14. Dalang Yang Sebenarnya

643 34 68
                                    

Saat ini Sara tengah membantu Satya untuk membersihkan tokonya sebelum dibuka. Sejujurnya ia tak tahu harus berbuat apa, jadi lebih baik pura-pura membersihkan tempat saja.

Sebenarnya Sara takut jika hanya berduaan dengan Satya. Teringat insiden kemarin––Satya benar-benar seperti penjahat.

"Sara apakah kau masih sekolah?" tanya Satya memecahkan keheningan––dan juga sengaja berbasa-basi agar tidak terlalu hening.

"Sebentar lagi lulus kuliah," jawab Sara sambil menyimpan sapunya dan berjalan menuju tempat roti roti yang menarik perhatiannya.

"Bang... Ini yang membuat rotinya siapa? Atau abang beli di orang lain?" tanya Sara sambil melihat lihat rotinya.

"Buat sendiri..." jawab Satya tanpa sedikitpun menoleh ke arah Sara yang tengah menatapnya heran.

"Dimana dibuatnya?" lanjut Sara kebingungan. Ya, tidak pernah melihat produksinya dimana.

"Ada di pabriknya, dan aku sengaja berjualan disini... Jadi punya dua penghasilan saja," balas Satya seraya terduduk disampingnya Sara lalu menuliskan sesuatu di bukunya.

"Berarti kau kaya? Namun mengapa menculik kak Lana dan aku?"

Satya menyempatkan diri untuk menoleh kepada adik korbannya. "Aku memang tidak membutuhkan uang kakakmu ataupun ayahmu. Namun yang ku butuhkan sekarang adalah kakakmu yaitu Alana Adijaya," aku Satya sejujurnya.

Sara ternganga. Apakah Satya tidak takut? Ia bisa saja mengadukan ini kepada kakaknya dan bisa saja Alana berpikir yang tidak-tidak. Ah, lupa. Alana memang selalu berpikiran aneh.

Satya menutup bukunya dan menyimpan di meja lalu ia berjalan menuju arah tempat kasir––yang masih kosong, sebab tempatnya baru dibuka.

"Dengar..." kata Sara tanpa menoleh.

Satya menoleh. "Iya?"

"Jangan dekati kakakku. Dia akan segera menikah dengan orang yang dia cintai," jelas Sara dengan tatapan datarnya.

Jika tidak ingin uang dan hanya menginginkan Alana. Berarti memang Satya menginginkan Alana sebagai hal lain.

"Kau juga sudah mempunyai tunangan kan? Cintai saja tunangan mu jangan kakakku, dia tidak pantas untukmu," lanjut Sara.

"Kenapa tidak pantas?" tanya Satya sambil berjalan mendekati Sara lagi.

"Kau adalah seorang penjahat, bang Satya. Sedangkan kak Alana hanya seorang gadis biasa yang mempunyai mimpi pernikahan seperti pada umumnya. Dia bermimpi menikah dengan pria baik-baik. Sampai situ paham?" jawab Sara pelan bahkan lembut, tetapi Satya meresa diteriaki.

Satya menatap ke arah buku yang sedang ia pegang. "Aku sadar diri. Semoga saja Alana tidak mencintaiku karena aku mempunyai tujuan lain, dan cinta bukanlah tujuan utamaku."

"Lalu apa tujuan mu menculik kamu? Oke kalau soal aku tidak perlu dipertanyakan, karena memang sudah jelas hanya untuk menutup mulut saja, kan? Tetapi kak Lana? Jika bukan soal urusan cinta, lalu apa?"

"Jika aku memberitahu mu yang sebenarnya, apakah kau akan percaya? Oke sangat mudah membuatmu percaya tapi apakah kau mau menjaga rahasia ini?" Satya seolah membuat Sara penasaran dengan ucapannya.

"Aku akan menjaganya jika itu baik, tapi jika itu tak baik maka aku tak akan bisa menjaganya." Sara awalnya berniat berjanji, tapi dia takut jika rahasia itu malah membuat orang lain hancur.

"Oke akan kuberi tahu."

Satya berjalan menuju jendela, ia melihat anak anak yang tengah berjalan untuk pergi kesekolah berombong rombong.

SANA [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang