Chapter 4 : Kesan Pertama

2.2K 50 0
                                    

Note : Sebelum baca klik vote dan komennya donk ^^


Tidak lama, terdengar suara langkah kaki berjalan ke arah mereka dan melewati punggung keduanya, lalu duduk di hadapan keduanya sambil menumpangkan satu kakinya di atas kaki lainnya.

Lily dan Stefan tercengang untuk sesaat. Terutama Lily, matanya terbelalak melihat sosok pria di hadapannya. Bahkan, ia menatap pria itu tak berkedip.

'Sungguh ciptaan Tuhan yang sempurna,' gumamnya.

Stefan yang menyadari hal tersebut lantas menepuk bahu sahabatnya dan menyadarkannya dari kekaguman yang hakiki. Lily tersadar dan langsung memperkenalkan dirinya.

"Siang Pak, maaf mengganggu waktu berharga Anda. Nama saya Lily Natasha dan pastinya Bapak sudah tahu bahwa tujuan saya kemari adalah untuk melamar pekerjaan sebagai guru privat." Lily merasa sangat gugup, ingin rasanya ia menyembunyikan wajahnya ke suatu tempat. Pria di hadapannya terlalu sempurna.

"Emm, cukup bagus perkenalannya. Tapi ...," ucap pria itu.

Lily dan Stefan menatap dan mendengarkan ucapan pria itu dengan sangat serius. Terutama Lily yang sangat berharap kesan pertama yang baik. Lalu, ia pun memberanikan diri untuk bertanya pada pria itu.

"Tapi apa, Pak? Kalau saya boleh tahu," tanya gadis itu keheranan.

"Umm, kamu jauh dari ekspektasi saya, dari apa yang saya bayangkan," jawabnya.

Lily dan Stefan terdiam tak bergeming. Keduanya bingung dengan semua yang dikatakan oleh pria itu.

'Apa maksudnya?' gumam Lily.

"Baiklah, begini saja kamu dan temanmu silahkan pulang dulu, tunggu kabar dari asisten saya selanjutnya. Sampai ketemu lagi," ucap pria itu hendak beranjak pergi.

'Apaaa! Cuma gini doank?' gumamnya.

"T-tapi Pak, tolong Pak beri saya kejelasannya, saya butuh pekerjaan ini dan saya butuh kejelasan, Tolong, Pak," pinta Lily memelas.

Pria itu menatap lekat wajah Lily dengan tatapan misterius. Dia tidak berbicara hanya menatap lama. Sungguh membuat suasana semakin tidak nyaman, terutama Lily yang semakin lama semakin salah tingkah dah merasa canggung.

Tidak lama terdengar suara seseorang berlari ke arah mereka. Suara asing itu berteriak memanggil, "Daddy."

Lily dan Stefan terkejut dan secara spontan mereka menoleh ke arah sumber suara dan mendapati seorang anak perempuan cantik bak boneka khas Eropa tengah berlari ke arah mereka.

Rambutnya berwarna kecoklatan dan sedikit bergelombang, hidungnya yang mancung, matanya yang bulat yang dihiasi oleh bulu mata yang lebat, bibirnya yang mungil berwarna merah muda dan kulitnya yang putih seputih susu.

Suara gadis kecil itu sangat merdu dan lucu. Senyumnya yang menawan ditambah dengan lesung pipi di kedua pipinya, semakin menambah kecantikannya yang paripurna.

Pandangan Lily dan Stefan tertuju pada gadis kecil itu. Dia menghampiri pria itu dan memeluknya.

"Daddy, temani aku bermain," rengek anak itu.

"Marilyn, Daddy sedang ada tamu. Bermainlah dahulu dengan Bi Inah, ok?" jawab pria itu lembut.

Tiba-tiba anak itu menoleh dan menatap Lily, dia memandang dari atas kepala hingga ujung kaki, membuat Lily sedikit kebingungan.

"Daddy, apa dia guru privatku yang baru?" tanyanya penasaran.

"Belum tahu, Daddy masih berbincang dengannya," jawab pria itu sambil membelai lembut rambut kecoklatan gadis kecil tersebut.

"Aku suka wajahnya, biarkan dia menjadi guru privatku, sehingga dia bisa menemaniku bermain dan belajar. Please Daddy," rengek anak itu.

"Daddy belum memutuskan. Marilyn patuhi Daddy, kembalilah ke kamarmu sekarang!" ucap pria itu dengan nada suara yang sedikit tinggi.

Gadis kecil itu merengut dan berjalan dengan langkah gontai pergi dari hadapan kami. Hati Lily sedikit terenyuh mendengar pernyataan gadis itu. Seumur hidupnya ia jarang berinteraksi dengan anak kecil, sehingga banyak anak-anak yang kurang menyukai dirinya.

Sebenarnya Lily seorang gadis berhati baik dan lembut, hanya saja jika berhadapan dengan anak kecil, ia menjadi kaku dan bingung. Tetapi, ketika melihat Marilyn perasaan berbeda menyentuh hatinya. Entah itu rasa kasihan atau peduli.

Tiba-tiba sebuah pertanyaan dari pria itu membuyarkan lamunan Lily.

"Ehem, sampai mana tadi kita berbincang?" tanyanya serius.

"Sampai saya memohon kejelasan, Pak. Jika Bapak berkenan tolong beri saya kesempatan untuk mencoba pekerjaan ini," jawab Lily memelas.

"Panggil saya Mr, jangan Bapak," ucap pria itu.

"Baik, Mr."

"Saya butuh waktu untuk memikirkan hal ini, seperti yang kamu lihat putri saya menyukaimu, tetapi saya belum yakin dengan kamu. Setelah saya memikirkan masalah ini baik-baik, asisten saya akan menghubungi kamu. Bagaimana?" tanyanya lagi.

"Baik, Mr. Bolehkah saya berharap yang terbaik?" tanya Lily penuh harap.

"Silahkan, itu hakmu. Oh ya, pekerjaan guru privat ini tidak hanya mengajar, tapi ada tugas-tugas lainnya, jadi agak sedikit berat."

"Tidak apa-apa, Mr. Saya mau mencobanya jika ada kesempatan."

"Ok, beri saya waktu. Kalau tidak ada yang dibahas lagi, saya permisi dulu. Bi Inah akan mengantar kalian keluar."

"Iya, Mr. Terima kasih."

Lalu, pria itu pun berlalu pergi meninggalkan mereka berdua yang masih tercengang dan terkejut dengan beribu pertanyaan yang menggelayuti perasaan.

Tidak lama kemudian, Bi Inah menghampiri keduanya.

"Den, Non. Mari saya antar keluar," ajaknya sopan.

"Iya, Bi. Oia, boleh kami bertanya sesuatu?" tanya Lily pada Bi Inah.

"Boleh, silahkan Non. Mau tanya apa?"

"Tuan yang tadi apakah orang asing? Maksudnya bukan Warga Negara Indonesia?"

"Loh, Tuan Warga Negara Indonesia. Hanya saja ayahnya berkebangsaan Amerika, sementara ibunya berkebangsaan Indonesia. Lihat saja fisiknya Tuan yang berbeda dari pria pada umumnya. Tuan sangat tampan, banyak wanita yang tergila-gila sama Tuan."

"Oh, lalu anaknya?"

"Non Marilyn?"

"Sama, Non. Istri Tuan berkebangsaan Indonesia, lahirlah Non Marilyn yang wajahnya bak boneka porcelain," jawab Bi Inah bangga.

"Oh, terima kasih Bi Inah sudah mau jawab pertanyaan saya. Saya dan teman saya pamit dulu yah," ucap Lily sambil menarik tangan Stefan menjauh dari pintu masuk.

"Iya, Non. Sama-sama," jawabnya sambil menutup rapat pintu masuk.

Stefan dan Lily berjalan menuju pintu gerbang sambil bercanda ria dan saling menggoda satu sama lain. Tanpa mereka sadari sosok misterius sedang mengamati tingkah keduanya dari kaca jendela besar di lantai dua.

Setelah membuka pintu gerbang, Lily menengok ke belakang dan melemparkan pandang ke segala sudut, ia hanya iseng ingin menikmati kembali pemandangan rumah mewah. Saat itu, pandangan matanya membawanya kepada sosok di lantai dua.

Gadis itu sangat terkejut, ia mencoba memperhatikan sosok yang sedang memandang ke arah mereka berdua, tetapi karena jaraknya sangat jauh, ia tidak dapat melihat sosok tersebut dengan jelas.

"Van, Van ke sini sebentar," seru Lily sambil melambaikan tangannya.

Stefan berjalan menghampiri Lily dan bertanya pada gadis itu, "Ada apa sech?"

"Tadi ada yang merhatiin kita, tapi gue gak bisa lihat dengan jelas. Gue penasaran siapa dia yah?" jawab gadis itu.

"Loe gak berharap Mr. Misterius itu yang merhatiin loe khan?" tanya Stefan menggoda Lily.

"Gak lah, Vin. Gue masih sadar diri, mana ada itik buruk rupa menyukai angsa?"

Terbawa Hasrat sang CEOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang