Chapter 5 : Mimpi Aneh

2K 43 0
                                    


Note : Sebelum baca tolong klik votenya dan beri komen donk. Makasih ^^

Stefan berjalan menghampiri Lily dan bertanya pada gadis itu, "Ada apa sech?"

"Tadi ada yang merhatiin kita, tapi gue gak bisa lihat dengan jelas. Gue penasaran siapa dia yah?" jawab gadis itu.

"Loe gak berharap Mr. Misterius itu yang merhatiin loe khan?" tanya Stefan menggoda Lily.

"Gak lah, Vin. Gue masih sadar diri, mana ada itik buruk rupa menyukai angsa?"

"Tapi yang dipilih sama pangeran itik buruk rupa dan bukan angsa lainnya loh."

"Udah, udah jangan bikin halu gue semakin tinggi ntar jatuhnya kecewa. Ngomong-ngomong Mr yang tadi umur berapa yah?" Lily menempatkan jari telunjuknya di depan bibirnya tampak berpikir mencoba menerka umur sang Mr. Misterius tersebut.

"Kepala tiga ada kali, Ly. Lagian anaknya aja dah umur enam tahun, bisa loe bayangin khan dia menikah umur berapa?"

"Iya, gue bisa bayangin sech. Tapi fisiknya gak terlihat tua yah, sama loe aja kelihatan seumur."

"Lah, jauh lebih tua dialah umurnya, masa gak kelihatan sech? Gue ganteng maksimal gini," ucap Stefan sembari tersenyum simpul ke arah Lily.

"Ganteng maksimal dari Hongkong." Tawa Lily meledak saat melihat wajah Stefan yang sedikit merengut.

"Sudah yuk, kita jalan aja sebelum sore," ajak Stefan sembari membuka pintu mobilnya.

Lantas keduanya masuk ke dalam mobil dan Stefan pun melajukan mobilnya perlahan keluar dari area perumahan Pondok Indah. Kini, mereka berencana untuk menghabiskan waktu dengan berjalan-jalan di mall.

Singkat cerita sesudah menikmati waktu senggang bersama teman-teman di mall, Lily pun diantar pulang oleh Stefan. Sesampainya di depan rumah, Lily pun mengucapkan terima kasih dan melambaikan tangan pada sahabatnya tersebut.

"Terima kasih, Van. Hati-hati di jalan yah," ucap Lily sambil memperhatikan mobil Stefan menjauh dan menghilang dari pandangannya.

Lalu, gadis itu masuk ke dalam rumah dan mendapati kedua orang tuanya yang sedang terlibat pembicaraan serius. Lily berjalan perlahan mendekati ruang makan dan mendengarkan pembicaraan keduanya.

"Pah, masa kamu bekerja sepuluh tahun hanya dapat pesangon segitu?" ucap sang mama.

"Ya, mau gimana lagi, Mah. Papah juga terpaksa menerima, mana Papah tahu kalau ternyata jumlahnya hanya segitu," jawab Papa Lily.

"Atasan kamu keterlaluan, tidak menghargai jerih payahmu selama ini. Mamah sungguh kecewa. Dengan uang segitu setengahnya saja sudah habis untuk bayar hutang. Lalu, untuk rencana buka usaha apa uang pesangon ini cukup?"

"Kita cukupkan, Mah. Tidak perlu membuka usaha yang terlalu besar dan memakan biaya banyak, kita buka usaha kecil-kecilan saja dulu. Oia, Papah punya ide. Mamah khan pintar masak, gimana kalau Mamah berjualan nasi dan sayur matang di depan rumah kita?"

"Ya, Mamah juga berpikir begitu. Oke, Mamah coba yah, Pah."

"Sip, lalu Papah mau buka bengkel di samping rumah kita. Sejak dulu Papah memang memiliki niat untuk membuka bengkel motor. Gimana Mamah setuju?"

"Iya, Pah. Ide Papah cukup bagus, setidaknya asal bisa untuk menyambung hidup terlebih dahulu."

"Kita berdoa yah Mah, biar rencana kita bisa berjalan lancar. Ngomong-ngomong Lily belum pulangkah?" tanya Papa Lily penasaran.

Lily yang mendengar pertanyaan sang papa, lantas keluar dari tempat persembunyiannya dan masuk ke dalam ruang makan, menyapa kedua orang tuanya.

"Aku baru saja pulang, tadi sehabis wawancara, Stefan ngajak Lily nge-mall," ucap gadis itu.

"Papa kira kamu belum pulang, Nak. Mandi dulu sana lalu makan malam bareng Papa dan Mama," jawab sang papa.

"Ok, Pa. Lily mandi dulu yah." Lily berjalan meninggalkan ruang makan menuju ke kamar tidurnya.

Sesampainya di dalam kamar tidur. Lily menaruh tasnya ke kursi yang terletak di sebelah meja belajarnya, lalu ia masuk ke kamar mandi dan membiarkan dirinya berada di bawah guyuran air hangat dari shower.

Ia memejamkan matanya seraya membayangkan sorot mata laki-laki yang hendak mempekerjakannya tersebut, sungguh sorot mata yang tegas dan dingin, tetapi entah kenapa rasa penasaran akan sorot mata itu begitu membuatnya gusar. Lily merasa ingin tahu mengenai laki-laki itu lebih jauh.

Tetapi sekejap kemudian, ia merasa bukan urusannya untuk mencari tahu tentang laki-laki itu, ataupun untuk merasa penasaran dengan dirinya. Yang terpenting bagi dirinya saat ini ialah mencari pekerjaan yang dapat menghasilkan uang.

Gadis itu menghela napas panjang dan memejamkan mata, dia terus berpikir apa yang harus ia lakukan agar dapat secepatnya mendapatkan pekerjaan. Wawancara tadi siang saja belum dapat dikatakan sukses jika ia belum menerima hasilnya.

Selesai mandi, sambil mengeringkan tubuh dan rambutnya, Lily pasrah menerima apapun hasil dari wawancaranya tadi siang. Ia tidak ingin berharap terlalu tinggi, ia pasrah ke mana nasib akan membawanya.

Lalu, gadis itu keluar dari kamarnya dan bergabung bersama dengan kedua orang tuanya di ruang makan. Di sela-sela acara makan, sang mama bertanya, "Ly, gimana hasil wawancara tadi pagi?"

"Belum ada keputusan, Ma. Diminta menunggu dulu."

"Semoga kamu keterima yah, Sayang," ucap sang mama seraya membelai lembut kepala Lily.

"Iya, Ma. Semoga, doain aja yah."

Malamnya, Lily berbaring di tempat tidurnya yang tertata dan didesain imut dengan dominasi warna merah muda, beberapa bantal yang berbentuk imut pun ikut menemaninya, seperti bantal berbentuk awan, bentuk kepala binatang dan lain-lainnya.

Matanya sudah terlampau lelah, dan akhirnya ia pun terlelap tidur dan masuk ke alam mimpi. Dalam mimpinya ia berada di rumah Mr. Misterius tersebut dan kini ia berdiri tepat di hadapannya.

Tinggi tubuh mereka yang tidak sama, mengharuskan dirinya menengadahkan kepala hanya untuk sekedar menatap wajah tampan pria itu. Tiba-tiba, pria itu menggenggam tangan Lily dan berkata, "Lily, sudah sejak lama aku menyukaimu, Sorot matamu membuatku tenang dan entah mengapa aku merasa bahagia saat kau berada di sisiku. Maukah menjadi kekasihku?"

Dalam mimpi itu, Lily tidak mengeluarkan suara. Ia hanya menatap pria itu dan menganggukkan kepalanya. Tiba-tiba, bibirmya kini berdekatan dengan bibir seksi pria itu, bahkan jaraknya kurang dari lima sentimeter.

Keduanya saling menatap bibir indah di hadapannya, lalu pria itu mencium lembut bibir mungil berwarna merah muda milik Lily. Gadis itu memejamkan matanya menikmati ciuman hangat yang diberikan oleh sang pria.

Tangannya yang kekar melingkar di pinggang ramping Lily, lalu pria itu menarik tubuh gadis itu mendekat padanya dan mendekapnya erat seakan tidak ingin melepaskannya barang sekejap saja.

Dalam mimpinya itu, keduanya terlihat sangat menikmati momen kebersamaan mereka. Tetapi, tiba-tiba saat sedang asyik bermimpi, Lily dikejutkan oleh suara alarm dari ponselnya yang berbunyi sangat kencang, hampir memekakkan telinga.

Ia langsung membuka matanya dan meraih ponselnya, lalu mematikan alarmnya. Tapi, saat hendak menaruh ponselnya kembali pada nakas, dilihatnya sebuah pesan masuk ke dalam Whatsappnya dan berasal dari nomor asing. Nomor yang tidak tersimpan pada kontaknya. Rasa penasaran memenuhi dirinya, lalu dibukanya pesan tersebut dan ...


Terbawa Hasrat sang CEOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang