Story 8 : Reuni

90 67 6
                                    

Dita merasa lega setelah beberapa saat yang lalu perutnya terasa sangat sakit, untunglah gadis itu cepat-cepat izin ke toilet kepada teman-temannya.

Dita melangkahkan kakinya melewati lapangan. Gadis itu masih sibuk memegangi perutnya.

“Dita!” gadis itu refleks menoleh. Dita mendapati seorang lelaki jangkung yang sedang memegang bola basket. Lelaki itu mendekat.

“Lo Dita, kan?” Dita mengangguk ragu.

“Siapa, ya?” lelaki itu menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

“Lo gak inget gue?” Dita menggeleng.

“Gue Ezra, ketua osis angkatan kita.” Dita berusa mengingat kemudian gadis itu menjentikkan jarinya.

“Lo yang waktu itu nyuruh gue lari muterin lapangan, kan?” Ezra menaikkan satu alisnya.

“Masih inget lo sama kejadian itu?” Dita memutar bola matanya malas.

“Gimana gue mau lupa, Lo gak tau betapa malunya gue saat itu,” balas Dita. Ezra tersenyum miring.

“Harusnya kejadian itu diabadikan. Kapan lagi gue bisa ngeliat siswa paling cerdas kena hukuman?”

“ini semua gara-gara lo!” Dita melotot kearah Ezra. Baru saja Ezra akan menjawab, namun ia harus mengurungkan niatnya saat seorang perempuan datang menghampiri Dita, dia Syifa.

“Lho? Kalian berdua…gue ganggu kalian, ya?” Dita menggeleng cepat.

“Kebetulan habis dari toilet gue ketemu sama nih cowok,” balas Dita seraya melirik Ezra.

“Udahlah, balik aja yuk, Syif.” Dita menarik tangan Syifa agar segera menjauh dari lapangan.

Sepeninggalan kedua gadis itu, Ezra menarik satu sudut bibirnya. Lelaki itu melempar bola basket yang semula ada di genggamannya.

“Lo dari dulu emang gak pernah berubah, ya. Tetap cuek.”

***

Rabu, 29 September.

Dita segera berlari ketika ia mendengar pintu rumahnya diketuk oleh seseorang. Dita merapihkan asal tatanan rambutnya dikarenakan gadis itu baru saja bangun dari tidurnya.

Dita mengucak matanya seraya membuka pintu.

“Siapa, sih, pagi-pa---

“Dion?!” Dita yang semula masih mengantuk langsung membuka lebar-lebar kedua matanya. Dion menatap Dita dari atas sampai bawah, kemudian lelaki itu tertawa.

“Lo masih pake baju tidur, huh?” ucap Dion disela tawanya. Dita menaikkan satu alisnya.

“Sekarang masih pagi, gue juga baru bangun tidur. Emang masalah?” Dion sedikit mendekatkan wajahnya pada Dita.

“Pagi?” ucapnya mengejek.

“Matahari udah di atas kepala gue, lo masih bilang pagi?” Dita menatap langit, dan benar saja matahari sudah terik tepat di atas kepala.

Dita yang menyadari sesuatu langsung panik tidak jelas.

“Astaga, kok bunda gak bangunin gue, sih!” gerutu gadis itu. Dita menatap Dion.

“Terus, lo ngapain ada di sini?” Dion menaikkan satu alisnya.

“Itu yang lo bilang setelah gue bantu lo bangun dari tidur panjang lo? Kalo gue gak dateng juga, lo bakal tidur sampe besok!” tandas lelaki itu.

“Enak aja lo kalo ngomong!” Dita melotot ke arah Dion.

Dita mengajak Dion memasuki rumahnya, gadis itu menatap jam dinding. Dita membulatkan kedua matanya ketika gadis itu menhyadari sesuatu.
“Astaga, gue lupa, ada janji.” Dita menepuk dahinya.

impLOVEssible ✔ [ Sudah Terbit ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang