Senin, 27 September, 15.00.
Diana yang sedang menyirami tanaman di pekarangan rumahnya menghentikan kegiatannya saat matanya menangkap sebuah mobil hitam yang ia kenali memasuki halaman rumahnya.
Wanita itu segera menghampiri mobil tersebut.
Tak lama, keluarlah seorang wanita dengan dress merah selututnya. Diana tersenyum ke arah wanita itu. Diana sangat mengenal wanita itu, Diva Agustina, lebih tepatnya ibunya Dion.
"Tumben dateng, jeng." Diana mempersilahkan Diva untuk memasuki ruahnya.
"Ada hal penting yang harus saya sampaikan. Saya harap seluruh keluarga jeng Diana bisa menyetujui ini." Diana mendaratkan bokongnya di sofa ruang keluarga, begitupun dengan Diva.
"Biar saya buatkan minum dulu, jeng." Diva tersenyum dan mengangguk.
Diana melangkahkan kakinya menuju dapur, wanita itu membuat segelas teh manis yang akan disuguhkan kepada tamunya. Setelah selesai, Diana kembali ke ruang keluarga dengan membawa segelas teh buatannya.
"Silahkan diminum dulu," Diva mengangguk kemudian menghabiskan segelas teh manis buatan Diana.
"Seperti biasa, teh buatan jeng Diana memang selalu enak." Diana tersenyum malu.
"Jeng bisa aja," balasnya.
Kemudian terdengar suara pintu rumah yang terbuka, Diana menoleh. Wanita itu mendapatkan suaminya yang masih memakai kemeja kerja. Diana menghampiri Steven dan mencium tangan lelaki itu.
"Mas, ada jeng Diva. Ada yang mau dibicarakan katanya," tutur Diana, Steven hanya mengangguk paham.
Steven menghampiri Diva dan menjabat tangan wanita itu, mereka memang sudah kenal dekat karena perusahaan Steven dan perusahaan Bima-ayah Dion-terikat dengan kerja sama.
"Bagaimana kabar pak Bima?" tanya Steven seraya duduk di sofa, sementara Diana kembali ke dapur untuk menyuguhkan minuman kepada suaminya.
"Belakangan ini kurang baik, pak," jawabnya terlihat sedih.
"Saya turut prihatin dengan kondisi pak Bima. Kalau begitu, apa yang ingin ibu sampaikan?" Diva merubah rautnya, wanita itu menatap Steven dengan serius.
"Ini tentang perjodohan kedua anak kita," tuturnya. Steven menaikkan kedua Alisnya.
"Saya ingin pernikahan mereka dipercepat. Lagi pula, keduanya sudah cukup umur, kan?" Steven terlihat berpikir sejenak. Sejujurnya lelaki itu masih belum rela melepas putri satu-satunya, namun masalah ekonomi membuatnya terpaksa melakukan ini semua.
Steven menatap Diana, wanita itu juga terlihat sedikit gusar dan gelisah.
"Keputusan ada di tangan istri saya. Saya akan menyetujui apa pun keputusan yang istri saya ambil," jawab Steven. Diana menautkan kedua tangannya.
"Kalau boleh tau, kenapa pernikahannya harus dipercepat, jeng?" Diva menundukkan wajahnya.
"Ada suatu masalah yang tidak bisa saya sebutkan, jeng. Oleh karena itu, saya dan suami saya memutuskan untuk mempercepat pernikahan anak kita. Bagaimana dengan pak Steven dan jeng Diana?" Diana menatap suaminya dengan ragu, kemudian wanita itu menghembuskan napas kasar.
"Jika dipercepat maka pernikahan anak kita akan jatuh 2 minggu dari sekarang." Diana terlihat berpikir.
"Bagaimana dengan semua persiapannya, jeng?" Diva tersenyum ramah.
"Saya dan suami saya sudah menyiapkan semuanya, jeng. Kami hanya tinggal menunggu keputusan jeng Diana dan pak Steven," jawabnya.
"Em...kalau begitu kami berdua setuju dengan keputusan jeng Diva. Semoga semuanya lancar." Diana terdengar ragu.
"Jeng tenang aja, saya akan memastikan semuanya lancar." Diana tersenyum lega.
"Kalau begitu saya setuju dengan keputusan istri saya," Diva mengangguk.
"Terima kasih, jeng Diana, pak Steven." Diana dan Steven mengangguk bersamaan.
"Saya izin ke belakang dulu," ucap Steven yang diangguki Diva.
"Dion tadi pagi izin ke sini, apa Dion sedang pergi dengan Dita?" Diana mengangguk, wanita itu menoleh menatap jam dinding yang menempel sempurna di tembok rumahnya.
"Iya, jeng. Tapi sepertinya sebentar lagi mereka pulang, sudah menjelang malam." Sepersekian detik berikutnya terdengar suara pintu terbuka, itu Dion dan Dita.
"Sayang, kamu udah pulang?" Dita mengangguk dan tersenyum. Sementara Dion menghampiri maminya. Mereka berkumpul di ruang keluarga.
"Dita, Dion, kami berdua punya kabar gembira untuk kalian." Dion tersenyum pada Diana.
"Apa itu, tante?" Diana menatap Dita dan Dion secara bergantian.
"Kami memutuskan untuk mempercepat pernikahan kalian. Pernikahan kalian akan diadakan 2 minggu dari sekarang."
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
impLOVEssible ✔ [ Sudah Terbit ]
RomanceAku tak pernah menunggumu. Kamu tak pernah sengaja datang. Tapi tuhan sengaja mempertemukan kamu dan aku. Hadirnya kamu mampu mengubah segalanya. Hadirnya kamu juga membuat hidupku lebih berwarna. Entah sejak kapan, aku kadi lebih sering tersenyum...