"Aku.. tidak ingin tinggal di sini." Yeeun membuat suaranya terdengar lantang. Meskipun saat ini ia bahkan tidak kuat untuk berdiri dan terlihat kuat sebab tubuhnya sangat bergetar penuh kecemasan.
Kedua orangtuanya hanya menatapnya datar. Mereka tampak tidak peduli dengan ucapan gadis itu bahkan terasa mengabaikan. melihat reaksi orangtuanya seperti itu, Yeeun pun berjalan cepat ke arah pintu.
"Jika kakimu sudah melewati batas pintu, kau harus siap saat kami membuat lelaki itu tersiksa." Ancaman itu berasal dari ayahnya. Yeeun menghentikan langkah tepat sebelum membuka pintu.
"Pikirkan dirimu. Pikirkan masa depanmu. Seungho berkata dia siap untuk menjadi ayah dari calon anak harammu itu. Kau harusnya bersyukur masih ada menerima gadis kotor yang tidak bisa menjaga dirinya dengan baik." Celaan ibunya membuat dada Yeeun sesak. Ia merasa teriris tepat di hatinya.
"Kenapa?" Air mata jatuh di pelupuk mata gadis itu. "Kenapa kalian masih saja menentukan mana jalan yang harus aku tempuh? Kenapa tidak sekali saja memberikan kebahagiaan sesuai pilihanku? Kenapa aku tidak bisa memiliki bahagiaku sendiri? Kenapa?!"
"Jaga ucapanmu! Tidak tahu diri! Orangtua sudah memberikan segala sesuatu orang lain tidak punya hanya untukmu. Dan kau masih tidak tahu diri meminta hal lain. Kau akan menyesal setelah sadar saat perbuatan baik kami tidak lagi terjadi padamu. Camkan itu!"
"Aku tidak pernah memintanya!" Teriak Yeeun langsung ibunya berjalan ke arahnya dan melayangkan tamparan yang kuat.
Yeeun memegang pipinya yang terasa berdenyut kesakitan. Ia segera melangkahkan kaki keluar rumah, berjalan cepat tanpa membawa persiapan apapun. Hanya ada ponsel dan tidak ada dompet. Sebab segala sesuatu mengenai keuangan dan identitas gadis itu ditahan oleh orangtuanya.
Ia mengusap pipinya yang terus dilalui oleh air mata dambil tangannya yang lain mengetik nama Moonbin untuk ia hubungi. Setelah menekan tombol panggilan, ia langsung meletakkan ponselnya ke telinga.
Tidak ada balasan, Yeeun menyerah dan duduk di pembatas yang ada di trotoar menopang tubuhnya yang bergemetaran. Ia ingin menemui Moobin. Bukan. Ia ingin tinggal bersama lelaki itu. Hidup bersama dan membesarkan anak yang ia kandung sekarang. Meskipun terdengar egois, Yeeun tidak bisa memikirkan hal lain selain Moonbin sekarang.
___
Sanha : aku ke rumah sakit sekarang bersama Yeeun.
Pesan itu dibaca oleh ibunya Moonbin. Ia melirik Moonbin yang tertidur dan ponsel lelaki itu bergantian. Setelah menyiapkan diri, wanita paruh baya itu mencari tombol panggilan yang terhubung dengan ponsel pemilik kontak bernama Sanha. Panggilan pun tersambung beberapa detik kemudian, sebuah suara laki-laki terdengar dari ujung panggilan sana.
"Halo, Sunbae. Aku dalam perjalan ke sana. Tolong jangan tidur-"
"Ini ibunya Moonbin,"
"A-ah, selamat malam bi. Aku juniornya sekaligus teman Moonbin Hyung. Namaku Sanha."
"Kau sedang bersama siapa, nak?"
"Eum.. Yeeun. Pacarnya Moonbin Hyung."
Gadis itu. Ternyata ia tidak salah dengar. Ibu Moonbin meminta laki-laki bernama Sanha segera datang ke rumah sakit sebab ia tidak sabar ingin menjumpai gadis yang dihamili oleh putranya. Seperti apa rupa gadis itu hingga membuat putranya tergila-gila dan berakhir babak belur seperti sekarang ini.
Hingga satu jam kemudian, pintu ruang rawat inap dibuka dan dua orang anak muda mengintipkan kepala mereka ke dalam. Setelah mendapati ibunya Moonbin tengah memperhatikan mereka, Sanha dan Yeeun pun masuk ke ruangan.
"Halo." Sapa Sanha sopan dan membungkukkan tubuhnya sembilan puluh derajat pada wanita paruh baya yang duduk di kursi di samping ranjang Moonbin yang tengah tidur.
Di belakangnya, Yeeun seperti bersembunyi namun ikut membungkukkan tubuhnya sambil memegang perut. Matanya langsung bertemu dengan pandangan ibu Moonbin. Ia secara refleks menjauhi tatapan itu.
Ibu Moonbin tersenyum pada Sanha sopan. "Maaf, nak. Bisa tinggalkan ruangan ini sebentar saja. Aku ingin berbicara pada gadis ini." Tunjuknya pada Yeeun dan membuat gadis itu tersentak.
Sanha mengangguk ragu meninggalkan ruangan. Ia baru saja masuk namun sudah diusir. Laki-laki itu bingung harus melakukan apa sendirian di koridor sepi di rumah sakit di jam yang sudah menunjukkan pukul tengah malam.
Yeeun berjalan mendekat dengan hati-hati juga takut. Ia terus menundukkan wajah, menjauhi tatapan ibunya Moonbin.
Lalu ia mendengar suara paruh baya itu meminta maaf.
"Maafkan putraku. Aku sudah melepasnya dan tidak mempedulikannya sejak ia beranjak dewasa hingga dia berani memperlakukan perempuan muda sepertimu hingga hamil."
Yeeun tertegun, ia segera menggelengkan kepalanya kuat.
"Bu-bukan salah Moonbin ataupun bibi. Ini.. salahku. Sebab aku.." Yeeun menatap mata ibunya Moonbin berusaha kuat. "Terlalu egois. Aku hanya memikirkan diriku sendiri hingga membuatnya seperti ini sekarang."
Wanita paruh baya itu tahu sejak ia melihat wajah gadis di depannya mengapa putranya itu begitu tergila-gila dengan gadis ini. Dia sangat cantik, seperti putri kerajaan meskipun sekarang gadis itu terlihat cukup kacau dengan gaun yang berantakan. Wanita paruh baya itu juga tahu bagaimana sikap anak laki-laki sulungnya saat melihat gadis cantik. Yang menjadi kekhawatirannya, ia tidak ingin sang putra rela hancur seperti ini hanya karena sekedar perasaan suka. Perasaan yang hanya memuaskan penglihatannya. Sebab itu tidak akan sebanding dan bukan alasan yang kuat untuk merelakan segalanya.
Maksudnya adalah cinta. Itu yang harus terjalin diantara keduanya agar semuanya sepadan juga adil. Meski ia ragu dengan perasaan itu tengah terjadi pada dua insan muda ini.
"Moonbin, putraku, dia sangat menyukaimu."
Yeeun diam. Kemudian mengakui perasaannya.
"Aku juga menyukainya."
Terdengar tulus. Namun bukan yang diharapkan oleh ibunya Moonbin.
____
Side story
Sanha berjalan mengelilingi koridor di depan ruang rawat inap Moonbin untuk menghilangkan rasa takutnya. Ia terus menghisap jempol tangan, memainkan nada lagu-lagu di kepalanya menghilangkan rasa sepi.
"Apa aku pulang saja? Tapi aku merasa sungkan sudah datang dan langsung pulang. Atau aku menunggu hingga mereka selesai mengobrol? Tapi berapa lama aku harus menunggu hingga ketakutan seperti ini. Arggghh!"
Hingga sebuah siluet membuat tubuhnya langsung terdiam di tempat. Sanha memejamkan mata kuat.
"Jangan bilang yang kulihat barusan itu... Eum... "
Belum sempat bagi Sanha berpikir positif dengan apa yang ia lihat barusan, suara cekikikan membuat Sanha langsung berlari masuk ke dalam ruang rawat inap Moonbin tanpa memperdulikan apakah obrolan antara ibu Moonbin dan Yeeun selesai. Lelaki itu memegang dadanya, menormal deru napasnya yang kencang.
Lalu Sanha pun menangis. "Bibi... Aku mendengar suara tawa di luar! Aku mau menginap di sini semalam saja!"
____
KAMU SEDANG MEMBACA
Paboo Young Daddy
Fanfiction"Aku hamil." Dua kata yang berhasil membuat lawan bicaranya terdiam membeku seperti batu. Mulut Moonbin masih terbuka lebar, begitupun dengan kedua matanya yang masih tak percaya dengan apa yang baru saja dia dengar. __ Fanfiction Moonbin Astro Cred...