Delapan/6-Piyama Beruang

252 36 88
                                    

Pusing kali ini mau ngatur waktu buat nulis aja gak ada. Bukan kalian aja yng jdi nunggu kelamaan, hobi nulis aku jadi terbengkalai :((

Berharap sih part ini ramai ama vote dan komen :)

"𝒫𝑜𝓃𝓈𝑒𝓁 𝓁𝑜 𝓈𝒾𝓃𝒾, 𝒹𝒶𝓃 𝑔𝓊𝑒 𝓀𝒶𝓈𝒾𝒽 𝓅𝑜𝓃𝓈𝑒𝓁 𝑔𝓊𝑒

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"𝒫𝑜𝓃𝓈𝑒𝓁 𝓁𝑜 𝓈𝒾𝓃𝒾, 𝒹𝒶𝓃 𝑔𝓊𝑒 𝓀𝒶𝓈𝒾𝒽 𝓅𝑜𝓃𝓈𝑒𝓁 𝑔𝓊𝑒."

"Ayo, gue anter pulang."

Panves sudah memosisikan diri di atas motor, menoleh pada Radel yang berdiri ragu.

"Gue harus naek?"

Demi boneka beruangnya yang sudah kusam di rumah, Radel tak pernah menaiki kendaraan besi beroda dua itu, selain sepeda dan jemputan supir. Apalagi mengingat jika kakaknya pergi karena kendaraan itu penyebabnya.

"Lo mau gue tinggal?"

"Eh jangan dong!" Radel refleks menyentuh tangan Panves yang berada di stang. Cowok itu menaikkan alis menatapnya, yang secepat itu juga Radel sadar dan menjauhkan.

"Kalo gitu naik."

Radel memandang Panves yang melirik jok belakang. Mau tak mau Radel juga menatap ke jok tinggi yang kosong.

"Gue ... gue gak tau cara naiknya."

Sangat siap Radel mendengar tawa meledek dari Panves, tapi cowok itu cuma membungkuk, membuka step kaki, kemudian mengulurkan tangan.

"Pegang tangan gue, terus naek kesitu."

"Gak bakal jatoh kan?"

"Coba aja dulu."

Setelah satu tarikkan napas, Radel menginjakkan sebelah kakinya di step motor, bertumpu pada telapak hangat dan lebar itu. Setelah merasa nyaman di duduknya, Radel kebingungan.

"Terus ... gue pegang apa?"

Tanpa kata, Panves cuma memberikan jawaban dengan menarik kedua lengannya untuk masuk ke dalam saku jaket kulit yang cowok pakai.

"Pegang yang kenceng."

Aroma mint bercampur apple yang menenangkan jelas langsung menusuk penciuman. Radel terbelalak memandang punggung tegap Panves yang terlampau dekat. Dengan sangat terpaksa dia mengikuti yang cowok katakan. Karena jelas bukan cuma takut terjatuh, dia merasa ada yang salah dengan debaran jantungnya sendiri.

Dia butuh pegangan.

Saat Panves memacu motor, angin bergerak kencang. Radel bisa merasakan rambut panjangnya terkibas. Debaran jantungnya kini berubah lebih antusias. Dan tampaknya, Radel tak merasa menyesal naik ini untuk pertama kali, karena dia dapat mencium aroma kebebasan dalam hidupnya yang penuh tuntutan.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 13, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

DelapanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang