CH 7 : Gugup Karenamu

1.5K 41 1
                                    


Akhirnya langkah mereka terhenti di depan salah satu ruang yang tampaknya lebih besar dari ruang-ruang lainnya. Lily menatap pada papan nama yang terletak di atas pintu dan papan itu bertuliskan ruang personalia.

"Van, ini ruang personalianya. Betul ini dech," ucap Lily yakin.

"Ya udah yuk kita masuk, eh ketuk dulu pintunya," jawab Stefan sambil tersenyum lebar.

Lalu, Lily mengetuk pelan pintu ruang personalia tersebut sambil berkata, "Permisi, bolehkah saya masuk?"

Tidak lama kemudian, terdengar suara dari dalam yang mempersilahkan mereka masuk.

"Masuklah."

Kemudian, Lily masuk ke dalam ruangan, sementara Stefan menunggunya di luar ruangan sambil duduk santai di salah satu sofa yang terletak di depan ruangan personalia.

"Van, gue masuk dulu yah. Loe tunggu di sini. Oke?" ucap Lily seraya merapikan pakaian kerjanya.

"Oke, gue tunggu di sini. Tenang aja, gak akan gue tinggal."

Kemudian, Lily membuka pintu di hadapannya. Dengan memberanikan diri, gadis itu menoleh ke dalam dan melihat seorang wanita yang sangat cantik sedang duduk di meja kerjanya dan tampak sibuk memeriksa berkas yang ada di hadapannya.

"Permisi, Bu. Maaf mengganggu," ucap Lily seraya menutup rapat pintu tersebut dan berjalan menuju ke meja kerja wanita itu.

"Silahkan duduk, tunggu sebentar yah," jawabnya seraya tangannya sibuk membolak-balikkan kertas berkas di hadapannya.

"Baik, Bu," jawab Lily tenang.

Tidak lama kemudian, wanita itu telah selesai dengan urusannya, lalu dia memperkenalkan dirinya kepada Lily.

"Nama saya Diana, nama kamu Lily Natasha khan?" tanyanya seraya mengulurkan tangannya menjabat tangan gadis itu.

"Iya, Bu. Nama saya Lily Natasha," jawabnya.

"Oke, ini adalah berkas perjanjian kerja yang dibuat khusus oleh Mr. Chris untuk kamu. Tolong ditandatangani di bagian yang saya beri tanda. Ini bolpoinnya, silahkan."

"Saya baca dulu yah, Bu."

"Oh, silahkan."

Lily membaca surat perjanjian kerja itu dengan teliti, semua pasal dan tulisan yang tertera di dalamnya tidak ada yang aneh, kecuali satu pasal yang bertuliskan, "Jika pihak pertama yaitu, Mr. Chris memiliki urusan mendadak dan harus meninggalkan rumah, maka pihak kedua yaitu, Nona Lily Natasha harus bersedia untuk tinggal sementara di rumah pihak pertama untuk menemani pihak ketiga, dalam hal ini adalah Nona Marilyn sampai batas waktu yang tidak ditentukan."

Lily cukup terperanjat membaca pasal tersebut, tetapi yang jauh lebih membuatnya terperanjat adalah nama Mr. Misterius itu, ternyata bernama Mr. Chris.

'Nama yang bagus, keren,' gumam gadis itu.

"Bu, kenapa pasal bagian ini sedikit aneh yah? Memang berapa lama biasanya Mr. Chris pergi?" tanyanya penasaran.

"Aneh bagaimana? Kamu diminta untuk menemani anak perempuannya Mr. Chris selama dia tidak berada di rumah. Apa ada yang salah dengan hal itu?"

"Tapi, kenapa saya harus menemaninya?"

"Karena Nona Marilyn penakut jika tidur di malam hari, dia membutuhkan teman yang menemaninya sampai tertidur lelap."

"Benarkah?"

"Ya, lagipula Anda akan dibayar sesuai jam lembur yang telah dikerjakan. Tetapi, jika Anda ingin protes terhadap pasal itu, silahkan datang ke ruangan Mr Chris dan diskusikan hal ini dengannya."

"Saya kurang setuju dengan pasal ini, karena saya memiliki kehidupan pribadi juga. Di sini tertulis saya harus tinggal di rumah Mr. Chris sampai batas waktu yang tidak ditentukan. Lalu, kapan saya bisa menjalani kehidupan pribadi saya? Lagipula, saya bekerja sebagai guru privat dan bukan sebagai pengasuh?"

"Tapi, Anda membutuhkan pekerjaan ini, bukan?"

"Ya, saya memang butuh, Tapi, apa tidak bisa pasal ini dinegosiasi kembali?"

"Anda dapat menemui Mr. Chris dan bicarakan hal ini dengannya. Dia ada di ruangan paling ujung."

"Baiklah, saya akan menemuinya. Terima kasih, Bu Diana. Saya bawa berkas perjanjian kerja ini."

"Oke, semoga berhasil."

Lalu, Lily pun keluar dari ruangan Bu Diana, dan sesampainya di luar ruangan dilihatnya Stefan yang sedang tertidur dengan lelapnya di sofa. Ia merasa kasihan melihat sahabatnya yang mungkin saja kelelahan, sehingga Lily berlalu pergi meninggalkannya yang tengah tertidur lelap.

Gadis itu berjalan menelusuri lorong hotel, hingga akhirnya ia sampai di depan pintu sebuah ruangan yang jauh lebih besar dari ruangan yang lainnya. Jantungnya berdegup kencang dan rasa gugup mulai melandanya.

Keringat dingin membasahi telapak tangannya, ingin rasanya ia berbalik kembali dan mengurungkan niatnya. Tapi, ia sudah sejauh ini dan apa yang telah ia tekadkan sebelumnya harus ia laksanakan.

Lily mengetuk pelan pintu tersebut seraya berkata, "Permisi Mr. bolehkah saya masuk?"

Tidak lama terdengar suara balasan dari dalam ruangan yang menjawab, "Silahkan masuk."

Lily pun bersiap masuk, dengan tangan yang berkeringat dingin dan rasa gugup yang sangat hebat. Ia membuka dan mendorong pintu tersebut. Dilihatnya Mr. Chris sedang duduk di meja kerjanya, membolak-balikkan berkas yang berada di hadapannya, sama persis seperti yang dilakukan oleh Diana.

"Permisi, Mr. maaf mengganggu."

"Silahkan duduk," ucapnya tanpa melirik ke arah Lily.

Lily pun berjalan pelan menuju kursi yang berada di hadapan pria itu, dia menarik kursinya, lalu duduk.

"Sudah kamu tandatangani surat tersebut?" tanyanya tanpa menatap gadis itu.

'Ih, nanya tapi wajahnya gak lihat ke orang yang ditanya. Aneh banget. Untung aja cakep,' gumam gadis itu.

"Ada yang mau saya tanyakan, Mr. Ada satu pasal yang saya kurang setuju. Dapatkah pasal itu diubah?"

"Tunjukkanlah pasal yang mana?"

"Yang ini, Pak." Lily menujukkan pasal itu kepada pria tersebut. Wajahnya tampak datar dan tidak berekspresi.

"Mengapa kamu keberatan? Bukankah kamu bilang kamu butuh pekerjaan ini?"

"Saya kurang setuju dengan pasal ini, karena saya memiliki kehidupan pribadi juga. Di sini tertulis saya harus tinggal di rumah Mr. Chris sampai batas waktu yang tidak ditentukan. Lalu, kapan saya bisa menjalani kehidupan pribadi saya? Lagipula, saya bekerja sebagai guru privat dan bukan sebagai pengasuh?"

"Jadi itu yang ada dalam pkiranmu?"

"Iya."

Pria itu lantas berhenti menatap berkas di hadapannya, lalu menaruh bolpoin yang sedang dia pegang, kemudian wajahnya menatap lekat ke dalam mata Emily.

Dia diam, tidak bersuara sedikitpun, tetapi pandangan matanya sangat tajam melihat isi hati seseorang yang berada di hadapannya.

"Untuk kamu tahu, aku sangat jarang bepergian. Jadi, pasal itu tidak akan berpengaruh besar. Ditambah gaji yang akan kuberikan juga besar. Sebanding khan?"

Lily terdiam dan menatap ujung meja. Semua yang dikatakan oleh Mr. Chris benar. lalu, mengapa ia harus protes? Mr. Chris menatap lekat wajah Lily yang berada tepat di hadapannya, membuat gadis itu salah tingkah.

"Jika kamu tidak mau menerima pekerjaan ini tidak apa-apa."

"M-Mr ... saya menerima pekerjaan ini. Sebelumnya terima kasih karena telah mempercayai saya untuk mengajar putri Anda."

"Bagus jika kau menerima pekerjaan ini, Marilyn pasti sangat bahagia. sekarang apa yang kau tunggu?"

"Y-ya ... tunggu apa, Mr?" tanyanya lugu.

Note : Halo pembaca, vote dan komennya donk. ^^

Terbawa Hasrat sang CEOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang