Happy reading...
•••
"Bu Rini gak bisa bimbingan."
"Anjirr!!" Ara memegang dadanya terkejut, sampai tanpa sadar melempar hp nya yang sedang ia pakai bermain game sebelum Satya datang tiba-tiba dan mengacaukan permainannya.
"Ngagetin aja sih!" ucapnya sambil mengelus dada, dan tingkahnya itu tak luput dari pandangan Satya.
"Tadi lo ngomong apa?" tanya Ara setelah menghilangkan sedikit keterkejutannya.
Satya menghela napasnya mencoba bersabar. Berbicara dengan gadis yang satu ini tak cukup hanya sekali bicara,
"Bu Rini gak bisa bimbingan hari ini," jelasnya."Terus hari ini kita libur dong?" tanya Ara dengan wajah berbinar, lumayankan bisa tidur siang di rumah. Kasur yang empuk, AC yang dingin.
Huh. Membayangkannya saja Ara sudah tak sabar.
"Enggak lah."
"Loh?"
"Bu Rini bilang, kita suruh bimbingan berdua dulu, pelajari materi yang kemarin udah beliau sampein," Jelas Satya.
Pupus sudah harapan Ara untuk tidur siang, menikmati empuknya kasur dan dinginnya AC. Saatnya katakan bye bye untuk tidur siang.
"Yaudah deh ayo," ucap Ara dengan pasrah.
"Lo gak pengen belajar di luar?" tanya Satya.
"Emang boleh?"
Satya mengangguk.
"Tadi kata Bu Rini kalo kita bosen belajar di sekolah, boleh belajar di luar," terang Satya.
"Yaudah di rumah gue aja!" usul Ara semangat.
"Boleh."
"Yes!!" Ara bersorak kegirangan sambil jingkrak-jingkrak, membuat Satya yang melihatnya merasa aneh.
Merasa diperhatikan, Ara menoleh ke arah Satya dan meringis malu.
"Hehe ... Sorry.""Yaudah yuk berangkat!" ajak Ara.
Ketika Ara mulai melangkah Satya menghadangnya, membuat Ara harus mendongak untuk menatap Satya yang lebih tinggi darinya.
"Kenapa?"
Satya tak menjawab, melainkan malah berjongkok di hadapan Ara, dan gerakanya itu membuat Ara mundur secara spontan sambil memegang rok nya.
"Mau ngintip lo?!" tanya Ara marah sambil terus memegang roknya.
"Ngarep!" sarkas Satya sambil berdiri.
"Handphone lo," Satya mengulurkan ponsel yang tadi ia ambil dari bawah kepada sang pemilik dengan wajah sebal.
Ara tersadar bahwa tadi ia melempar hp nya tanpa sengaja, dan ternyata tadi Satya berjongkok untuk mengambilkannya. Ara jadi merasa tak enak kepada Satya karena telah menuduh yang tidak-tidak.
"Eh, thanks." ucap Ara menerima ponselnya.
"Sorry, tadi gue pikir lo mau ngintip," ucapnya dengan pelan, sedangkan Satya hanya meliriknya malas sebelum berjalan duluan meninggalkan Ara yang menggerutu tak jelas, karena ucapannya tak ditanggapi oleh Satya.
"Cepetan!"
Mendengar teriakan Satya, membuat Ara dengan malas mengikuti langkah pria itu menuju parkiran
Mereka berdua pun berangkat bersama dengan Ara yang dibonceng oleh Satya.
•••
"Yaampun!" Ara menepuk jidatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Schicksal
Ficção AdolescenteTakdir tak selamanya sesuai dengan keinginan dan harapan. Karena terkadang, takdir menimbulkan kekecewaan. Oleh takdir, kita diberi kesenangan. Oleh takdir, kita diberi kebahagiaan. Dan oleh takdir, kita juga diberi kepahitan. Seperti kisah mereka...