Mempunyai adik laki-laki cukup menyenangkan meski terkadang menyebalkan. Allen adalah adik laki-laki kesayangan ku yang cukup pintar di bidang musik. Katanya, dia ingin menjadi seorang produser terkenal di dunia hiburan. Sebagai kakak yang baik, aku mendukungnya, meskipun terkadang suka mengganggu kesibukannya di dalam kamar.
Karena hobinya yang membuat musik, terkadang ia melupakan tugas sekolah dan waktu ketika hari libur tiba. Kami sering bernyanyi bersama, menyanyikan lagu-lagu indah yang entah itu dibuat olehnya atau yang kami dengarkan dari internet.
Bahkan, Allen tidak ingin melanjutkan kuliahnya hanya untuk bekerja di salah satu industri Hiburan. Hal itu membuat kami sekeluarga marah, apalagi ayah yang terobsesi dengan Pendidikan. Aku pun juga begitu, meski aku mendukung mimpinya, tapi aku lebih menyarankan Allen untuk kuliah lebih dahulu.
Setelah perdebatan yang begitu hebat, Allen pergi dari rumah dan tidak pernah mengabari orang tua kami selama beberapa minggu. Ya hanya orang tua kami. Allen masih menghubungi ku secara diam-diam. Terkadang melalui telpon atau pun pesan singkat.
Kakak perempuan mana yang tidak mengkhawatirkan adiknya sedikit pun? Sering kali aku mempertanyakan keberadaannya, tapi Allen terus merahasiakannya. Masuk sekolah pun sudah mulai jarang.
Sampai pada hari Minggu tiba, aku pergi ke sebuah Caffe bersama teman-teman ku untuk membeli beberapa minuman yang akan kita nikmati setelah pergi makan siang. Kami masuk secara bergantian dan aku menemukan sesosok laki-laki yang tidak lain adik ku sendiri, Allen.
Aku tidak menghampirinya begitu saja, ku pesan minuman favorite nya dan datang menghampiri Allen yang duduk di dekat jendela dan memperhatikan orang-orang berlalu-lalang. Di atas mejanya, penuh dengan kertas-kertas dan sebuah laptop, tidak lupa Headphone di kepalanya. Aku tau dia sedang apa.
Begitu duduk di sebrang kursi Allen, ku rapikan kertas-kertas tersebut dan menyodorkan minuman yang telah ku pesan.
Allen terlihat terkejut melihat ku. Matanya membelalak dan melepaskan Headphone nya. "Darimana Nuna tau aku ada disini?" tanya Allen
"Insting?" bohong ku, padahal ini hanya sebuah kebetulan.
Allen terdiam dan aku membantu nya merapikan kertas-kertas yang berserakan di meja.
"Kamu yakin tidak ingin kuliah lebih dulu? Ayah ada benarnya, Pendidikan lebih penting untuk saat ini. Dan dengan kuliah, kamu bisa lebih jauh memahami semua tentang permusikan. Kamu tau kan, di perkuliahan juga ada jurusan untuk permusikan"
Aku bisa mendengar suara Allen menghela nafas beratnya. Bisa ku pastikan Allen belum mengambil sebuah keputusan. "Tapi ayah menginginkan ku untuk kuliah di Universitas ternama. Itu terlalu berat untuk ku. Aku hanya ingin kuliah di Universitas yang sederhana. Otak ku tidak sepintar Nuna yang bisa cepat beradaptasi dengan lingkungan dan mempelajari segala hal dengan cepat"
"Siapa yang bilang seperti itu? Kalau kamu jauh lebih terbuka kepada ibu, kamu akan tahu semua kesulitan yang pernah Nuna rasakan ketika baru masuk perkuliahan. Tugas di Universitas ternama jauh lebih berat. Praktek yang cukup sulit, dan juga ujian dengan pengawasan yang sangat ketat"
"Itulah alasan aku tidak ingin masuk kuliah ternama" ujar Allen dengan wajah sedih
"Tapi, meskipun semua itu berat. Nuna beruntung bisa menemukan teman yang baik dan pintar yang bisa saling membantu satu sama lain" ucap ku dan menoleh pada teman-teman ku yang sedang mengobrol jauh di pojok Caffe. "Bicarakan secara baik-baik dengan ayah. Nuna akan bantu"
***
Tiba di rumah, aku berhasil membawa Allen kembali pulang. Ibu memeluk Allen dengan erat dan bahkan menangis karena begitu mengkhawatirkan anak laki-laki satu-satunya. Namun ayah, hanya memperlihatkan wajah lega karena Allen kembali pulang."Aku akan kuliah, tapi dengan Universitas pilihan ku, bukan pilihan ayah" ucap Allen tanpa berbasa-basi dan tangan ibu masih mengelus-elus rambut Allen
Aku berdiri di samping ayah untuk menahan ayah agar tidak memarahi Allen dan membuat keributan seperti kemarin. "Bukankah itu jauh lebih baik, Yah? Daripada Allen tidak kuliah sama sekali. Lagi pula, kalau Allen kuliah di Universitas yang sama dengan ku, biaya nya akan lebih banyak. Tahun ini naik sekitar lima persen"
Ayah melirik dan menatap ku. Ku coba untuk mempertahankan tatapan ayah dan meyakinkan ayah agar bisa memahami permintaan Allen.
"Universitas mana yang akan kamu pilih? Ayah harus tahu seperti apa Universitas tersebut. Siapkan data-data nya dan datangi ayah ke ruang kerja" ucap sang ayah dan langsung pergi meninggalkan ruang depan
Aku tersenyum mendengar jawaban tersebut dan Allen juga ikut tersenyum. Kami langsung mempersiapkan apa yang diperlukan untuk menjadi bahan laporan kepada ayah.
"Nuna" panggil Allen, "Terima kasih sudah membantu ku, Aku tidak tau bagaimana jadinya jika tidak ada Nuna"
Ku lipat kedua tangan ku di depan dada dan bersender pada lemari besar di kamar Allen, "Kalau begitu, traktir Nuna mu ayam pedas malam ini sambil menonton film bersama. Bagaimana?"
Allen berdiri dari duduk nya dan mendekati ku, ia menangkup kedua pipi ku dan mencium kedua pipi ku. "Kita tidak bisa menonton film, setelah laporan ini, besok pagi ayah dan aku pasti harus pergi ke Universitas dan melihat-lihat keadaan disana"
Ku hembuskan nafas kesal, "Ayah benar-benar sangat pemilih. Bagaimana bisa ibu menikah dengan ayah?"
***
Punya adek kek Allen ma Gemoy lucu kali ya... karena menggemoy-kan.Jangan lupa untuk vote nya Luvity! See you in next chapter!
KAMU SEDANG MEMBACA
[COMPLETE] Cravity Fanfiction : If Cravity Be Your...
FanfictionJika Cravity menjadi ... 1. Kakak 2. Adek 3. Pacar 🏅🏅🏅🏅 🏅Ranking in 2020🏅 #23 in Kfanfiction #225 in Woobin #236 in Seongmin #247 in Allen #258 in Serim #273 in Taeyoung #404 in Hyeoungjun #425 in Jungmo #501 in Wonjin #876 in Cravi...