaha tidak menjambak rambut Grisell yang tergerai namun dihiasi bunga-bunga di sekitar kepalanya, seperi taman kecil yang indah. Henrietta mengalihkan pandangannya pada Lord Moore lalu berkata dengan tegas. "Dengan segala hormat, My Lord, kurasa tidak akan dianggap bagus bila kau tetap memelihara Miss Parnell di rumahmu."
"Memelihara katamu? Aku jelas lebih tahu Lord Moore dibanding dirimu, Lady Clopton. Apa kau pernah merasakan kejantanannya? Oh, demi Tuhan rasanya sangat nikmat saat—"
"Cukup, Miss Parnell," Justin memotong ucapan Grisell secepat mungkin lalu mendorong lengan Grisell akan mundur ke belakang. Henrietta tak pernah mendengar kata 'kejantanan' keluar dari mulut seorang wanita! Dan orang Inggris mana pun tahu bahwa membicarakan organ tubuh sendiri atau lawan jenis sangat tak pantas dibicarakan. Tapi lihatlah apa yang pelacur itu baru katakan! Henrietta bisa menjerit saat itu juga dan berlari menjambak rambut Grisell. Namun kedatangan Cornelius yang tiba-tiba menghentikannya.
Pria berkumis itu membungkuk memberi hormat pada ketiganya, lalu ia tersenyum ramah pada Henrietta. "Merupakan kejutan menyegarkan atas kedatanganmu, Lady Clopton. Apakah ada yang bisa kubantu?" Tanya Cornelius memberi senyum tipis. Jika Cornelius tidak datang saat itu juga, Justin tahu, ia pasti akan menyeret-nyeret Grisell pergi dari hadapan Henrietta dan memukul bokong wanita muda itu. Justin bisa melihat bagaimana tangan kecil Grisell mengepal begitu Henrietta berbicara pada Justin seolah-olah Grisell adalah binatang. Memelihara. Justin tidak setuju dengan kata itu juga, terlalu kasar bagi Grisell yang sensitif. Justin cepat-cepat menjawab meski pertanyaan bukan ditujukan padanya.
"Tentu saja, Cornelius. Bisakah kau mengantar Lady Clopton ke kereta kudanya? Aku harus berbicara dengan Miss Parnell mengenai beberapa hal," ucap Justin pada kepala pelayannya itu, lalu ia beralih pada Henrietta. "Aku akan datang sore nanti ke rumahmu,"
"Kau tidak perlu mengantarku ke kereta kudaku, Cornelius. Dan kau tidak perlu datang ke rumahku, Lord Moore, semua yang kulihat sudah menjelaskan segalanya. Selamat pagi," ucap Henrietta membungkuk sopan, lalu menegakkan punggungnya. Dagunya terangkat ke atas seperti para putri bangsawan lainnya. Rasanya Grisell ingin meludah melihat kesombongan mereka dalam berpakaian, bergerak, bahkan bernafas! Cornelius tetap mengikuti Henrietta dari belakang, meninggalkan Justin dan Grisell di tempat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lucky Slut
Historical Fiction[1st series of The Lucky series] Grisell Parnell tidak ingin menjadi Lady Moore seumur hidupnya. Ia tidak begitu menyukai gagasan menjadi seorang Lady yang harus membungkuk dan tersenyum setelah diperkenalkan dengan seseorang, memakan sayur menggun...