Happy reading...
• • •
"Tiara sakit," dengan nada dingin Kai berucap pada seseorang di sambungan telephone.
"Cepat sembuh."
Kai terkekeh miris. Apa katanya? Cepat sembuh? Hah.
"Anda tidak pulang?"
"Mungkin menjenguknya?"
"Saya sibuk."
"BASI!"
"Turunkan nada bicaramu Kai!!"
"Kenapa?!"
"Apa saya salah?!"
"Tiara butuh anda!!"
"Jangan berlebihan! Cukup bawa ke rumah sakit!"
"Uangnya kurang? Saya transfer!"
"Dia hanya sakit!! Belum sekar--"
"BASTARD!!!"
Cukup! Sudah cukup Kai menahan emosinya! Sudah cukup Kai menahan segalanya! Manusia macam apa yang tega berkata seperti itu? Tidak! Tidak! Dia bukan manusia.
"Youre not human!"
"Iblis!"
"Makhluk biadab!"
"Ma--"
Tut tut tut...
"Arghhhh!!"
Emosi Kai tak tertahan. Nafasnya menderu tak beraturan. Rahangnya mengeras, dan tangannya terkepal erat.
Ia benci ini!
Kai benci semua ini!!
"Hiks...hiks..."
"Dek!"
Betapa terkejutnya Kai ketika mendapati Ara terisak di belakangnya,matanya merah dan air mata mengalir deras dari sana.
Emosinya berubah menjadi rasa bersalah. Entah sudah berapa lama gadis itu di sini, tapi Kai yakin Ara mendengar semuanya!
"Dek..." panggil Kai melemah. Ia tak kuat melihat Ara begini.
"Hiks...a--bang jangan hiks... gi--tu."
"Di--dia... papa hiks ki--ta."
"Maafin abang, tadi abang kelepasan," Kai mencoba mengalah, ia tak tega mendengar isak tangis Ara yang membuat batinnya teriris.
"Hiks...hiks..."
Kai memeluk Ara erat, mengusap pelan rambutnya. Bahu Ara masih bergetar.
"Udah yaa, jangan gini terus. Abang minta maaf ya?" Kai coba membujuk Ara.
"Sekarang kamu tidur, besok masih harus sekolah" ucap Kai sembari menghapus air mata Ara. Hatinya sakit melihat Ara begini.
"Lupain yang tadi ya?" pinta Kai. Dengan masih sesenggukan Ara mengangguk pelan.
Kai mengantar Ara ke dalam kamarnya dan membantunya berbaring di ranjang.
Cup
"Abang sayang Ara," ucap Kai setelah mencium kening Ara.
"A--ra juga hiks... sa--sayang abang."
Setelah dirasa Ara sudah tidur, Kai meninggalkan Ara keluar kamar dan masuk ke dalam kamarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Schicksal
Teen FictionTakdir tak selamanya sesuai dengan keinginan dan harapan. Karena terkadang, takdir menimbulkan kekecewaan. Oleh takdir, kita diberi kesenangan. Oleh takdir, kita diberi kebahagiaan. Dan oleh takdir, kita juga diberi kepahitan. Seperti kisah mereka...