(Mentari) Tenggelamnya Mentari

262 2 0
                                    

Tenggelamnya mentari? Ku harap ini hanya sementara, dan esok akan kembali terbit seperti biasanya.

***

Jika ini sudah menjadi keputusan terakhirmu, aku bisa apa? Sebab, sengotot apapun aku memohon, kamu tak akan menggubrisnya. Apalagi ini sudah menyangkut harga diri keluargamu. Maaf, satu kata yang berulang kali aku ucapkan seolah tak mampu lagi merubah keadaan. Tak bisa lagi membuatmu untuk menarik kembali kata-kata perpisahan yang telah kamu lontarkan.

***

Pukul 19.30 WIB aku baru saja sampai rumah selepas bekerja. Aku letakkan tas kerja dan langsung mencari ponsel yang ada di dalamnya. Mengecek chat WhatsApp setelah seharian ponsel aku mode diam. Di sana, ada salah satu chat yang selalu aku nantikan setiap harinya. Siapa lagi jika bukan kamu. Sudah hampir tiga bulan lebih kita menjalankan LDR karena aku resign dari tempat kerjaku dulu.

Setelah aku selesai membersihkan diri dan beribadah, ponselku bordering, tertera namamu di sana. Nama yang selalu aku panjatkan di setiap sepertiga malam agar kita benar-benar berjodoh.

"Hai...," sapaku.

"Assalamu'alaikum..."

"Wa'alaikumsalam..."

"Lagi apa?"

"Baru aja selesai mandi dan shalat."

"Alhamdulillah..."

"Eh, itu kok janggutnya gak dicukur?" tanyaku gemas karena dari beberapa hari lalu aku memintamu untuk menyukur, tapi nggak digubris.

"Jangan, ini sunnah Rasul," jawabmu.

"Ah, alasan deh!" jawabku balik.

"Ganteng nggak aku?" tanyamu percaya diri.

"Jelek!" kataku bercanda sembari menjulurkan lidah.

"Hhhmm... dasar kecut!" ledekmu balik. Hal ini sudah menjadi kebiasaan kita, saling meledek satu sama lain.

"Aku tua ya?"

"Emang."

"Nggak nikah-nikah."

"Ya sabar."

"Lha gimana perkembangan ortumu? Pasti kamu nggak pernah bahas hubungan kita lagi kan?" tanyamu. Aku diam, mengalihkan wajah dari layar.

"Kok diam?" tanyamu lagi,

"Hubunganmu dengan ortumu itu perlu diperbaiki. Aku tau kamu nggak pernah terbuka sama ortumu. Jadi, gimana hubungan kita ini mau berlanjut?"

"Bahkan sejak terkahir kali aku datang ke rumah untuk menemui ortumu, kamu belum pernah tanya pendapat beliau tentang aku kan?" tanyamu menebak. Aku masih diam.

"Gini lho, Dek, sering-seringlah cerita ke ortu, jangan diam aja. Ortuku juga pengen lihat anaknya menikah. Kamu enak masih umur 24 tahun, lha aku udah 29 tahun, hampir kepala tiga," jelasmu panjang lebar. Aku masih diam.

"Kok masih diam? Yaudah ya, diakhiri aja VC-annya. Assalamu'alaikum..."

"Wa'alaikumsalam..."

***

Malam itu menjadi malam yang paling membuatku bimbang. Ini bukan kali pertama terjadi, tapi entah mengapa rasanya aku belum siap untuk menanyakannya lagi ke ortuku. Jika dipikir-pikir, nggak baik juga harus berlama-lama menjalin hubungan yang nggak pasti jika belum ada restu. Akhirnya, hari ini aku memberanikan diri untuk berbicara dengan ortuku. Tak lama, hanya beberapa menit dan aku kembali dibuatnya kecewa. Aku mendapatkan hasil yang tak ku inginkan. Bodohnya, aku menceritakan hasil pendapat ortuku semuanya ke kamu melalui WhatsApp.

From : Mas

Mksh infonya

To : Mas

Maaf... Aku menyampaikan apa adanya...

Tp nadanya ibu gak serius...

Ya kayak kalo aku bercanda sama Mas..

From : Mas

Iya gpp. Sdh ku WA kan ke ortuku..

Aku mundur

To : Mas

Kok gitu?

From : Mas

Hubungan ini sepertinya emang tidak baik untuk dilanjutkan

Ikhlaskan

To : Mas

Ibu masih ngasih kesempatan buat hubungan ini kok

From : Mas

Maaf ya

Mas gak mau memperdebatkan ini..

To : Mas

Aku udah berusaha buat mempertahankan Mas..

From : Mas

Aku dan keluarga tersinggung..

Terima kasih

Maaf Dik..

Gak baik kita lanjutin. Mas minta maaf

To : Mas

Mas... :-(

From : Mas

Maaf ya..

Mas berharap kamu nerima keputusan ini

Kalo jodoh, pasti akan dipermudah..

Sudah ya...

Assalamu'alaikum...

To : Mas

Wa'alaikumsalam..

Sekali lagi, aku merasa bodoh, tak menyaring dulu pendapat dari orangtuaku agar tak menyakitimu dan keluargamu. Hal ini sudah pernah terjadi di akhir tahun lalu dan hasilnya pun aku sempat kehilanganmu walau hanya dua minggu. Perasaanku campur aduk. Aku rapuh, dadaku sesak. Perlahan butiran bening kristal ini menetes tanpa seizinku. Aku tak kuat. Ingin rasanya aku berteriak. Kenapa harus menjadi seperti ini? kenapa? Kehilanganmu merupakan hal yang sama sekali tak pernah terbayangkan dan tak pernah aku inginkan. Aku benar-benar mencintai kamu sejak kamu memberanikan diri untuk serius denganku. Aku tak berharap lebih atas apa yang akan terjadi ke depannya. Jika benar kita berjodoh, pasti akan ada jalan. Kamu pasti akan kembali denganku dan orangtuaku akan menerimamu. Aku berserah kepada-Mu, Ya Rabb...   

Kumpulan Cerpen "Mentari Setelah Senja"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang