15. "Peduli juga ada batasnya!"

648 36 60
                                    

"Ini air sudah habis saja? Yang minum siapa sih? Padahal seperti baru kemarin ganti!" kesal Arga karena air galon habis. Dirinya sangat haus karena sudah kesana dan kemari tetapi disaat jam istirahatnya dimulai, airnya tiba tiba habis.

"Kemarin katamu? Itu sudah lumayan lama!" ketus Satya tanpa menoleh––pria bertubuh kekar itu sedang membaca buku, tetapi celetukan-celetukan Arga sangat menggangunya.

Sedangkan para korban tengah bermain permainan monopoli. Satya sengaja membelikan permainan itu agar kedua korbannya tidak merasa bosan karena ponselnya ia sita.

"Ya sudah beli sana," suruh Arga sebelum pada akhirnya melangkahkan kakinya mendekati kedua korban yang sibuk bermain itu.

Satya sendiri hanya memutar bola matanya malas dan tidak mempedulikan ucapan Arga.

Arga terduduk di-samping Sara, sengaja. Lalu memperhatikan keduanya dengan senyuman yang tak pudar––seperti sebuah senyuman terpaksa jika dilihat-lihat, tetapi tidak bagi Arga. Matanya yang sedikit tertutup akibat tarikan dari pipinya itu.

Alana hanya menatap Arga datar karena sedang tak mood, dan juga sudah hapal kelakuan Arga yang hobinya tersenyum. Aneh bukan? Manusia hobi senyum, seharusnya pria itu berbagi senyuman dengan Satya. Sedangkan Sara hanya menatap Arga dengan senyuman canggungnya.

"Boleh ikutan?" tanya Arga.

"Tidak boleh!" tolak Alana buru-buru. "Ini sudah mau menang, jangan diganggu!" tambahnya dengan cemberut. Ekspresi Arga pun demikian.

Sifatnya Alana dengan Satya hampir sama sejujurnya, ya menyebalkan. Batin Arga sembari memperhatikan keduanya secara bergantian. Mereka seharusnya berjodoh ya? Sepertinya menyenangkan mempunyai kakak-kakak menyebalkan seperti mereka. tambahnya sembari tersenyum membayangkannya.

Mereka berdua cocok, sangat cocok. Mereka bisa saling melengkapi. Namun bagaimana dengan Metta? Jika keduanya bersama? Tetapi lebih kasian jika Metta tetap bersama Satya.

Satya lebih perhatian kepada Alana, aku perhatikan akhir akhir ini Satya sangat posesif terhadap Alana––kemarin saja hanya luka di kaki sampai di gendong, pake acara berteduh dulu di pos seperti di film film.

Apa jangan jangan Satya jatuh cinta pada Alana? Bisa Jadi tapi memangnya manusia seperti Satya bisa jatuh cinta dengan manusia manja seperti Alana? batin Arga dengan matanya yang terus menatap Alana.

Alana merasa risih karena ditatap Arga pun berkomentar, "Hei, kenapa menatapku? Ada yang aneh dengan ku?" gadis itu meneliti tubuhnya.

"Tidak, hanya saja aku perhatikan sepertinya ada yang aneh antara kau dengan Satya."

Alana mengerutkan keningnya dalam. "Apanya yang aneh? Tidak ada yang aneh kok. Satya Satya dan aku aku," balas Alana dengan polosnya.

Sejujurnya Alana sedang tidak enak hati––sudah lama dirinya tidak bertemu dengan kekasihnya. Ia takut jika Ardi sampai selingkuh lagi.

Arga sudah tidak ingin ambil pusing lagi dan memilih untuk tidak melanjutkan ucapannya. Kini matanya menoleh ke arah Satya yang masih dengan posisi yang sama. Tiba-tiba tenggorokannya mulai terasa sangat kering lagi, lalu ia menoleh lagi ke arah galon yang ternyata masih kosong.

"Sat.... Cepat beli air lah... Baca mulu!" kesal Arga bukan main, ia tak sadar jika tadi dirinya menyuruh Satya untuk membelikan air.

"Kenapa memang? Hobi ini, jangan ganggu!" Satya berdecak sebal––ia langsung berpindah tempat ke halaman belakang tokonya. Disana ada pemandangan bunga dan rumput rumput segar–hijau yang indah.

Melihat itu Arga menghela nafas jengah––perlahan-lahan menghampiri galon dan mengambilnya. Lagi-lagi dirinya yang harus mengalah untuk segala hal. Padahal jika membicarakan tentang usia. Arga mungkin seumuran dengan Alana. Namun kedewasaan memang bukan tentang umur, melainkan tentang sifatm

SANA [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang