❝Nama lo Dela, gue Panves, kalo nama kita digabungin jadi 'delapan'.❞
❝Terus?❞
❝Lo tau apa arti angka delapan?❞
❝Gak dan gak mau tau.❞
❝Delapan itu angka yang garisnya nyambung terus, gak pernah berhenti. Kayak gue dan lo, takdir kita selalu ketemu...
Helloooooo👋 sebelum baca tolong tinggalin vote dan komen ya, hargai aku plis :(((
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
𝘚𝘪𝘢𝘱𝘢 𝘊𝘢𝘳𝘮𝘦𝘭? -Radel
☾
DALAM mobil Radel cuma memandang gedung sekolahnya dengan malas. Ah ... kalau bukan karena pindahan mendadak yang mamanya rencanakan tidak mungkin dia menekuk wajahnya sekarang. Cuma karena masalah, mereka melarikan diri seolah bisa lupa.
Bodoh!
Bagaimana bisa masalah besar seperti itu dilupakan. Radel tak segampang itu menyepelekan kejadian. Apalagi yang berdampak besar pada ingatan.
Sekolah baru, lingkungan baru, teman baru, Radel merasa terjebak dengan itu. Padahal dia sudah sangat nyaman dengan sekolahnya yang dulu. Tapi, untuk kesekian kalinya Radel tak bisa menolak perintah sang Mama.
"Kamu dengar yang mama katakan kan Radel?"
Radel dituntut untuk bersikap sopan. Sampai dia sekarang harus menahan diri untuk tidak memutar bola matanya malas. Dia sudah sangat hafal yang Ara katakan. Peraturan-peraturan wanita karir itu buat seperti; tepat waktu saat pulang sekolah maupun les, selesai makan malam jam tujuh langsung ke kamar buat belajar, dan ... jangan dekati cowok manapun.
Hidupnya sangat monoton tentu saja. Ya ... sejak kejadian itu.
Menyedihkan!
"Kamu denger kan Dela?" ulang Ara setelah tak mendapatkan respon. Radel mau tak mau menoleh pada mamanya dan raut keras itu sangat menuntutnya untuk mengiyakan semua perkataannya.
"Radel denger, Ma." Karena tentu saja, mamanya punya kartu as dengan sengaja memanggil nama itu untuk mendapatkan keinginannya.
"Bagus," komentarnya. "Jangan lupa untuk telepon temen SD kamu, siapa namanya?"
"Jovita."
"Oh iya, Jov." Mamanya mengangguk. "Kamu beruntung karena seenggaknya kamu punya temen di sini."
Radel tak mengatakan apapun lagi. Setelah mendengar petuah mamanya sekali lagi, dia turun dari mobil. Berada di satu ruangan dengan Ara, sungguh menguras emosi. Dia berjalan di lobi sambil menempelkan ponsel di telinga. Menunggu panggilannya tersambung oleh sahabat SD-nya itu.
Ara benar. Dia masih beruntung karena di tempat asing ini dia tak benar-benar sendirian. Sebenarnya dia sama sekali tak menyangka jika dia akan satu sekolah dengan Jovita. Apalagi mereka telah berpisah bertahun-tahun lamanya.
Namun, dua hari kemarin dia tak sengaja bertemu perempuan itu di jalan. Sesuatu yang sungguh mengejutkan hingga mereka memutuskan untuk bertukar nomor ponsel. Karena lagi terburu-buru, Jovita tak bisa menyempatkan diri mengobrol dengannya.
Sampai akhirnya dia tahu kalau Jovita bersekolah di tempat yang Ara daftarkan.
"Radel!" Panggilan itu membuat Radel menurunkan ponsel lalu menoleh. Melihat bagaimana perempuan bercepol itu berdadah senang, dengan tak sabarnya Radel berjalan mendekat yang langsung disambut pelukan.