Chapter 2 - Ka Rian si Peka

10.3K 470 9
                                    

Setelah makan malam aku mengajak Kak Ria dan Kak Rian ke kamarku, aku masih merindukan 2 orang ajaib ini. Aku tidak pernah membeda-bedakan keduanya. Ya, walaupun ada sedikit canggung karena Kak Rian kini sudah mengetahui apa yang orang di sini tidak mengetahuinya. You know-lah. Dia tahu kalau aku merokok. Bahkan, sepertinya dia tahu kalau kini aku bergaul dengan teman-teman yang jauh dari kata baik. Ntahlah, aku benar-benar tidak mengerti mengapa indra penciuamannya sangat tajam, setajam silet maksudku setajam beruang. Beruang tentu masuk ke dalam salah satu golongan hewan yang memiliki indra penciuaman yang sangat tajam bukan?

Kak Ria duduk bersila di atas tempat tidurku sambil memeluk boneka hello kitty milikku. Aku ikut-ikutan duduk di sampingnya, diikuti dengan Kak Rian yang sudah ada di sampingku. Sekarang aku jadi bingung siapa tuan rumah yang sebenarnya, tapi siapa peduli? Toh, aku juga melakukan hal yang sama setiap ke rumah mereka. Berbicara soal rumah mereka aku mulai bertanya-tanya pada diriku sendiri kapan terakhir kali aku ke rumah mereka.

"Tadi lo ke mana aja si? Kok baru pulang deh?" tanya Kak Ria dengan raut wajah penasaran.

"Ehehe biasa." kataku tertawa. Hanya dengan mentakan 'biasa' aku tahu Kak Ria maupun Kak Rian akan mengetahui apa yang telah aku lakukan di luar sana.

"Oalah, masih jadi agen PHO? Awas kena karmanya lo baru tau rasa." kata Kak Ria, dengan nada bijaknya, sikapnya benar-benar menunjukkan kelabilannya, karena sifatnya selalu berubah-ubah layaknya bunglon. Meski aku tidak tahu apakah bunglon mau disamakan dengan dia atau tidak. Sepertinya dia tidak akan mau.

"Awas aja kalo ada orang minta jemput, telepon sambil nangis-nangis, meluk-meluk gue, sakit lama banget gara-gara patah hati.." kata Kak Rian dengan bahasa yang sangat dilebih-lebihkan. Aku tahu Kak Rian sedang menyindirku. Melihat dramatisirnya Kak Rian membuatku tersenyum kecut.

Aku mengerucutkan bibirku, sementara Kak Ria dan Kak Rian terbahak-bahak melihat ekspresiku. Mereka benar-benar anak kembar yang menyebalkan. Lihat saja, meski melihatku sedih, mereka justru tertawa. Aku hendak melempar mereka dengan bantal rasanya.

***

Flashback

Setelah menonton adegan hot (eh kalo ciuman itu bisa disebut hot, bukan?) di taman belakang yang membuat aku syok walaupun aku sudah mati-matian untuk biasa saja dan terlihat tegar, namun apalah dayaku, aku hanyalah Marsya yang sudah tidak tahan lagi menahan tangisku.

Karena aku sudah tidak kuat melihat Jendra maupun Melody akupun pergi meninggalkan mereka, Danu masih mengikutiku, ada kilatan-kilatan khawatir di matanya. Aku menjatuhkan diriku di tembok belakang studio paduan suara yang tampak sepi tanpa penghuni.

Rasanya aku sudah tak kuat lagi menyuruh kakiku ini untuk berlari lebih jauh. Aku terduduk dan memeluk lututku sambil menenggelamkan wajahku di sana. Aku menangis! Isakan-isakanku sudah tak tertahan lagi. Aku merutuki tangisanku yang seakan tidak mau berhenti meski otakku mengatakan bahwa aku harus menghentikan tangisan itu.

"Sya? Lo mau pulang?" tanya Danu, yang sudah berjongkok di hadapanku, aku tidak mempedulikannya. Aku masih sibuk mengendalikan diriku sendiri agar berhenti menangis. Aku tidak selemah itu!

Aku mengangguk. Sambil menyedot ingusku sendiri. memang kedengarannya sedikit jorok namun kalau aku tidak menyedotnya akan meler keluar dari hidungku dan membuatku kehilangan citra seorang Marsya.

"Yaudah sekarang dengerin kata-kata gue! Lo pura-pura pingsan aja, biar gue bisa izinin lo pulang ke guru piket." katanya, aku mendongak mendengar ide gilanya. Meski idenya tergolong gila namun bagiku itu cukup masuk akal.

The PHO (HINOVEL)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang