08. Obsesi Satya?

799 52 52
                                    

"Metta..." lirih keduanya terkejut.

"Jadi rupanya seperti ini? Tingkah kalian di belakang ku?" kata Metta dengan mata yang sudah berkaca-kaca.

Alana melirik Satya, wajah pria itu sedikit khawatir. "Bukan seperti yang kau pikirkan--"

Metta ayolah mengerti, aku ini korban penculikan yang tunanganmu lakukan! batin Alana sambil memutar bola matanya malas.

Metta masih menatap Satya tak percaya. "Ternyata kau sama saja seperti orang kebanyakan!" setelah mengatakan hal tersebut, Metta berlarian menjauhi Satya dengan air matanya yang mulai jatuh perlahan-lahan.

"Dengarkan aku dulu--"

Satya merasa bersalah hari ini. Cincin dijari manisnya sudah menjadi saksi bahwa dirinya akan selalu menjaga perasaan Metta, tapi apa yang dia lakukan sekarang? Dia tak bisa menjaganya.

Satya menarik tangan Metta hingga gadis itu menghentikan langkahnya. "Aku bisa jelaskan dulu!"

"Kau!" Metta terlihat sangat marah saat Satya menariknya.

"Aku... Bisa jelaskan padamu,"

"Jelaskan apa?! Kau membawa gadis itu kerumahmu saja itu sudah cukup menjadi penjelasan!" marah gadis itu.

Untuk pertama kalinya Metta se-marah ini pada tunangannya bahkan hampir tak pernah dia melihat Metta marah, mungkin karena dia jarang memperhatikan Metta dan ketika bersama pun Metta selalu kaku padanya--hanya senyuman lah yang menjadi cirikhasnya.

"Dia sepupunya Arga--"

"Tapi dia perempuan!" sela Metta. "Kau selalu acuh padaku, tapi padanya?! Kau seperti sangat mengenalnya, kau bahkan sangat perhatian padanya, padahal dia hanya sepupu temanmu."

Gadis itu pun seketika tersenyum. "Oh iya, mungkin kau lah orang yang menciumnya semalam kan? Mana mungkin Arga melakukan itu pada sepupunya sendiri? Mas Arga juga sudah punya seseorang kan?"

Satya memegang keningnya yang nyeri. Ia dia salah, sangat salah. Ia tidak merasa benar atas kelakuannya sendiri. Satya yang selalu merasa jika dia bebas berbuat semaunya pada Alana karena gadis itu adalah korbannya, hingga berujung seperti ini.

"Ya aku memang salah," aku Satya tak mau panjang lebar. "...dan ya aku yang menciumnya semalam, sorry."

Metta membuka mulutnya tak percaya. "Kau sudah bosan padaku Satya? Kau menemukan gadis lain yang mau di apa-apakan kan? Yang sangat bermanfaat untukmu kan?!"

"Dia tak seperti itu," bela Satya.

"Kau masih membelanya," Metta tertawa palsu.

"Aku ingin menjelaskan semuanya kepadamu, tapi aku juga bingung bagaimana cara menjelaskannya padamu!"

"Bilang saja kau selingkuh dengannya! Apa susahnya?" Metta memperjelas dengan keadaan marah.

"Dia adalah tanggung jawab ku dan aku merasa berhak melakukan apapun yang ku suka padanya." Metta semakin tak habis pikir dengan penjelasan Satya yang satu ini.

"Tanggung jawab apa?! Kau bukan keluarganya dia, kau bukan suaminya dia! Apa yang harus dipertanggungjawabkan?!"

Rasanya ingin sekali Satya menjelaskan jika dirinya sudah hampir gila, bukan hampir lagi tapi memang gila. Ia menculik Alana dengan alibi untuk mendekatkan gadis itu dengan ibu kandungnya. Namun sebenarnya apa? Bukan itu.

Jika tujuan Satya memang untuk mendekatkan Alana dengan ibu kandungnya, lalu mengapa sampai hari ini tidak ada pergerakan untuk memperdekat hubungan itu?

Itulah yang Satya bingungkan. Sebenarnya kenapa? Apa yang terjadi padanya? Tolong siapapun katakan.

"Kau tak bisa menjelaskannya kan?" tanya Metta yang sudah tertawa palsu lagi.

SANA [Lengkap]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang