"AAAAAAA!!!!! AKU TERLAMBAT BANGUN!!!!" Perempuan itu kembali heboh sendiri. Ya, ia terlambat bangun. Sudahlah, kalian tidak perlu mengkhawatirkan itu. Dia orang yang PD, juga bodo amat jika dia terlambat.
Ia membuka lemari pakaiannya yang padat dihuni dengan setelan baju dengan Blazer dan rok serta beberapa baju dan celana lainnya.
"Ugh, pakaian apa yang harus kugunakan? Hhhh, apa ini? Atau ini?" Gerutunya sambil mengangkat baju hitam dan Blazer putih ditangan kiri, serta baju pink dan Blazer abu abu ditangan kanannya.
Ia mengendikkan bahunya. "Bodo amat, aku pakai apa yang kuambil pertama,"
Tak butuh waktu lama, Ia sudah siap dengan pakaian rapihnya sambil mengunci pintu rumahnya. Lalu berlari kecil menuju halte bus.
"Aishh, kaki-ku lecet.." Ucapnya dalam hati dengan tumit kaki yang memerah.
"Pak! Saya berhenti disini!" Buru-buru Jane turun dari Bus dan melepas heelsnya.
Dengan PD ia berjalan dengan tanpa alas kaki memasuki gedung pengadilan dipusat kota.Ia mendekat pada seorang petugas security didepan pintu masuk, "Permisi, Pak.. Saya mau bertanya, diruang mana wawancara calon pengacara?"
"Oh, dilantai 3, Ruang pertama disebelah kiri," Jawab petugas tersebut.
"Oke, terima kasih, pak.." Ucapnya sambil sedikit membungkukkan badannya tanda permisi, dan segera pergi ke lantai yang ia tuju.
"Aishh, aku takut... Ma, bantu anak durhakamu ini! Aku ingin kau ada disini," katanya dalam hati.
BUGHH!!
Jane menubruk seorang pria dengan tata rambut berbentuk mangkok. Ia hampir saja tertawa melihat pria itu.
"Ah! Berjalanlah dengan baik!" Gadis itu sedikit kesal. moodnya sedang ambyar karena gugup untuk wawancaranya.
"Maaf, aku sedang terburu-buru. Oh, namaku Eric, aku akan wawancara untuk calon pangacara," kata pria itu dengan senyuman lebar, namun Jane tidak memedulikannya.
Jane memilih meninggalkan pria itu dan melanjutkan langkahnya sambil menenteng Heelsnya.
"Dia terlihat galak sekali. Tapi ia cantik juga.. Uhm? Apakah ia akan melakukan wawancara juga?" Eric menggerutu dengan tatapan yang masih tertuju pada Jane yang perlahan menghilang.
*****
"Selamat pagi, saya Hakim Patih. Silahkan nomor 1 masuk ke ruang wawancara, bergantian dengan nomor berikutnya," Kata seseorang bernama Patih.
Jane memasuki ruangan dan membelalak terkejut melihat betapa banyak orang yang akan melakukan wawancara seperti dirinya. Eric yang memasuki ruangan setelah Jane juga sama terkejutnya.
"MA!!! SEPERTINYA AKU AKAN MENANGIS! APAKAH AKU BISA MELAKUKAN INI? JANE, KAU HARUS BISA!" Ia menyemangati dirinya sendiri.
Eric yang berdiri dibelakang Jane menepuk pundak Jane. "Kau juga disini ternyata. aku harap aku dan kau bisa terpilih menjadi pengacara publik tahun ini,"
Jane memutar bola matanya, dan berfokus pada ponsel ditangannya. Ia membuka game ML diponselnya.
"Uhkm, aku butuh menenangkan diriku. Aku terlalu gugup. Satu match saja cukup sepertinya. Lagi pula aku mendapat nomor 25,"
*****
Tiba gilirannya.
Jane menghembuskan napasnya keras lalu membuka pintu ruangan. Ketiga orang didalam menatap Jane sambil tersenyum dan mempersilahkan Jane duduk.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Darling, Lawyer Jo
De TodoLangkah jenjang dengan heels hitam itu berjalan meninggalkan rumah dengan tas selempang mahal satu satunya yang ia punya. Setelan bajunya juga senada. Rok ketat pendek, dan baju putih yang dilengkapi blazer membuatnya tampak anggun. Ia berjalan men...