pertemuan pertama

71 35 17
                                    

"zuzuuuuuuuuuu" teriak 3 orang remaja dari kejauhan sambil berlari kecil menuju ke arah Zuzu.

Zuzu yang merasa namanya dipanggil oleh beberapa orang itu, lantas mengangkat kepalanya yang tadi tertunduk menangis. Dia langsung memposisikan tubuhnya berdiri menatap mereka yang sedari tadi meneriaki namanya itu.

"Kalian?" Tanya Zuzu heran saat mendapati ke-3 sahabatnya itu sudah berada di hadapannya.

"Kamu kenapa Zupiter? Mata kamu sembab, pipi kamu basah, pasti abis ngiris bawang bombai ya?" Tanya Andini~~sahabatnya Zuzu.

Plakk

Tobby yang mendengar ocehan ngawur dari Andini pun respect memukul pelan bahunya. Masa, nangis karena bawang bombai? Yakalii

"Bukan bawang bombai andiniiiiiiiii, tapiii bawang ijo" sahut tobby asal asalan sembari terkekeh pelan

"Apasi garing! Kalo gaada bakat jadi komedian gausah so' iyey deh! Jijay!" Balas Andini sembari membuang mukanya malas.

"Elo jijay! Anak kampung!"

"Sadar diri bang!"

Zuzu dan Rafka yang mendengar pertengkaran mereka berdua tengah tertawa melihat dua sahabat nya ini yang tidak pernah akur. Jika bertemu pasti bertengkar. Seperti tom and Jerry saja.

Karna tidak tau apa yang di perdebatkan-nya Rafka kini selangkah mendekati Zuzu lantas membuka obrolannya.

"Zu, lapang yu main. Dari pada diem disini dicaci terus sama penghuni rumah, iya ga?" Ucap Rafka yang berhasil membuat duo bebek itu terdiam.

Zuzu terdiam sejenak mencerna perkataan Rafka tadi. Ada benarnya juga kan.

"Ohhh jadi kamu nangis bukan karna bombaiii Zu. Aku kira ga dikasih uang jajan" ucap Andini dengan santai, yang malah mengundang perdebatan nya lagi dengan tobby.

"Ayo Zu elah malah bengong!" Ajak Rafka yang membuat Zuzu tersadar dari lamunan tak jelas nya itu.

Tapi lagi-lagi Zuzu melamun. Mengingat kakanya, Raisya ingin di antar oleh nya pemotretan. Tapi dia juga malah terbayang bayang akan perkataan ibu nya tadi 'kalo Raisya minta ajak kamu buat nemenin dia pemotretan, tolak permintaannya. Saya tidak mau dia menerima hinaan dari masyarakat karna jalan berdampingan dengan seorang pembunuh ayah nya sendiri.'

Ia sangat tidak menyangka bahwa ibu kandungnya sendiri mengatakan hal yang sangat menyakitkan seperti itu. Bahkan dia tidak pernah serapuh dan sesakit ini. Biasanya yang menguatkan dia disaat keadaan seperti ini adalah ayahnya, tapi entah kemana ayahnya ini. Sejak selesai sarapan pagi tadi ia menghilang entah kemana.

"Zu, are you okey?" Tanya Rafka sembari melambai-lambaikan tangannya dihadapan Zuzu. Sampai membuat nya tersadar kesekian kalinya dari lamunan yang tak jelas nya.

"Ah, Iya ka, ayo. Kita kelapang" balas Zuzu dengan senyum hangatnya.

Mereka bertiga pun menuju lapang.

Ah sorry ralat, ber-empat.

Sambil bercanda riang, membicarakan hal yang tidak jelas, saling bertukar cerita, merangkul satu sama lain. Itulah yang Zuzu harapkan dari keluarganya. Tapi apalah, sampai saat ini pun dia tidak bisa merasakan hangatnya pembicaraan dari keluarga. Apalagi dari seorang wanita yang telah melahirkannya. Walaupun begitu, memiliki keluarga yang tak memperdulikannya, Zuzu bersyukur mempunyai teman yang begitu baik dan setia kepadanya. Mereka selalu ada saat suka maupun duka, ditambah masyarakat yang bersikap baik kepadanya, ya, walaupun ada sebagian orang yang masih mengatakannya pembunuh cilik. Namun Zuzu tidak merasa tersinggung dengan perkataan mereka. Ya karna dia sudah kebal dengan julukan yang diberikan padanya.

Zupiter Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang