"Y-ya ... tunggu apa, Mr?" tanyanya lugu.
Chris bangkit dari tempat duduknya dan berjalan mendekat menghampiri Lily, lalu pria itu duduk di tepi meja tepat di samping Lily.
Lily menjadi semakin gugup dan gadis itu tidak berani menatap Chris. Ia mengarahkan pandangan matanya pada tumpukan berkas yang berada di meja.
Lalu, Chris mendekatkan wajahnya pada wajah gadis itu, semakin lama semakin dekat. Bahkan, Lily dapat mendengar deru napas pria itu dengan jelas.
'Mau apa sech dia dekat-dekat gitu? Astaga lama-lama aku bisa gak kuat menatap wajah tampannya,' gumamnya.
"Lily, apa kamu tidak mau menandatangani berkas perjanjian kontrak kerja ini? Mengapa kamu malah bertanya tunggu apa? Saya menunggu kamu menandatangani berkas ini. Apa sech yang sedang kamu pikirkan?" tanya pria itu penasaran.
Wajah Chris hanya berjarak sekitar beberapa sentimeter saja. Lily hanya berani menatap lurus ke depan sambil mengatupkan tangannya erat-erat.
"S-saya mau, Mr. Maaf Mr. saya salah mengartikan perkataan Anda. Baik saya tandatangani sekarang," jawab Lily gugup.
Ia mengambil bolpoin yang terletak di meja, lalu menandatangani beberapa lembar berkas perjanjian kerja itu.
"Saya sudah menandatangani berkas perjanjiannya, Mr." Lily menoleh dan memberanikan diri untuk menatap wajah pria itu, tapi yang terjadi justru berada di luar dugaan.
Pandangan mata keduanya saling bertatapan, menatap jauh ke kedalaman mata. Lalu, pandangan Lily jatuh pada bibir tipis sedikit lebar berwarna merah milik pria itu. Jantungnya berdegup semakin kencang dan pikirannya mendadak kosong melihat pemandangan di hadapannya.
Lily terpaku pada wajah tampan yang berada dekat di hadapannya. Hidungnya yang mancung, iris matanya yang berwarna kecoklatan yang dihiasi oleh bulu mata lentik dan tebal, alis matanya yang tebal dan rapi, rahang wajah yang tegas serta napasnya yang beraroma mint.
Semua hal itu membuat gadis lugu ini terpaku, selama dua puluh dua tahun, ini pertama kali dalam hidupnya berdekatan wajah dengan pria tampan.
Dan selama itu pula, Lily belum pernah menjalin kasih atau berpacaran dengan pria manapun. Dan uniknya, gadis ini belum merasakan yang namanya jatuh cinta pada pandangan pertama.
Hanya dekat dengan Chris membuat jantungnya berdegup dan berdetak lebih kencang. Napasnya terdengar memburu dan keringat dingin membanjiri telapak tangannya. Rasa gugup dan salah tingkah mendominasi diri gadis itu tatkala berdekatan dengan Chris.
"M-mr. saya rasa Anda terlalu dekat," ucap gadis itu gugup.
"Jangan panggil aku Mr. setelah kupikir-pikir, lebih terdengar enak jika kamu memanggil namaku saja. Panggil aku Chris. Apa itu sudah jelas?" ucapnya seraya menatap wajah Lily seksama.
"B-baik Mr. eh Chris. Lalu, apa Anda ada perlu lagi dengan saya?"
"Kau terburu-buru. Aku tidak ada urusan lagi denganmu, kau boleh pergi sekarang. Tapi ...."
"Tapi apa, Chris?" tanya Lily penasaran.
Chris menjauhkan wajahnya dari Lily, lalu berdiri membelakangi gadis itu kemudian berkata, "Mulai besok kamu sudah dapat mengajar Marilyn. Oia, selama mengajar lebih baik kamu memakai celana panjang sebab Marilyn anak yang sangat aktif, jika kamu memakai rok, maka akan menyulitkan dirimu saja," ucap pria itu.
"Baik, saya mengerti. Jika tidak ada yang lainnya lagi, bolehkah saya pergi sekarang?" tanya Lily gugup.
"Boleh, silahkan keluar. Besok jam kerjamu mulai jam sembilan pagi dan tunggu saya sampai di rumah, baru kamu boleh pulang. Dan satu lagi, besok teman priamu tidak perlu menemani atau menjemput kamu, saya sudah siapkan supir pribadi untuk antar jemput kamu. Sampai di sini apa kamu mengerti?"
"Ya, Chris."
"Bagus, baiklah kamu boleh keluar sekarang." Chris mengulurkan tangannya dan mempersilahkan gadis itu keluar.
Lily bangkit berdiri dari kursi, mengambil tasnya, lalu membungkuk dan tersenyum kecil pada Chris seraya berkata, "Saya permisi dulu, Chris."
"Ya, silahkan," jawabnya seraya menatap Lily.
Lily pun berjalan menuju pintu keluar dengan langkah lunglai, ditariknya pegangan pintu dan ia keluar dari ruangan itu.
Namun, sebelum ia menutup rapat pintu ruangan Chris, ternyata pandangan mata Lily beradu pandang dengan pandangan mata pria itu. Lily terkejut dan jantungnya berdetak kencang menandakan ia salah tingkah.
Segera ia tutup pintu ruangan tersebut dan ia bersandar pada dinding untuk sejenak, menarik napas dalam-dalam, menstabilkan kembali perasaannya yang sempat kacau dan pikirannya yang sempat kosong karena terlalu gugup.
Ia memegangi dadanya seraya berkata dalam hati, 'Kenapa aku menjadi gugup dan salah tingkah? Tapi aku merasa senang berada dekatnya. Arghh Lily, kamu gila. Tadi malam kamu memimpikan dirinya menyatakan cinta dan mencium bibirmu, kini kamu merasa senang saat berada dekatnya. Gak bisa, gak bisa. Ini gila dan gak nyata.'
Lily menggeleng-gelengkan kepalanya ke kiri dan kanan seraya bergumam, 'Gak boleh, gak boleh. Lily sadar, sadar.'
Stefan yang telah bangun dari tidurnya sejak lima belas menit yang lalu, mengarahkan pandangannya ke setiap sudut hotel mencari keberadaan Lily. Tidak lama, dilihatnya gadis itu tengah berada di ujung ruangan seraya bersandar pada tembok.
Pria itu pun bergegas bangkit berdiri dan menghampiri Lily.
"Ly, dah selesai tanda tangannya?" tanya Stefan penasaran.
Lily tersadar dari lamunannya dan menoleh pada sahabatnya itu. Lalu, ia pun menjawab, "Oh, i-itu tadi gue dah selesai kok tanda tangan perjanjian kerjanya. Loe dah bangun?"
"Ya iyalah dah bangun tidur, kalau belom bangun terus yang berada di hadapan loe sekarang siapa? Loe kok jadi linglung gitu sech? Habis diapain sama si mister?" jawab Stefan.
"Ngaco aja kalau ngomong dan gue gak linglung. Gue cuma kaget aja, tadi tuh dia wajahnya dekat banget ma gue Van. Baru kali ini gue lihat wajah cowo selain loe dari dekat."
"Hah? Serius? Ha ha ha ha loe lugu banget, Ly. Ya udah kita pulang atau gimana?"
"Serius gue, pulanglah. Gue mau siap-siap khan besok kerja. Oia, besok gue gak minta tolong loe anterin gue lagi. Kata Chris, mulai besok gue diantar jemput sama supir pribadi."
"Chris siapa?"
"Nama si Mister itu Chris. Tadi di dalam dia minta gue panggil dia pakai nama aja, gak usah pakai sebutan Mister lagi. Lucu khan?"
"Ha ha ha, entah kenapa yah gue sebagai cowo ngerasa dia ini agak aneh. Tapi gak tahu dech. Ya udah yuk pulang."
Setelah sampai di rumah, malamnya Lily duduk di teras depan rumahnya seraya melamun menatap langit malam sendirian. Entah kenapa, ia memikirkan Chris, memikirkan setiap perkataannya dan wajahnya yang berada dekat dengan wajah Lily.
'Apa aku mulai menyukainya?' batinnya.
'Semua orang berkata, pria yang luar biasa akan mencari wanita yang tidak biasa-biasa saja. Aku hanya seorang wanita biasa, apakah pantas bagiku untuk menyukainya?' batinnya lagi.
Note : Hi pembaca yang kece, jangan pelit donk klik vote pada tiap chapter dan komennya biar Thor semangat. Please donk dukung Thor gitu. Biar Thor bahagia lihat keaktifan kalian yang kece2. Sebelumnya Thor ucapkan makasih yah ^^.
KAMU SEDANG MEMBACA
Terbawa Hasrat sang CEO
RomanceWarning {Mature Content 21+}. TAMAT di aplikasi D-R-E-A-M-E atau I-N-N-O-V-E-L Seorang gadis muda bernama Lily Natasha memiliki mimpi untuk meraih keberhasilan dalam hidup demi membantu perekonomian keluarganya yang memburuk. Segala upaya telah ia...