III - Broken

22 4 16
                                    

Seminggu telah berlalu. Yap seminggu, dan selama seminggu itu pikiranku berkecamuk, bercabang ke mana-mana seperti pohon. Aku terus memikirkan kejadian saat Rio membenarkan kalau dia sedang mendekati seseorang.

Sejak kejadian itu, aku lebih sering memperhatikannya. Memperhatikan semua tentangnya. Apalagi jika dia sedang berinteraksi dengan Kiara. Haaaaahhh aku berharap aku bisa berada di posisinya saat itu.

Aku memikirkan betapa senangnya aku bisa tertawa bersamanya, mengobrol tentang banyak hal bersamanya. Aku akan menjadi orang yang paling bahagia saat itu juga. Sayangnya, itu hanyalah khayalan semata.

Sampai saat ini aku hanya bisa melihatnya dari jauh. Lagi-lagi aku hanya bisa melakukan itu. Setidaknya aku masih bisa melihatnya tersenyum bukan?

Kalian pasti berpikiran kalau aku ini orang yang pengecut, penakut, cemen, tapi memang itulah adanya. Aku terlalu malu untuk menyapanya, mengobrol dengannya. Betapa menyedihkan. Kuharap kalian tidak begitu saat bertemu dengan orang yang kalian sukai.

Ada satu lagi hal yang aku sadari selama seminggu ini. Aku lebih sering melamun. Entah apa yang aku lamunkan. Lena bahkan sampai terheran-heran kenapa aku jadi sering melamun.

"Huuftt andai saja kau tau Lena," batinku.

Maafkan aku Lena, aku belum bisa bercerita padamu. Mungkin memang itu yang terbaik saat ini, tapi aku janji akan menceritakannya padamu. Semua Lena. Semua perasaanku tentang dia.

-----

"Baik anak-anak, pelajaran kali ini telah selesai. Jangan lupa dengan tugas yang Ibu berikan. Kalian ingatkan kapan tenggat waktunya?" tanya guru biologiku.

"Dua minggu lagi Bu," jawab kami.

"Baik. Selamat siang dan selamat istirahat."

"Selamat siang Bu."

Setelah guru biologiku keluar kelas, banyak anak kelasku yang segera pergi keluar kelas. Ke mana lagi kalau bukan ke kantin. Kutebak pasti sekarang keadaan kantin sangat ramai dengan anak-anak yang kelaparan. Wajar saja sih, karena jam pulang sekolahku masih lama.

Oiya, sekolahku menerapkan sistem fullday school. Kami masuk sekolah setiap jam tujuh pagi dan pulang jam empat sore. Hari aktif sekolahku mulai hari Senin sampai Jumat, sedangkan hari Sabtu digunakan untuk kegiatan ekskul dan organisasi.

Aku dan Lena memutuskan untuk pergi ke kantin nanti saja, toh kami juga belum terlalu lapar. Selain itu, kami juga tau pasti kalau kantin sedang ramai-ramainya saat ini. Lena yang bosan akhirnya bercerita tentang kucing peliharaannya yang baru.

Setelah lima belas menit, aku dan Lena memutuskan untuk pergi ke kantin. Setidaknya keadaan kantin sekarang mungkin sudah lumayan sepi pikir kami.

Selama perjalanan ke kantin, tidak sengaja kami berpapasan dengan beberapa teman sekelasku yang dekat dengan Rio. Mereka membicarakan tentang suatu rencana. Aku tidak tau pasti rencana apa yang mereka bicarakan. Mereka hanya membicarakan tentang kesiapan rencana tersebut.

"Aya, kamu tadi dengar nggak mereka ngomong apa?" tanya Lena.

"Aku enggak tahu pasti Len, yang pasti mereka lagi nyiapin suatu rencana?"

"Hmmmm jadi penasaran."

"Sama, aku juga Len."

Kami terus pergi ke kantin sambil berpikir rencana apa yang tengah mereka siapkan. Saat itu aku tidak tau kalau rencana yang mereka maksud dan sedang mereka persiapkan adalah sesuatu yang aku khawatirkan akhir-akhir ini.

-----

Bel pulang tanda sekolah hari ini telah selesai sudah berbunyi. Teman-temanku yang lain sudah berhamburan ingin cepat-cepat pulang dan meninggalkan sekolah.

Aku dan Lena yang kebagian jadwal piket, hari ini harus pulang lebih lambat dari anak-anak yang lain.

Setelah jadwal piket kami selesai, aku dan Lena segera saja menuju gerbang sekolah. Haaaahhh aku ingin cepat-cepat bertemu dengan kasurku. Capek sekali rasanya badanku ini.

Dari kejauhan aku melihat ada keramaian di lapangan basket. Entah apa yang anak-anak itu kerubungi. Ramai sekali sepertinya di sana.

"Len, itu mereka ngapain ya? Kok rame banget gitu sih."

"Aku enggak tau. Kita liat aja yuk," ajak Lena

Aku dan Lena memutuskan untuk melihat keramaian apa yang sedang terjadi di sana. Sekalian saja mumpung lokasi lapangan basket yang lumayan dekat dengan gerbang sekolah. Selain itu mungkin aku akan terus memikirkan apa yang terjadi di lapangan basket apabila aku tidak melihatnya.

Betapa terkejutnya aku saat sudah sampai di sana. Aku tidak percaya dengan apa yang aku lihat.

Di sana, di tengah lapangan basket, sudah berdiri Rio yang sedang membawa sebuket bunga mawar dan sebuah coklat. Dan kalian tahu siapa yang ada di hadapannya? Kiara. Ada Kiara yang sedang berdiri dihadapan Rio dan sedang menatapnya.

"Terima! Terima!" Anak-anak yang menonton mulai ribut meneriakkan kata-kata itu. Aku yang menonton masih terdiam. Kaget melihat tontonan yang ada di depanku.

Penonton semakin heboh saat Kiara mulai menggerakkan tangannya untuk mengambil sebuket mawar merah dan coklat yang diberikan Rio. Sedangkan aku, aku masih terdiam.
Kiara mulai mengatakan sesuatu. Memberi jawaban yang membuat semua penonton semakin ribut. Dia berkata "Iya, aku mau Rio."

Penonton mulai bertepuk tangan. Beberapa ada yang mengucapkan selamat. Ada pula yang langsung pergi setelah tau jawaban dari si wanita. Sedangkan aku, sampai saat itu lagi-lagi aku hanya bisa diam.

Aku tak tau apa yang harus aku lakukan. Beruntung Lena yang segera menarikku keluar dari kerumunan karena dia sudah dijemput oleh mamanya. Beruntung juga yang ternyata saat aku keluar dari gerbang, Ayah sudah menungguku di seberang jalan.

Selama perjalanan pulang aku hanya diam memandangi jalan dari kaca jendela mobil di samping kiriku. Untung saja ayahku tidak bertanya kenapa aku seperti itu.

Sesampainya di rumah aku langsung menuju kamarku dan menguncinya. Kurebahkan diriku di kasur kesayanganku. Tak kuat lagi aku menahan air mata ini. Aku sudah menahannya sejak aku berada di lapangan basket. Lagi-lagi aku bersyukur aku bisa menahan air mataku untuk tidak keluar hingga aku berada di kamarku.

Jangan tanyakan perasaanku. Sakit yang pasti. Menangislah aku sejadi-jadinya. Kutumpahkan semua rasa sakitku. Hanya itu yang bisa kulakukan.

Tak tau lagi sudah berapa lama aku menangis saat itu. Sampai kusadari aku mulai terlelap dalam mimpi karena lelah menangis.

Akan kuingat selalu hari itu. Hari di mana aku menangis sejadi-jadinya karena seorang lelaki yang kusukai. Cinta pertamaku.

My DaisyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang