SUASANA toko barang antik milik Maurice itu mendadak hening, tepat setelah gadis yang baru saja menginjakkan kaki itu bertanya.
Arthur berkedip beberapa saat sedangkan otaknya sebisa mungkin mengumpulkan kesadarannya yang nyaris tenggelam dalam jurang manik emas milik sang gadis.
"... Huh?"
Dahi gadis itu semakin mengerut karena Arthur tanpaknya masih belum paham apa yang ia maksud. Gadis itu mengelus dagunya seperti tengah memikirkan sesuatu sambil berguman 'hmm....' selama beberapa saat. "Apakah ada sesuatu yang salah dengan laporan yang aku kirim kemarin sampai kau repot-repot datang kemari?"
Arthur semakin tidak mengerti dengan arah pembicaraan ini. Entah otak Arthur yang semankin menumpul ataukah gadis di depannya ini tengah mengada-ada.
"Maaf, Nona. Laporan apa yang Anda maksud?"
Gadis tampak menghela napas. "Itu—"
"Ah, Duchess. Kau datang hari ini?" suara Maurice berhasil memotong ucapan sang gadis dan mengalihkan perhatiannya dari Arthur. Gadis itu tanpa basa-basi langsung menghampiri lelaki paruh baya yang membawa kotak musik.
"Haha, iya. Bagaimana kabarmu, Tuan Maurice? Apa tokomu ramai pelanggan?"
"Aku baik. Akhir-akhir ini cukup banyak pesanan yang datang, setidaknya lelaki paruh baya ini punya sedikit kesibukan. Apa kau baru kembali dari patroli, Duchess?"
Sementara gadis bermata emas dan Maurice saling bertegur sapa sampai-sampai melupakan eksistensi Arthur di sana, Raja Britannia itu hanya diam memperhatikan. Otaknya tidak berhenti mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi di sini. Sampai ia menyadari sesuatu.
"Anu— Tuan Maurice..."
"Ah!" Maurice berjengit menyadari kelancangannya melupakan keberadaan sang raja. "maafkan saya Yang Mulia, sebentar. Duchess, kotak musikmu ada di etalase, kau tidak keberatan jika mengambilnya sendiri?"
"Tentu saja tidak. Silakan lanjutkan transaksi kalian. Maaf aku mengganggu kalian." gadis itu berjalan menjauh menuju sebuah etalase di dekat jendela kaca.
"Sekali lagi maafkan saya, Yang Mulia. Tadi saya melupakan Anda," ucap Maurice dengan postur tubuh yang sedikit menunduk mengadakan bahwa lelaki itu menyesal karena melupakan eksistensi sang Raja beberapa saat lalu. "ini kotak musik yang mirip dengan yang ada di etalase tadi."
"Umh, ya, terima kasih. Tuan Maurice, boleh aku bertanya sesuatu?"
"Tentu saja, Yang Mulia. Selama saya bisa menjawabnya."
Arthur mencondongkan tubuhnya sedikit, seraya berbisik pada Maurice. "Gadis itu... Apa dia Duchess Skyford?"
Lelaki paruh baya pemilik toko antik itu berkedip beberapa saat, merasa bingung dengan pertanyaan sang raja. "Iya, dia Duchess Skyford."
KAMU SEDANG MEMBACA
Stardust ~A Fate/Grand Order Fanfiction~
أدب الهواةArthur Pendragon berharap kisah cintanya tidak serumit urusan politiknya. Stardust : (n.) a naively romantic quality Disclaimer : FGO © TYPE-MOON OC and Story © _MalamSunyi