Chapter 5

25.1K 1.8K 41
                                    

FOREWORD: Penulis amatir. Bacaan ini diperuntukan kepada pembaca berumur 18+. Tulisan ini mengandung sexual content, strong language, dan violence. Jika ada kesamaan nama, tempat, atau jalan cerita itu hanya kebetulan semata. Apologize in advance jika terdapat typo, kesalahan pemilihan diksi, ejaan yang salah dan penulisan yang tak rapi. Bacaan ini dibuat untuk menghibur. And please do not copy my story without my permission. 

Genre: Historical-Romance

Backsound: Taylor Swift - Starlight, Sparks Fly.

Just read and enjoy~

CHAPTER FIVE

            "Henry... akhirnya memakan... sa-sa...?" Grisell memandang Justin dengan ragu. Pria itu membungkuk di hadapannya, bertumpu dengan kedua tangan terlipat di atas meja sementara Grisell duduk di atas kursi kerja Justin. Melihat tidak ada tanda bantuan dari Justin, Grisell kembali memandang kata yang sulit dieja itu. Kemudian dengan bibir bergetar, ia membaca lagi. "Henry akhirnya memakan... sa-sa-say..."

            "Sayu..."

            "Sayu... sayur itu." Sebuah senyum bangga muncul di wajah Grisell saat ia berhasil membaca kalimat yang lain di novel itu. Ia mengangkat kembali pandangannya menatap Justin lalu terkesiap menyadari betapa dekatnya wajah mereka. Bibir Justin membentuk lengkungan setengah lingkaran hingga gigi putihnya kelihatan kontras dengan kulit cokelat keemasannya. Sangat maskulin. Aroma cologne mahal tercium hidung Grisell membuktikan bahwa pria itu memang pria yang senang memakai barang-barang yang mahal. Tapi tidak memperlihatkan bahwa pria itu manja. Mata Grisell terpaku di bibir itu lagi, memikirkan bagaimana rasanya bila ia kecup. Saat Grisell ingin memajukan wajahnya, pria itu merusak segalanya dengan suara berat.

            "Perkembangan yang bagus. Mari kita coba kalimat selanjutnya," ucap Justin menunjuk kalimat setelah titik di kata terakhir yang Grisell baca. Mata biru Grisell melihat kata yang ditunjuk Justin kemudian mengejanya dalam otak sebelum mengeluarkannya dari mulut.

            "Mes-meski Ibu Henry dapat melihat... cepatnya?"

            "Anaknya," ucap Justin memperbaiki. "Meski Ibu Henry dapat melihat anaknya..."

            "Eng...gan memakan sayurnya, ia te...tap?" Grisell mengangkat pandangan penuh keraguan pada Justin, namun pria itu mengangguk kepalanya. Grisell tersenyum lebar saat ia tahu ia membacanya benar, meski terbata-bata. "Ia tetap bang..ga pada anaknya. Ia tetap bangga pada anaknya." Grisell menutup bukunya sedetik kemudian. Justin memberi tatapan protes, ia belum selesai mengajar Grisell. Bahkan Tuhan dan Justin tahu, Grisell baru membaca kalimat ketiga dari paragraf pertama di halaman pertama. Bukannya takut melihat tatapan Justin yang bisa membakar buku yang ditutup Grisell, senyum wanita itu semakin lebar.

            "Kita belum selesai, Miss Parnell," ucap Justin mendorong tubuhnya menjauh dari meja kerjanya. Sebelum ia berhasil menjauh dari Grisell, sebuah tangan kecil menarik cepat lehernya hingga ia kembali membungkuk. Justin tak sempat menarik dirinya saat sebuah sapuan bibir lembut menyentuh bibirnya. Kedua tangan Grisell menahan kepala Justin dengan tegas, kencang, seolah-olah ia tidak ingin bibirnya terpisah dengan bibir Justin. Grisell mengisap bibir bawah Justin dengan semangat yang tak pernah ia rasakan sebelumnya. Grisell naik ke atas meja kerja Justin, bersimpuh di atasnya lalu memeluk leher itu agar memperdalam ciumannya. Mulut Justin terbuka, menyambut mulut Grisell, membiarkan lidah itu membelai lidahnya.

            Biasanya Justin-lah yang mendominasi sebuah ciuman lembut, namun tidak dengan Grisell. Wanita itu melakukannya seolah-olah itu adalah ciuman terakhirnya. Tidak ada kelembutan dalam ciuman ini, hanya gairah menggebu-gebu terpancar dari tubuh Grisell, mengharapkan kepuasan brutal yang nikmat. Justin membalas hisapan bibir Grisell, menikmati kemanisan bibir itu. Rasa manis anggur, buah apel dan sedikit bunga mawar memabukkan Justin saat mengisap bibir bawah Grisell. Tangan Justin memeluk hampir seluruh punggung Grisell, ia menekan tubuh Grisell ke tubuhnya merasakan betapa kenyalnya buah dada Grisell di dadanya. Tangannya yang lain meremas buah dada Grisell, menarik potongan leher Grisell hingga ia dapat merasakan buah dada itu masih dalam balutan pakaian dalam. Lalu hanya dengan satu tarikan kasar di pakaian dalam Grisell berhasil memperlihatkan buah dada Grisell yang berbentuk bulat, padat, kenyal dan puncaknya yang berwarna merah muda. Tangan besar Justin meremas-remas buah dada itu hingga desahan Grisell di mulut mereka membuat kejantanannya semakin mengeras dan bagian bawah perut Grisell semakin basah. Bunyi kecipak ciuman yang nyaring menambah suasana erotis di ruang kerjanya.

Lucky SlutTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang